Headline
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengaku belum menurunkan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) karena masih menunggu salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA).
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan iuran JKN belum turun karena belum ada ketentuan resmi yang diamanatkan kepada lembaga asuransi kesehatan sosial pascaputusan Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Anies Perpanjang Tanggap Darurat di Jakarta Hingga 19 April
Menurut dia, MA belum memberikan salinan resmi terkait putusan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019.
Iqbal mengatakan BPJS Kesehatan telah menanyakan MA terkait putusan tersebut. Namun, kata Iqbal, MA menjawab masih menyusun minuta akta secara resmi sehingga belum bisa memberikan ketentuan secara resmi kepada BPJS Kesehatan.
"Kalau kami tetapkan sesuai putusan MA, kira-kira putusan MA yang mana? Karena BPJS Kesehatan belum menerima secara resmi hasil putusan uji materi tersebut," kata Iqbal.
Baca juga: 49 Titik di Dalam dan Menuju Kota Tegal Ditutup
Hingga saat ini, peserta program JKN masih membayar iuran sesuai dengan ketetapan yang ada pada Perpres 75/2019, yaitu Rp160 ribu untuk peserta kelas I, Rp110 ribu untuk kelas II, dan Rp42 ribu untuk peserta kelas III.
MA mengabulkan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 24 Oktober 2019 yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah.
Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2020. (Ant/X-15)
Hidupkan kembali pengetatan remisi seperti PP 99. Terdapat dugaan adanya praktik jual-beli remisi. Sanksi pidana bagi Setnov cerminkan ketidakadilan.
PRESIDEN Prabowo Subianto menyaksikan pengucapan sumpah Suharto sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Yudisial di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/8).
KUASA hukum Setya Novanto terpidana kasus mega korupsi proyek KTP elektronik (KTP-E), Maqdir Ismail mengatakan program pembebasan bersyarat atas panjuan PK
Tannos harusnya menyerah usai saksi ahli yang dibawanya ditolak hakim. Namun, buronan itu tetap menolak untuk dipulangkan ke Indonesia.
MA sempat mengabulkan upaya hukum luar biasa atau PK yang diajukan terpidana kasus KTP elektronik yanh juga mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto ini.
KASUS sengketa hukum terkait proyek pembangunan franchise Resto Bebek Tepi Sawah di Bandar Lampung memasuki babak baru
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved