Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
RENCANA Kementerian Agama menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan perkawinan bagi semua pemeluk agama dan fungsi lainnya dinilai baik. Kendati demikian terdapat sejumlah hal yang harus dilakukan terlebih dahulu agar rencana tersebut berjalan dengan optimal.
Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Ahmad Tholabi Kharlie menyatakan bahwa dia menyambut baik rencana KUA sebagai tempat pelayanan bagi semua agama. Menurutnya, esensi Kementerian Agama sebagai organisasi negara yang melayani seluruh umat beragama dapat direalisasikan dengan rencana tersebut.
“Ini gagasan out of the box namun sangat rasional karena sejatinya Kemenag adalah kementerian untuk semua agama. Dari sisi ide patut didukung oleh pelbagai pihak,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Jumat (1/4).
Baca juga : Wamenag: Isra Mikraj Inspirasi Jaga Kerukunan Umat Beragama
Kendati demikian, menurut Tholabi, rencana tersebut harus terlebih dahulu dikonsolidasikan melalui berbagai aspek, baik regulasi, organisasi, maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM). Berbagai aspek tersebut penting dikonsolidasi untuk memastikan bahwa rencana tersebut dapat berjalan dengan baik. Untuk merealisasikan gagasan tersebut, tentu sejumlah aspek seperti regulasi, organisasi, hingga SDM harus dibereskan terlebih dahulu.
Secara rinci, dari sisi regulasi secara eksplisit maupun implisit masih menempatkan pencatatan perkawinan di dua klaster, yakni pencatatan perkawinan untuk muslim di KUA dan pencatatan perkawinan bagi non muslim di Pencatatan Sipil.
“Soal regulasi ini, membutuhkan energi yang tidak ringan. Seperti di UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan UU Nomor 22 Taun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, dan PMA Nomor 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama (KUA),” tegas Tholabi.
Baca juga : Kemenag Imbau Para Tokoh Agama Serukan Pemilu Damai dan Jaga Kerukunan
Dia pun mengingatkan bahwa wacana ini akan berdampak pada persinggungan dengan kementerian dan lembaga lainnya seperti dalam urusan koordinasi dan harmonisasi, baik dari sisi regulasi maupun pemindahan beban kerja antarinstansi. “Jadi tidak sekadar urusan regulasi, tapi harus melakukan penyamaan persepsi antar kementerian dan pelaksana teknis di lapangan,” lanjutnya.
Seperti yang diketahui bahwa satuan kerja yang membidangi masalah KUA adalah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Perihal penyesuaian organisasi di internal kementerian tidak begitu krusial. Jika urusan internal organisasi di Kemenag tidak terlalu rumit, tinggal reposisi dan membuat payung hukum saja.
“Soal kesiapan SDM di lapangan yang mesti dilakukan dalam bentuk peningkatan kapasitas dan pengetahuan demi pelayanan yang prima kepada masyarakat. Soal SDM di lapangan juga perlu dipikirkan untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan. Mereka adalah garda terdepan dalam pelayanan di bidang keagamaan, khususnya soal pencatatan perkawinan,” pungkasnya.(H-1)
Peluncuran Kartu Nikah Digital ini rencananya dilaksanakan bersamaan dengan kick off enam KUA Piloting di KUA Banjarnegara, Jawa Tengah.
Kehadiran kartu nikah digital juga mempercepat layanan bagi pasangan pengantin.
MULAI Agustus 2021 ini, Kementerian Agama (Kemenag) akan menghentikan penerbitan kartu nikah fisik dan menggantinya dengan kartu digital.
Kemenag memastikan bahwa foto kartu nikah poligami yang beredar di media sosial tidak benar. Kemenag hanya menerbitkan kartu nikah digital yang sesuai format resmi.
Kementerian Agama, menargetkan seluruh layanan KUA, termasuk buku nikah, akan beralih ke digital pada tahun Ini.
"Jadi bukan sertifikasinya. Tapi bagaimana ada semacam kursus pendek, tentang persiapan dalam sebuah rumah tangga untuk menikah itu bagaimana."
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Santoso menilai kebijakan sertifikasi pranikah tidak diperlukan.
BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyambut positif rencana pemerintah menerbitkan sertifikasi pranikah bagi calon pengantin.
Jumlah keluarga berstatus sangat miskin dan miskin mencapai 9,4% atau sekitar 9.600.000, pun jika ditambah dengan keluarga hampir miskin menjadi 16,82% atau sekitar 14 juta keluarga.
Setelah menggelar di sejumlah universitas di daerah, kini Literasi Pranikah yang digelar Kemenpora dilaksanakan di Kota Solo, Jawa Tengah.
Pengasuhan anak, pendidikan,dan kesehatan adalah hal lain yang harus diperhatikan pemimpin rumah tangga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved