Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mewakili pemerintah Indonesia, menandatangani kesepakatan penting dengan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility/ FCPF) yang dikelola oleh Bank Dunia, Jumat (27/11).
Kesepakatan tersebut membuka peluang bagi Indonesia untuk menerima hingga 110 juta dolar AS untuk upaya penurunan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan hingga 2025.
Dengan diberlakukannya Kesepakatan Pembayaran Pengurangan Emisi (ERPA) ini, Indonesia akan menerima pembayaran berbasis hasil untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbon di Provinsi Kalimantan Timur.
Pengurangan emisi di kawasan ini, bersama dengan upaya multilateral lainnya untuk mendukung Indonesia, akan membantu Indonesia dalam mencapai target iklim dan lingkungan nasional.
“Kesepakatan ini, merupakan bukti kerja keras Indonesia yang terus menerus mengurangi deforestasi dan melindungi hutan. Namun, upaya kami tidak akan berhenti sampai di sini,” ujar Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono.
Program ini telah membangun momentum positif, dan membuka kesempatan kolaborasi lintas pemerintah, organisasi masyarakat sipil, komunitas, dan pelaku usaha.
"Meskipun pekerjaan penurunan emisi di lapangan akan dilakukan di satu provinsi, hasilnya akan membantu kami sebagai negara untuk mencapai tujuan kami untuk mengurangi deforestasi dan degradasi, mengatasi dampak perubahan iklim, dan menempatkan Indonesia di jalur pembangunan hijau," lanjut Bambang.
Program Pengurangan Emisi Indonesia di provinsi Kalimantan Timur, yang memiliki populasi sekitar 3,5 juta penduduk, bertujuan untuk menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutan. Targetnya adalah 12,7 juta hektare lahan yang kaya akan hutan hujan tropis dan keanekaragaman hayati di sana.
ERPA akan mendukung perbaikan tata kelola lahan dan mata pencaharian lokal. Selain itu, program ini juga melindungi habitat berbagai spesies yang rentan dan terancam punah.
Upaya tersebut dilakukan melalui perbaikan perizinan kehutanan, peningkatan jumlah perkebunan skala kecil, dan mempromosikan perencanaan berbasis masyarakat.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen mengatakan kesepakatan untuk pengurangan emisi karbon di Kalimantan Timur ini bukti upaya Indonesia dalam melindungi dan mengelola hutan tropis secara berkelanjutan. Hutan tropis Indonesia merupakan sumber daya yang penting dalam skala global.
"Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi 41% emisi gas rumah kaca pada tahun 2030, serta mempercepat pembangunan berkelanjutan dalam rencana pembangunan nasionalnya. Perjanjian yang ditandatangani hari ini akan mendukung pencapaian tujuan nasional yang ambisius ini," ujarnya.
Masyarakat Kalimantan Timur merupakan jantung dari pengelolaan lahan yang berkelanjutan di sana. Program ini akan memastikan bahwa berbagai pemangku kepentingan mendapatkan manfaat dari hasil jangka panjang program ini, termasuk mata pencaharian yang lebih baik, hutan yang lebih sehat, dan masyarakat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim.
Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) adalah kemitraan global pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan organisasi Masyarakat Adat yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang, kegiatan yang biasa disebut sebagai REDD +.
Diluncurkan pada tahun 2008, FCPF telah bekerja sama dengan 47 negara berkembang di Afrika, Asia, serta Amerika Latin dan Karibia, bersama dengan 17 donor yang telah memberikan kontribusi dan komitmen senilai 1,3 miliar dolar AS.
Untuk menyiapkan kegiatan FCPF ini, Bank Dunia telah memberikan hibah dukungan pembiayaan kegiatan persiapan untuk Provinsi Kaltim selama lima tahun 2015 sampai dengan 2020 pada Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi (BLI) KLHK, yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim serta Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim. (RO/OL-09)
ASOSIASI Pengusaha Pengelola Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Aspel B3) Indonesia melantik pengurus baru di Batam, Kepulauan Riau.
Meski sebagian universitas mengadopsi kebijakan sustainability, banyak yang belum memiliki implementasi secara sistematis.
Aksi Kolaboratif ini diisi berbagai rangkaian acara, mulai bersih-bersih pantai, penanaman cemara laut, talkshow lingkungan, serta edukasi untuk masyarakat dan pelajar.
Diskusi bersama diskusi bersama Gubernur dan DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur digelar untuk menyusun perda terkait kelestarian lingkungan.
Di titik pemberangkatan, peserta melakukan penanaman pohon sebagai simbol komitmen terhadap kelestarian lingkungan.
Roda perekonomian harus terus berputar dengan tidak mengabaikan ekosistem lingkungan.
Pemerintah memastikan tidak akan mengadopsi data kemiskinan yang dirilis Bank Dunia.
AWAL April 2025, Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook menyebutkan pada tahun 2024 lebih dari 60,3% penduduk Indonesia atau setara dengan 171,8 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan.
Di balik status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas, Bank Dunia mengungkapkan fakta mencengangkan: 60,3% dari total populasi Indonesia hidup dalam garis kemiskinan
Indonesia diproyeksikan hanya memiliki pertumbuan ekonomi rata-rata 4,8% hingga 2027. Adapun, rinciannya adalah 4,7% pada 2025, 4,8% pada 2026, dan 5% pada 2027.
Reformasi struktural untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas, di samping kehati-hatian fiskal dan moneter, merupakan kunci untuk memajukan agenda pertumbuhan pemerintah.
Pengurusan izin usaha di Tanah Air masih membutuhkan waktu hingga 65 hari. Berbeda jauh dengan negara-negara maju dalam memproses izin bisnis.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved