Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
EPIDEMIOLOG dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai pengetatan perjalanan antardaerah pada dua pekan sebelum dan sepekan setelah larangan mudik Lebaran, bisa mengurangi potensi lonjakan kasus covid-19.
Diketahui, kebijakan larangan mudik Lebaran tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021. Beberapa hari lalu, Satgas Penanganan Covid-19 menerbitkan adendum SE 13/2021 dengan mengubah ketentuan masa berlaku tes covid-19 sebagai syarat perjalanan antardaerah pada masa pengetatan, yakni 22 April-5 Mei dan 18-25 Mei.
Masa berlaku hasil tes covid-19 baik PCR, GeNose maupun antigen, yang semula berlaku 3x24 jam, kemudian berubah menjadi 1x24 jam.
Baca juga: Menkes: Jangan Buru-Buru Longgarkan PPKM Mikro
"Kalau bicara efektivitas tentu lebih efektif kalau jauh dari awal. Ini progres dalam hal pengetatan," ujar Dicky saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (24/4).
Namun, hal yang tak kalah penting untuk diimplementasikan adalah tindakan pengamanan pada simpul dan jaringan jalur mudik di sejumlah wilayah Indonesia. Pengetatan syarat perjalanan ini menjadi pengawas pada sisi keberangkatan.
"Di sisi perjalanan juga harus ada pengawasan, di titik-titik jalur. Lalu di rest area. Itu harus betul-betul dilaksanakan protokol kesehatannya. Dibatasi durasi maupun kapasitasnya," jelas Dicky.
Baca juga: MTI: Jangan Banyak Pengecualian dalam Larangan Mudik
Bahkan, manajemen risiko di rest area pun harus dilakukan. Seperti, random sampling tes covid-19 kepada pengunjung rest area. "Apabila positif, bagaimana nanti membawa ke RS rujukan terdekat dan contact tracing-nya diperjelas," imbuhnya.
Dari sisi hilir, yakni daerah yang menjadi tujuan mudik, juga harus memberlakukan pengawasan ketat. Pemda harus tegas dan serius mengimbau warganya untuk tidak mudik. Pun, bagi daerah yang umumnya menjadi destinasi mudik, harus mengedukasi warga untuk menyampaikan ke kerabat di kota lain, sehingga menunda mudik sampai pandemi mereda.(OL-11)
Epidemiolog sekaligus peneliti Global Health Security, Dicky Budiman, mengatakan bahwa sebetulnya hal tersebut tidak mengagetkan karena covid-19 kini sudah menjadi endemi.
Melonjaknya angka covid-19 di negara-negara tetangga perlu menjadi sinyal kewaspadaan yang bukan hanya harus direspons otoritas kesehatan tetapi juga masyarakat.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan Surat Edaran pada 28 Mei lalu mengenai kewaspadaan lonjakan covid-19.
Cuaca yang lebih hangat dan basah (kelembaban tinggi) serta perubahan iklim diduga berkontribusi terhadap penyebaran dan perluasan demam berdarah.
MASALAH utama menghadapi covid-19 kali ini yakni meningkatkan kesadaran masyarakat untuk Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan membiasakan protokol kesehatan (prokes) kembali.
Indonesia kini sudah memasuki fase endemi sehingga banyak hal aturan mengenai pandemi covid-19 akan berubah atau menyesuaikan dengan aturan selanjutnya.
Berikut adalah 8 langkah pencegahan Covid-19 yang perlu diterapkan masyarakat untuk memutus rantai penularan virus:
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) dalam Surat Edaran mengenai kewaspadaan lonjakan covid-19 menyebut varian dominan yang beredar di Indonesia adalah MB.1.1.
PENGURUS IAKMI dr Iqbal Mochtar mengatakan peningkatan kasus covid-19 di berbagai negara, termasuk Indonesia, saat ini belum sampai pada level mengkhawatirkan.
"Angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan dengan puncak wabah tahun ini,"
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved