Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KETIADAAN hukum yang dapat mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat adat di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Hal ini dapat menyebabkan persoalan klaim atas wilayah adat termasuk hutan adat. Karena itu, kehadiran Undang-Undang Masyarakat Adat sangat dinanti.
Menurut Anggota Komisi IV DPR RI Sulaeman Hamzah yang juga menjadi pengusul RUU RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU itu saat ini sudah disepakati di Badan Legislasi DPR.
"Delapan dari sembilan fraksi sudah menyetujui untuk bisa didorong ke paripurna dalam waktu dekat," katanya dalam acara webinar Indonesia Bicara yang dipandu Ketua Dewan Redaksi Media Indonesia Usman Kansong, Kamis (17/9).
Seyogianya, terkait masyarakat hukum adat sudah diakomodasi dalam konstitusi Pasal 18b Ayat 2 UUD 1945. Namun, kata Sulaeman, hukum yang secara khusus mengatur tentang masyarakat hukum adat memang belum ada.
Dia menyebut terdapat 17 bab dan 58 pasal di RUU Masyarakat Hukum Adat. Semua itu dinilainya sudah mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakathukum adat.
"Kalau kita tinjau secara baik di beberapa undang-undang yang juga menyebutkan masyarakat hukum adat, memang perlu ada sinkronisasi. Karena perhatian khusus terhadap masyarakat adat ini masih jauh dari harapan," ungkapnya.
Terhadap daerah-daerah khusus seperti Papua, Aceh, dan DIY, Sulaeman mengatakan hal itu diatur dalam pasal tersendiri di dalam RUU Masyarakat Hukum Adat. Hal ini bertujuan menghindari tumpang tindih dengan UU Kekhususan Papua, UU Keistimewaan Yogyakarta, dan UU yang berlaku di Daerah Istimewa Aceh.
Draf RUU Masyarakat Hukum Adat juga memuat pendataan masyarakat adat yang tersebar di seluruh Nusantara. Pendataan, verifikasi, dan validasi akan dilakukan panitia yang beranggotakan masyarakat adat sendiri, pemerintah setempat, termasuk agraria dan instansi terkait.
"Nanti akan ada juga tata batas wilayah adat. Konflik yang terjadi selama ini disebabkan karena hal-hal itu. Sehingga pendataan itu menjadi
lebih sempurna," jelasnya.
Panitia ini dibentuk dalam berbagai tingkatan administrasi. Di kabupaten, panitia mewadahi langsung masyarakat adat. Kemudian di
tingkat provinsi, panitia juga mengakomodasi jika terjadi konflik antara dua kabupaten atau lebih.
"Tahapan-tahapan yang dilakukan akan bisa terwakili, baik masyarakat adat maupun pemerintah sehingga negara bisa hadir secara total untuk membackup seluruh kepentingan masyarakat adat," tandasnya.
Anggota Panitia Masyarakat Hukum Adat Kalimantan Tengah, Simpun Sampurna, mengakui ada kekosongan hukum terkait masyarakat adat ini.
"Selama ini dari 1960 misalnya, diperintahkan membuat perda, tapi tidak ada. Kemudian UU 41 Pasal 67 itu mengamanatkan Perda, tapi tidak ada. Di sinilah Panitia Masyarakat Hukum Adat mengisi kekosongan itu karena belum ada kebijakan perda atau yang lainnya," jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Simpun mengatakan, tugas panitia ini pertama ialah mengindentifikasi, verifikasi, dan validasi. Antara lain soal sejarah masyarakat hukum
adatnya, pranata, kelembagaan.
'Selanjutnya adalah hukum adatnya, harta dan kekayaan masyarakat hukum adat, termasuk simbol-simbol adat dan sebagainya. Itu yang digali untuk melihat apakah masyarakat adat ini sesuai dengan UUD," imbuhnya.
Pakar Hukum Kehutanan, Sadino, juga menyatakan pentingnya kehadiran UU Masyarakat Hukum Adat. Namun, katanya, regulasi itu harus mampu mengharmoniskan peraturan-peraturan yang telah berlaku.
"Sehingga kalau sudah dilahirkan, tidak jadi wawasan catatan lagi tapi harus bagaimana mengimplementasikan," ungkapnya.
Pasalnya, persoalan masyarakat hukum adat ini acap kali terbentur dengan status kawasan hutan di Indonesia yang mayoritas sudah ada izinnya.
"Masalah kehutanan, perizinan kehutanan, itu sudah lahir dari tahun 80-an sampai sekarang, bahkan itu masih berjalan. Bagaimana perizinan
itu harus dikombinasikan dengan lahirnya UU Masyarakat Hukum Adat ini?" tuturnya.
"Saya sangat men-support seandainya ada metodologi atau tata cara untuk bagaimana penyelesaian sengketa yang kaitannya dengan klaim hutan adat ini," imbuhnya.
Sinkronasi regulasi
Menurut Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto, RUU ini sangat dibutuhkan terutama dalam konteks sinkronisasi antarundang-undang.
Hal ini bertujuan menyediakan payung referensi di dalam tata cara penetapan dan pengakuan masyarakat hukum adat, termasuk hutan adatnya.
Di sisi lain, katanya, walaupun RUU ini belum terbit, permasalahanreforma agraria terhadap kampung-kampung yang berada di kawasan hutan dapat diselesaikan melalui Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang sedang berjalan.
"Untuk masyarakat adat, kita sementara ini masih menggunakan UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, juga Permendagri 52/2014, yang intinya baik yang di dalam kawasan maupun di luar kawasan, kalau itu menjadisalah satu bentangan lanskap, itu bisa diterapkan menjadi hutan adat," katanya.
Penetapan hutan adat sendiri, lanjut Bambang, merupakan hasil usulan baik dari pemerintah daerah dan paling penting dari subjeknya yakni
masyarakat hukum adat.
"Dari situ kita akan verifikasi untuk memastikan bahwa objeknya di tanah hutan adat itu ternyata berada hak-hak yang lain. Itu coba kita
fasilitasi. Setelah verifikasi baru kita tetapkan," jelasnya.
Selain itu, pada 31 Desember 2016, Presiden Joko Widodo sudah memberikan SK Penetapan Hutan Adat. Sampai sekarang sudah terdapat 66 komunitas dan luasnya 44 ribu hektare. Menteri LHK Siti Nurbaya juga telah melakukan inovasi kebijakan.
"Kita tahu masalah administrasi itu menghambat. Karena itu, Bu Menteri menerbitkan P21 yang menetapkan peta indikatif untuk lahan hutan adat. Angkanya hingga saat ini sudah ada 904 ribu ha, kalau ditotal dengan penetapan hutan adat jumlahnya 951 ribu ha," katanya.
"Jadi walaupun indikatif itu secure, paling tidak sambil menunggu ketentuan administrasi yang diamanatkan oleh UU tadi," pungkasnya.
Perlu edukasi
Sementara Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Indonesia Hebat Bersatu (IHB) Kalteng, Thoeseng TT Asang, berharap sebelum berjalannya UU Masyarakat Hukum Adat, pemerintah melakukan upaya edukasi terkait kesamaan pemahaman soal masyarakat adat sendiri.
"Karena di masyarakat sekarang teropini pro dan kontra, ini harus kita redam dulu masyarakatnya. Supaya ketika UU itu hadir, juga sudah paham dan saling bersinergi," ungkapnya.
Dia khawatir ketika UU ini belum berjalan, masyarakat masih berkecamuk di bawah. Thoeseng memastikan pihaknya akan mengambil peran untuk membantu pemerintah.
"Kami membantu untuk mengedukasi masyarakat yang selama ini pemahanan tentang adat, hutan adat, kawasan adat, masih bermacam-macam. Kita pahamkan mereka bahwa apa yang dimaksud dengan hutan adat, apa yang dimaksud masyarakat adat," pungkasnya. (Ifa/S2-25)
ASOSIASI Pengusaha Pengelola Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Aspel B3) Indonesia melantik pengurus baru di Batam, Kepulauan Riau.
Meski sebagian universitas mengadopsi kebijakan sustainability, banyak yang belum memiliki implementasi secara sistematis.
Aksi Kolaboratif ini diisi berbagai rangkaian acara, mulai bersih-bersih pantai, penanaman cemara laut, talkshow lingkungan, serta edukasi untuk masyarakat dan pelajar.
Diskusi bersama diskusi bersama Gubernur dan DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur digelar untuk menyusun perda terkait kelestarian lingkungan.
Di titik pemberangkatan, peserta melakukan penanaman pohon sebagai simbol komitmen terhadap kelestarian lingkungan.
Roda perekonomian harus terus berputar dengan tidak mengabaikan ekosistem lingkungan.
Pada Masa Sidang III ini, Dasco mengatakan DPR RI akan memprioritaskan pembahasan delapan rancangan undang-undang (RUU) yang saat ini sedang dalam tahap Pembicaraan Tingkat I.
Keluhan terbesar dari KUHAP yang berlaku saat ini adalah soal minimnya perlindungan hak tersangka dan minimnya peran advokat.
Bagi Fraksi PKS, salah satu langkah untuk membela Paestina adalah dengan menginisiasi RUU untuk memboikot produk asal Israel.
RUU BPIP dan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia telah menjadi usulan Komisi XIII DPR RI.
Parlemen mengesahkan RUU yang mengusulkan penyelidikan penasihat khusus terhadap Presiden Yoon Suk-yeol atas kegagalan darurat militer.
ANAK-anak di Australia yang usianya di bawah 16 tahun akan dilarang untuk menggunakan media sosial (medsos).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved