Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Guru Besar IPB Dorong Ecologycal Philosophy Diajarkan sejak PAUD

Suryani Wandari Putri Pertiwi
05/2/2021 17:35
Guru Besar IPB Dorong Ecologycal Philosophy Diajarkan sejak PAUD
Saruga Package Free Shopping Store, toko dengan konsep zero waste di Bintaro, Jakarta.(Media Indonesia/Susanto)

GURU Besar IPB dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan), Prof Dr Hadi S Alikodra mendorong agar materi Ecologycal Philosophy atau Ekosofi menjadi mata pelajaran wajib sejak PAUD.

Filsafat ekologi adalah konsep di bawah filsafat sains, yang merupakan subbidang filsafat. Perhatian utamanya berpusat pada praktik dan penerapan ekologi, masalah moral, dan titik potong antara posisi manusia dan entitas lainnya

Dalam bukunya yang berjudul Era Baru Konservasi, Prof Alikodra menerangkan ecologycal philosophy merupakan filosofi keseimbangan yang bijak berlandaskan kesatuan utuh tiga dimensi, yaitu intelektual, spiritual, dan emosional. Dengan cara ini, diyakini manusia bisa hidup harmonis berdampingan dengan alam dan jauh dari bencana.

“Grand strategi agama diturunkan menjadi etika ekosofi sebagai gerakan menyelamatkaan bumi beserta isinya. Saya berharap Ekosofi ini menjadi mata ajaran wajib di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi," kata Alikodra dalam webinar alks Series ke-11, belum lama ini.

Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria menyampaikan beberapa hal yang menarik terkait Ekosofi. Ia menyebutkan, agama-agama di dunia sudah Berbicara tentang ekologi, sebuah kerangka etik interaksi dengan alam. Masalahnya, selama ini adalah eksistensi kita selalu berada pada dua hal.

"Yaitu hubungan manusia dengan manusia (hablum minanas) dan hubungan manusia dengan Allah (hablum minAllah) Kita melupakan hubungan manusia dengan alam (hablum minal alam) Hubungan dengan alam ini jarang kita ungkap. Oleh karena itu relasi dominasi manusia atas alam, berujung kerusakan alam, ”ucapnya.

Karena itu, Arif memandang penting buku Era Baru Konservasi karya Prof Alikodra tersebut, agar bisa dibumikan dalam kehidupan nyata. Dalam pengelolaan sumberdaya alam, Prof Arif menyebutkan ada tiga pilar yang harus digunakan. Yaitu pilar normatif, pandangan tentang dunia atau pandangan dunia dan kognitif atau pilar ilmu.

“Dalam pilar normatif ini siapa yang mengisi. Yakni siapa yang dominan maka akan berdampak pada pilar regulatif, wujud dari pandangan dunia. Apabila Ekosofi ini sudah menjadi pandangan dunia atau paradigma, maka kebijakan-kebijakan akan diisi oleh kebijakan lingkungan dan yang ke tiga adalah pilar kognitif atau pilar ilmu. Sehingga diperlukan reideologi atas alam. Etika tidak hanya berlaku untuk manusia tapi juga etika yang tepat untuk alam, ”tambahnya

Arif mengingatkan, semua agama harus terlibat dalam upaya meningkatkan nilai-nilai dasar kerangka etik. Perlu kerja bersama agar khutbah pemuka agama bisa bicara tentang perubahan iklim dan hubungannya dengan manusia.  Selain itu juga diperlukan reorientasi kebijakan, kebijakan-kebijakan yang menghijaukan serta ilmu-ilmu tentang sains.

Sementara, Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Wiratno, dalam tanggapannya menyampaikan buku ini mencakup hampir semua aspek analisis. Dimulai dari satwa liar, pembangunan berkelanjutan, konflik pembangunan, sumberdaya alam, etika dan moral lingkungan, Ekosofi, kehidupan berkelanjutan dan sebagainya.

Turut serta memberikan tanggapan terhadap buku Era Baru Konservasi adalah Sarwono Kusumaadmadja (Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Indonesia), Aca Sugandi (Anggota Dewan Pertimbangan Kalpataru), Dr Nyoto Santoso (Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, IPB University). (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya