KPAI Terima Ratusan Pengaduan soal Pembelajaran Daring

Atikah Ishmah Winahyu
13/4/2020 13:09
KPAI Terima Ratusan Pengaduan soal Pembelajaran Daring
elajar menyimak paparan guru saat proses belajar mengajar secara daring di rumahnya di Kampung Drangong, Taktakan, Serang, Banten, Rabu (8/4(ANTARA/ASEP FATHULRAHMAN)

 

SUDAH sekitar empat minggu lamanya pemerintah menjalankan kebijakan belajar di rumah bagi satuan pendidikan sebagai upaya antisipasi penyebaran virus korona (Covid-19). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, sejak digelarnya pembelajaran jarak jauh (PJJ) pihaknya telah menerima 213 pengaduan dari para siswa di berbagai daerah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, pengaduan didominasi oleh para siswa terkait berbagai penugasan guru yang dinilai berat dan menguras energi serta kuota internet. Tiga provinsi dengan jumlah pengaduan terbanyak yaitu dari DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

“Jadi mulai Senin, 16 Maret 2020 itu pertama kali KPAI menerima pengaduan terkait PJJ sampai Kamis, 9 April 2020. KPAI terus mendapatkan pengaduan dari para siswa di berbagai daerah di Indonesia terkait berbagai penugasan sekolah yang mereka harus kerjakan di rumah,” kata Retno dalam konferensi pers secara daring, Senin (13/4).

Dari ratusan pengaduan tersebut, keluhan terkait beratnya penugasan menduduki posisi pertama yaitu hampir 70% dari total pengaduan yang masuk ke KPAI. Siswa mengeluhkan tugas yang berat dengan jangka waktu pengerjaan yang pendek.

Kemudian, siswa mengeluh karena ada guru yang memberikan tugas merangkum materi dan menyalin soal di buku tulis. Padahal, materi dan soal tersebut ada di buku paket.

“Ada guru di jenjang SMP atau SMA yang memberikan tugas merangkum BAB baru setiap jam pelajarannya tiba. Banyak siswa yang mengaku dapat tugas menjawab soal, tetapi harus dituliskan soalnya. Padahal ada di buku cetak mereka,” terangnya.

Baca juga: 

Selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, ada sekolah yang memberlakukan jam belajar layaknya jam sekolah normal. Setiap berganti mata pelajaran, siswa akan mendapatkan tambahan tugas baru. Padahal tugas dari pelajaran sebelumnya belum selesai dikerjakan.

“Proses pembelajaran di rumah seharusnya tidak disamakan dengan jam belajar di sekolah, tidak kaku menerapkan jam pertama sampai jam trerakhir,” imbuhnya.

Selain masalah terkait penugasan dan jam belajar, siswa juga mengadu kesulitan membeli kuota internet untuk pembelajaran daring karena orang tuanya tidak mampu. Ada juga yang mengeluh tidak memiliki fasilitas seperti laptop atau komputer untuk menunjang kegiatan belajar jarak jauh serta kesulitan menjangkau jaringan internet karena tinggal di daerah terpencil.

Pada minggu awal penerapan kebijakan belajar dari rumah, KPAI menerima tiga pengaduan yaitu dari DKI Jakarta, Bekasi dan Palangkaraya yang menyatakan bahwa sekolah anaknya belum libur, padahal pemerintah daerah sudah memutuskan meliburkan sekolah. Kemudian pada minggu kedua KPAI menerima pengaduan ada SD swasta di kabupaten Bogor meliburkan sekolah tetapi tetap melayani les di sekolah.

Jelang minggu keempat kebijakan belajar dari rumah, beberapa siswa dari sekolah swasta menyatakan keberatan membayar uang iuran sekolah secara penuh karena tidak ada aktivitas pembelajaran di sekolah. Selain itu, banyak orang tua yang mengalami masalah ekonomi pasca perpanjangan masa belajar dan bekerja dari rumah. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya