Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

LIPI: Indonesia Jangan Malu Belajar Wisata Halal dari Taiwan

Suryani Wandari Putri Pertiwi
30/9/2020 16:45
LIPI: Indonesia Jangan Malu Belajar Wisata Halal dari Taiwan
Salah satu destinasi wisata halal di Taiwan(dok.mi)

WISATAWAN muslim merupakan pasar sangat besar bagi industri pariwisata di dunia. Lantaran itu, sejumlah negara menyiapkan dengan serius wisata halal bagi wisatawan muslim seperti, kepastian makanan halal dan tempat ibadah.

Di Indonesia, pariwisata halal juga sudah berkembang dan memiliki peluang potensi yang cukup besar. Selain itu, pada 2019 Indonesia bersama Malaysia menempati posisi teratas negara dengan destinasi wisata halal terbaik.

Tak hanya itu, negara Taiwan pun melakukan hal yang sama. Menurut Peniliti Pusat Penelitian Kewilayahan (P2W) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2W LIPI) Rita Pawestri Setyaningsih mengatakan, Taiwan sudah mulai mengembangkan wisata halalnya pada 2009.

"Pada 2009 saat saya sedang melakukan pendidikan di Taiwan, saya mendapatkan brosur yang merisi Taiwan menargetkan wisatawan muslim," kata Rita dalam webinar yang diselenggarakan P2W LIPI, Rabu (30/9).

Namun kata Rita, saat itu tidak ada regulasi yang eksplisit mengatur wisata halal di Taiwan. Tetapi pada 2016 Taiwan membangun pasar pariwisata yang berpotensi tinggi melalui expansi ke emerging market (the Muslim market). "Artinya 2009 hingga 2016 terjadi gap karena tak ada regulasi yang mengatur," katanya.

Pada 2016 itu, lanjutnya, Taiwan meluncurkan kebijakan New Southbound Policy (NSP) yang mana salah satunya terkait dengan industri halal. Kebijakan ini menjadi strategi membangun hubungan jangka panjang dan luas dengan negera-negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, Selamdia Baru dan Australia.

Baca Juga: Destinasi Wisata Toraja Dukung Program Wisata Halal

Taiwan pun memfokuskan pengembangan pada dua hal yakni yaitu sertifikasi halal untuk restoran dan hotel serta menciptakan lingkungan yang lebih ramah Muslim atau yang dinamakan Taiwan Halal Center.

Rita mengungkapkan, program sertifikat halal pun terus meningkat setiap tahunnya, dari mulai 2012 yang hanya kurang dari 20 restoran dan hotel bersitifak halal, pada 2016 sudah mencapai lebihi dari 50 restoran atau hotel, dan jumlahnya terus meningkat bahkan di tahun 2019 ia mencatat sudah ada 217 restoran dan hotel berserifikat halal.

Hal itu pun dibenarkan oleh Ballcert Inernational Inspection and Certification Group Nurul Fadhilah, menurutnya dalam beberapa tahun terakhir Taiwan membuka pasar yang besar untuk wisata halal. Bahkan tingginya perminttaan, banyak lembaga sertifikasi bermunculan untuk mewadahi permintaan pasar. "Tidak seperti Indonesia, di Taiwan tidak ada badan akreditasi atau pengawas atau kebijakan pusat," kata Nurul.

Ia melanjutkan, saat ini ada 9 lembaga halal sertifikat yang mana telah menerbitkan sertifikat kepada 1088 perusahaan denga ratusan ribu jumlah produk.

Sehingga Nurul mengatakan, pemerintah Taiwan sangat mendukung secara aktif mempromosikan produk halal dan halal tourism dan juga lembaga sertifikasi mendapat wewenang yang luas dalam enentukan pasar dan area pelayanan.

"Namun disisi lain, minus dari sertifikasi di Taiwan adalah tidak memiliki organisasi resmi untuk akreditasi atau lembaga pemerintah pengawas dalam sertifikasi halal," kata Nurul.

Tak hanya itu, Nurul juga mengatakan minus lainnya adalah setiap lembaga serifikasi memiiki standar masing-masing sehingga tidak ada unifikasi, dan juga terdapat dominasi oleh beberapa lembaga sertifikasi.

Beralih ke produsen makanan halal, salah satunya ada Malaysia Kitchen yang menyediakan lunch box kepada beberapa sekolah dan universitas. "Saya membuka dapar halal ini karena awalnya ada mahasswa yang meminta untuk disediakan lunch box halal karena di universitas tersebut makanan halalnya kurang," kata Pamilik Malaysia Kitchen di Taiwan Nur Adibah.

Ia melanjutkan,kesempatan berbisnis berbasis halal di Taiwan yakni pertama, tidak perlu memiliki partner dengan lokal. Kedua makanan halal masih sangat sedikit, sehingga sangat dicari. Ketiga, Rasa yang otentik menjadi sangat dihargai. Terakhir, lebih mudah untuk bereksperimen untuk mengembangkan bisnis. (OL-13)

Baca Juga: Wacana Wisata Halal Labuan Bajo Ditolak



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya