Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PENELITI Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, meyakini sinar ultraviolet atau UV dapat membersihkan udara dari virus korona atau covid-19.
"Sinar UV memiliki frekuensi gelombang tinggi yang dapat merusak materi RNA (Ribonucleic Acid) dan protein virus, sehingga bisa menginaktifkan virus di udara atau yang menempel di benda padat. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa sinar UV dari matahari mampu membersihkan korona yang ada di udara," kata Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler Universitas Brawijaya Prof Sutiman Bambang Sumitro di Malang, Jawa Timur, Jumat (12/6).
Baca juga: Virus Korona Bisa Mati karena Sinar Matahari: Hoaks
Hal ini, lanjutnya, membuat Indonesia yang berada di khatulistiwa sangat diuntungkan karena mendapat limpahan sinar UV dibandingkan negara subtropis.
"Di wilayah subtropis seperti New York, AS, Milan, Italia dan Spanyol yang indeks UV-nya rendah dan pencemaran udaranya tinggi menyebabkan orang tertular melalui media udara (airborne), sehingga jumlah penderita covid-19-nya sangat banyak," katanya.
Baca juga: Ini Bahaya Sinar Biru Gadget bagi Kesehatan Kulit
Sutiman menambahkan, indeks UV yang tinggi umumnya didapatkan pada siang hari. Dengan demikian, di luar rumah pada siang hari membuat udara lebih bersih dari virus korona.
Ia mengatakan UV tinggi kurang baik bagi warga di subtropis. Sebaliknya, bagi masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa dengan UV tinggi tidak masalah.
"Bagi penduduk yang jarang ada di luar ruangan, kulit manusia juga bisa terbakar bila terlalu lama di bawah sinar UV misalnya di pantai atau di gunung tinggi," katanya.
Baca juga: Sterilisasi Ultraviolet Pertama di Dunia
Menurut dia, sinar UV bisa dimanfaatkan untuk sterilisasi angkutan umum seperti bus dan kereta api bahkan membunuh kuman di ruang operasi di rumah sakit.
"Sebenarnya kita tidak perlu melakukan penyemprotan cairan disinfektan pada siang hari," katanya.
Peneliti Laboratorium Sistem Cerdas Novanto Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Yudistira mengatakan penelitian ini menggunakan teknik analisis big data dan machine learning yang dilatih dengan data yang dikumpulkan dari seluruh stasiun pengamat cuaca di dunia serta beberapa satelit.
Baca juga: Dengan UV Box Buatan UGM, Masker N95 Bisa Dipakai Berulang
Big data yaitu menganalisa data yang besar dari berbagai sumber di internet yang berubah, sedangkan machine learning memprediksi perkembangan pandemi dengan big data dengan algoritma yang sudah dilatih oleh komputer.
"Informasi lain dari hasil penelitian ini, di Indonesia dan wilayah tropis lainnya kemungkinan besar penularan terbanyak diperkirakan bukan dari airborne udara, namun dari kontak orang ke orang," kata Novanto.
Organisasi kesehatan dunia atau WHO telah memastikan lampu UV tidak disarankan untuk digunakan sebagai disinfektan ke tubuh. Karena, radiasi UV dapat menyebabkan iritasi kulit dan kerusakan mata. Untuk menghadapi virus paling efektif, WHO menyarankan mencuci tangah dengan sabun dan air. (X-15)
SOSIAL media dihebohkan dengan kabar bahwa 2 Agustus 2025 akan terjadi gerhana matahari total, namun hal itu merupakan berita bohong atau hoaks.
Klaim Bumi gelap total 2 Agustus 2025 terbukti hoaks. Simak fakta ilmiah, klarifikasi NASA, dan jadwal gerhana matahari yang sebenarnya terjadi.
Wahana antariksa NASA, Solar Dynamics Observatory (SDO), menyaksikan dua peristiwa langka dalam satu hari: transit bulan dan gerhana bumi yang menutupi matahari.
Simak 10 fakta menarik gerhana matahari total 2 Agustus 2027. Fenomena langka ini akan membuat dunia gelap selama lebih dari 6 menit. Jangan lewatkan!
Peluncuran kedua satelit dilakukan pada 5 Desember 2024 dari Pusat Antariksa Satish Dhawan, India, menggunakan roket PSLV-XL yang dimiliki oleh Badan Antariksa India (ISRO).
Sebuah studi di Italia mengungkap pohon cemara merespons gerhana matahari secara kolektif melalui sinyal bioelektrik.
Stratus (XFG), varian COVID-19 baru yang kini dominan di Indonesia, masuk daftar VOM WHO. Simak 5 hal penting menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama.
LAPORAN terbaru Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa covid-19 XFG atau covid-19 varian stratus menjadi varian yang paling dominan di Indonesia.
varian Covid-19 XFG atau stratus tampaknya tidak membuat orang parah dibandingkan varian sebelumnya. Namun, ada satu gejala yang khas yakni suara serak atau parau.
Kemenkes menyebut total kasus covid-19 dari Minggu ke-1 hingga Minggu ke-30 tahun 2025 sebanyak 291 kasus
Nimbus berada pada kategori VUM, artinya sedang diamati karena lonjakan kasus di beberapa wilayah, namun belum menunjukkan bukti membahayakan secara signifikan.
KEPALA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Ishaq Iskanda, Sabtu (21/6) mengatakan Tim Terpadu Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan satu kasus suspek Covid-19.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved