Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

PGI Sebut Pembubaran Ibadah GPdI Lampaui Kepatutan

Thomas Harming Suwarta
28/8/2019 10:20
PGI Sebut Pembubaran Ibadah GPdI Lampaui Kepatutan
Imbauan pelarangan aktivitas ibadah yang dipasang Pemkab Indragiri Hilir(Dok. LBH Pekanbaru)

PERSATUAN Gereja-Gereja di Indonesia  (PGI) mengecam keras adanya penghentian ibadah yang dilakukan Satpol PP kepada para jemaat di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Dusun Sari Agung, Petalongan Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

"Saya mengecam keras penghentian ibadah Gereja GPdI di Dusun Sari Agung, Petalongan Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir. Arogansi Satpol PP membubarkan ibadah yang sedang berlangsung sungguh-sungguh melukai hati, bukan saja umat yang sedang beribadah, melainkan juga melukai suasana batin umat kristiani di berbagai pelosok Tanah Air," kata Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom lewat siaran pers, kemarin.

Ia menjelaskan tindakan penghentian ibadah itu melampaui kepatutan.

"Lepas dari ketiadaan izin dan surat keputusan bupati yang memerintahkan tim Satpol PP untuk menyegel rumah ibadah, tindakan tersebut sudah sangat melampaui kepatutan," tandasnya.

Perihal alasan penolakan masyarakat, menurut Gultom, semestinya pihak bupati mengupayakan dan memfasilitasi pengadaan rumah ibadah bagi warga yang membutuhkan dalam semangat peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang dijadikan dasar penolakan oleh warga tersebut. Lagi pula, lanjut Gultom, menjalan-kan ibadah merupakan hak konstitusional warga sebagai bagian dari kebebasan beribadah yang dijamin undang-undang.

Sebelumnya, kasus tersebut viral di media sosial. Dalam video yang beredar, Satpol PP terlihat mendatangi jemaat dan meminta ibadah dihentikan.

Namun, Pemkab Indragiri Hilir membantah melakukan pembubaran paksa ibadah jemaat GPdI di Dusun Sari Agung, Desa Petalongan, pada Minggu (25/8) itu. Bahkan, pemkab menilai viralnya video itu di media sosial merupakan rekayasa orang yang ingin mendramatisasi seolah terjadi kezaliman.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Indragiri Hilir Aslimuddin mengatakan pemberhentian ibadah di rumah bukan rumah ibadah itu dilakukan setelah melalui sejumlah rapat dan tahapan panjang. Pendeta Ganda Damianus Sinaga selaku pemilik rumah pribadi yang dijadikan rumah ibadah, kata dia, juga hadir dalam rapat terakhir sebelum peristiwa video yang viral itu.

"Jadi, kami melihat itu direkayasa. Sudah disiapkan semua, video dan lainnya. Padahal pendeta hadir di rapat terakhir untuk tidak memakai rumahnya sebagai rumah ibadah, tetapi tidak ada komentar sama sekali kalau dia tidak menerima," ujarnya. (Ths/RK/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya