Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Nilai Rapor Untuk Kelulusan, FSGI: Perlu Panduan Penilaian Belajar

Putri Anisa Yuliani
05/2/2021 21:44
Nilai Rapor Untuk Kelulusan, FSGI: Perlu Panduan Penilaian Belajar
Siswa menerima rapor dengan sistem drive-thru di tengah pandemi Covid-19(Antara/Muhamamd Iqbal)

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan resmi menghapus ujian nasional (UN) sebagai faktor penentu kelulusan pelajar di tahun ajaran 2020/2021. Kini nilai rapot yang akan menentukan kelulusan siswa.

Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Tanjung mengungkapkan sesungguhnya wacana untuk menghapus UN sudah mengemuka sejak 2019. Namun, pelaksanaannya terus tertunda. Kali ini pun terealisasi karena pandemi.

Penggunaan nilai rapor sebagai salah satu kriteria kelulusan juga sudah berlangsung dari tahun ke tahun bahkan ketika masih ada Ujian Nasional. Jadi penggunaan nilai rapor bukan menggantikan keberadaan Ujian Nasional. 

"Hanya, dalam SE Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021, Ujian Nasional ditiadakan sehingga nilai Ujian Nasional tidak dimasukkan sebagai penentu kelulusan maupun seleksi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi," terang Fahriza saat dihubungi Media Indonesia.

Ia menjelaskan, penilaian itu merupakan bagian kesatuan utuh dari proses pembelajaran dan proses yang berkesinambungan dari awal semester hingga akhir semester.. Idealnya pemerintah juga menerbitkan panduan penilaian pembelajaran selama masa pandemi. Bila hanya sekedar Surat Edaran, yang bingung nantinya adalah guru-guru dalam melakukan penilaian di sekolah.

Baca juga : Guru Besar IPB Dorong Ecologycal Philosophy Diajarkan sejak PAUD

"Jadinya sistem penilaiannya akan tergantung dengan selera dan kompetensi masing-masing guru. Harus ada bimbingan dan dukungan dari Kemendikbud bagi guru untuk melakukan penilaian sehingga hasilnya bisa sesuai dengan keinginan Kemendikbud," paparnya.

Di samping itu, Fahriza berpendaat, penggunaan nilai raport sebagai penentu kelulusan memang masih diragukan standardnya. Sebabnya, sangat besar kemungkinan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya memiliki standar penilaian yang berbeda.

"Sehingga perolehan nilai 7 bisa berbeda kapasitasnya. Belum tentu siswa yang nilainya tinggi dari satu sekolah, lebih pintar dari siswa yang nilainya rendah dari sekolah lainnya," imbuhnya.

Untuk itu perlu ada pembanding standar atau kualitas sekolah. Nilai raport yang diperoleh siswa harus dijadikan bagian terintegrasi dari akreditasi sekolah maupun raport mutu sekolah. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya