Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Menteri KLHK Siti Nurbaya Luruskan Deforestasi dan Hutan Primer

Mediaindonesia.com
05/6/2020 00:41
Menteri KLHK Siti Nurbaya Luruskan Deforestasi dan Hutan Primer
Menteri LHK Siti Nurbaya meluruskan soal deforestasi dan hutan primer.(Ist/KLHK)

DEFORESTASI kawasan hutan di Indonesia menurun tajam di era pemerintahan Presiden Jokowi dan hal tersebut tercatat jelas dalam hitungan areal dari citra satelit.

Penurunan deforestasi itu sejalan dengan upaya-upaya yang cukup gigih dan keras dilakukan pemerintah dan masyarakat termasuk dorongan aktivis di tingkat lapangan, terutama dengan penegakan hukum dan pengendalian regulasi seperti moratorium.

"Tidak tepat apabila hasil kerja keras itu kemudian direka-reka dengan membangun justifikasi atas alasan metode, yang menghasilkan data yang menjadikan rancu," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada keterangan persnya, Kamis (4/6).

"Kerancuan ini tidak saja memanipulasi data, tetapi lebih fatal dan menjadi buruk kepada perkembangan dunia akademik bidang studi kehutanan," ujar Menteri LHK. 

“Oleh karena itu saya memerintahkan kepada Kepala Biro Humas KLHK Nunu dan Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK Belinda yang secara teknis menangani untuk menjelaskan bagaimana metode, definisi dan batasan dijelaskan ke ruang publik supaya masyarakat mendapatkan informasi yang adil," lanjut Siti Nurbaya.

Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Belinda Arunarwati Margono mengatakan bahwa dalam pengelolaan hutan di Indonesia, hutan primer dan hutan sekunder merupakan bagian dari hutan alam.

Belinda menjelaskan bahwa hal tersebut mengacu pada beberapa aturan yang ada, termasuk Perdirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan No.P.1/VII-IPSDH/2015, Dokumen FREL 2016, SNI 8033, 2014, dan SNI 7645-1, 2014.

“Hutan pimer didefinisikan sebagai seluruh kenampakan hutan yang belum menampakkan bekas tebangan atau gangguan. Sedangkan seluruh kenampakan hutan yang telah menampakkan bekas tebangan atau gangguan disebut hutan sekunder," papar Belinda.

"Secara sederhana,  hutan alam merupakan gabungan antara hutan primer dan hutan sekunder; sedangkan hutan sendiri mencakup hutan primer, hutan sekunder, dan hutan tanaman,” jelasnya.

Menurut Belinda, menyamakan terminologi primary forest yang dipakai Global Forest Watch (GFW) yang merupakan hutan dengan kerapatan tutupan pohon minimum 30%, dengan hutan primer sesuai definisi Indonesia, adalah kurang tepat.

Ia menegaskan bahwa apabila memperhatikan batasan yang dipakai tersebut, yang dinamai primary forest sesungguhnya adalah hutan alam (mature natural forest), dan tidak sama dengan definisi hutan primer yang digunakan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Perbedaan terminologi ini harus diluruskan karena pengertiannya yang beda dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda.

 “Perlu kami luruskan bahwa istilah primary forest dimaksud GFW tidak seharusnya diterjemahkan langsung (translate) sebagai hutan primer, karena pengertiannya tidak sama dengan pengertian hutan primer yang berlaku umum dan standar di Indonesia,” tuturnya.

Sebagai informasi, dari pertama dirilis, data GFW menggunakan informasi canopy tree secara series untuk melakukan estimasi perubahan tree cover.

Dalam hal ini, kata Belinda, tree cover akan mencakup apapun vegetasi yang memiliki tinggi lebih dari 5 meter pada tahun pengamatan (tahun sumber data, misalnya untuk GFW menggunakan tahun awal pengamatan tahun 2000).

Tree cover ini akan mencakup hutan alam, hutan tanaman, jungle rubber, belukar tua maupun agroforestry dengan tanaman keras, ataupun kebun/perkebunan.

Dengan situasi tersebut, ketika muncul informasi atau data tree cover loss, maka perubahan (loss) yang terdeteksi, terjadi pada semua vegetasi yang mempunyai tinggi lebih dari 5 meter tersebut.

Situasi tersebut tidak sesuai dengan Indonesia, di mana yang dimaksud dengan deforestasi, khususnya gross deforestastion, hanya fokus pada perubahan tutupan hutan yang terjadi pada hutan alam.

"Untuk inilah, maka Indonesia tidak bisa menerima informasi tree cover loss sebagai angka deforestasi," kata Belinda. (OL-09)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya