BUDAYA patriarki dinilai sebagai salah satu faktor pendorong yang menyebabkan tindak kekerasan terhadap perempuan. Hal itu diutarakan Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Vennetia Danes.
“Kekerasan terhadap perempuan merupakan isu global yang kompleks. Karena berhubungan dengan budaya patriarki yang sudah dipraktikkan selama bertahun-tahun,” pungkas Vennetia dalam diskusi virtual, Jumat (27/11).
Lebih lanjut, Vennetia menilai budaya patriarki menyebabkan ketimpangan dan ketidaksetaraan gender. Pada akhirnya, kondisi itu mendorong kekerasan terhadap kaum perempuan.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Ancam Kehidupan Kaum Perempuan
Mengingat sudah berlangsung bertahun-tahun, kekerasan terhadap perempuan akibat budaya patriarki terjadi secara sistemik. Vennetia menyoroti perempuan yang dianggap dapat menerima kekerasan sebagai kodrat, yang tidak dapat dihindari.
Dia menegaskan bahwa persepsi yang keliru harus diluruskan. Hal itu sebagai upaya meningkatkan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kaum perempuan.
“Akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama terhadap hasil pembangunan, akan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Pada akhirnya, menghapus kekerasan berbasis gender,” imbuh Vennetia.
Baca juga: Pandemi, Anak Perempuan Rentan Depresi
Kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Sepertim kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, eksploitasi dan penelantaran. Berikut, kekerasan karena diskriminasi, pelecehan, subordinasi dan stigmatisasi.
Menurutnya, upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan harus melibatkan seluruh pihak. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, media massa, hingga masyarakat.(Ant/OL-11)