Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Mencetak SDM Kompetitif, Inovatif, dan Berkarakter

Ida farida
02/5/2019 09:39
Mencetak SDM Kompetitif, Inovatif, dan Berkarakter
Untuk mencetak SDM yang kompetitif, perguruan tinggi harus berevolusi serta melakukan terobosan dan inovasi(123 RTF)

PERKEMBANGAN dunia yang semakin kompleks dengan kecepatan perubahan revolusi perangkat lunak yang semakin pesat menuntut sistem pendidikan tinggi harus berevolusi untuk menyesuaikan diri. “Hari Pendidikan Nasional menjadi momentum refleksi bagaimana pendidikan tinggi kita mampu menjawab tantangan dan merealisasikan peluang tersebut,” ujar Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohamad Nasir, pada saat upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional di Jakarta, Selasa (30/4).

Untuk itulah, lanjutnya, perayaan Hardiknas tahun ini mengambil tema Mewujudkan sumber daya manusia kompetitif, inovatif, dan berkarakter.

Menristek-Dikti mengakui, saat ini jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 4.741. Sayangnya, angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia pada 2018 masih 34,58%. “Artinya, masih ada sekitar 65% anak-anak usia kuliah tidak mampu mengenyam pendidikan tinggi. Kita harus melakukan terobosan dan inovasi untuk dapat meningkatkan jumlah mahasiswa di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dengan mutu yang baik dan relevan terhadap kebutuhan pembangunan dan pasar kerja,” tandas Mohamad Nasir, seperti dikutip dalam website ristekdikti.go.id.

Oleh karena itu, lanjutnya, untuk mencetak SDM yang kompetitif, perguruan tinggi harus berevolusi. Hal itu yang dilakukan sejumlah perguruan tinggi ternama dunia yang membuka mata kuliah online education, (massive open online courses (MOOCs), hingga cyber university.

“Memang saat ini sejumlah perguruan tinggi di Indonesia telah menyediakan berbagai mata kuliah baru, seperti big data, data analytics, dan entrepreneurship, untuk membekali lulusan perguruan tinggi dengan pengetahuan serta kemampuan bekerja dalam menghadapi tantangan dunia kerja masa depan,” paparnya.

Dalam upaya melahirkan generasi penerus bangsa yang berkompetitif, kreatif, dan inovatif di era disrupsi saat ini, sambungnya, pemerintah juga mengharapkan perguruan tinggi untuk ikut berevolusi dan bertransformasi digital dalam penyelenggaraan kegiatan tridarma dan pengelolaan perguruan tinggi. “Perguruan tinggi juga diharapkan berkontribusi dalam menyolusikan masalah sosial ekonomi bangsa ini,” harapnya.

Dia menambahkan, untuk meningkatkan daya saing pendidikan tinggi, perguruan tinggi juga harus didorong meningkatkan akreditasi institusi menjadi terakreditasi unggul (A). Upaya itu dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah dan mutu penelitian dan publikasi, kerja sama pengembangan penelitian di tingkat nasional dan internasional.

Di sisi lain, lanjutnya, dalam menghadapi revolusi industri 4.0 dan society 5.0, hal tak kalah pentingnya ialah meningkatkan kualitas manusia melakui pembangunan karakter. “Karakter manusia yang dibangun bercirikan dengan kemampuan menegakkan kebenaran, kejujuran, keadilan, kebajikan, tanggung jawab, dan cinta Tanah Air. Untuk mewujudkan karakter SDM itu menjadi agenda prioritas bersama,” tandasnya.

Nilai moral
Hal senada diakui Rektor Universitas Terbuka, Ojat Darojat, dalam wawancara dengan Media Indonesia, di kantornya, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (26/4).

Menurut dia, meskipun akses informasi sudah mudah melalui internet, pembangunan karakter merupakan modal penting untuk menyiapkan generasi penerus.

Para mahasiswa, lanjutnya, perlu juga dididik agar memiliki nilai moral, termasuk sikap kesantunan. “Jangan sampai orang pintar, tapi karakternya tidak bagus. Tiap individu harus mampu menjadi contoh,” tuturnya.

Lembaga pendidikan dinilainya berhasil menciptakan generasi yang berprestasi secara akademik. “Contohnya, banyak juara Olimpiade dari Indonesia, tapi siswa yang juara Olimpiade belum tentu sukses di masyarakat. Ini karena sekolah tidak mempersiapkan hal tersebut kepada siswa,” ucapnya.

Salah satu penyebab hal itu, jelasnya, ialah guru-guru lebih banyak dibebani kurikulum untuk menyampaikan isi materi dalam buku teks kepada siswa. Akhirnya, proses pembelajaran yang terjadi, yaitu root learning.

Ojat pun berharap, model pendidikan ke depan bukan hanya mengandalkan kurikulum, melainkan juga kreativitas guru dalam mengajar. “Guru lebih baik memfasilitasi dan memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Soalnya, hal itu lebih dapat menuntun siswa untuk membentuk karakternya, apalagi pada saat kuliah, sumber ilmu pengetahuan tersebar luas, termasuk dari alam maya,” pungkasnya. (Try/Was/S-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya