Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
IDEOLOGI Pancasila merupakan falsafah bangsa Indonesia yang sudah tidak boleh ditawar-tawar lagi. Pancasila merupakan konsensus nasional yang diramu dan sudah disepakati oleh bangsa Indonesia yang beragam untuk menjaga kerukunan serta membangun kedamaian untuk menghindari kerusakan maupun pertumpahan darah.
Namun, di era globalisai saat ini, pemahamam masyarakat terutama para generasi milenial terhadap Pancasila mulai tergerus dengan mulai masuknya ideologi lain. Padahal, Pancasila merupakan warisan dari pendahulu bagi generasi muda untuk tetap konsisten dalam menjaga perdamaian di Indonesia.
Menjaga Pancasila sebagai pedoman bagi bangsa tentu bukan sekadar menjaga warisan para pendahulu, tetapi juga amanat generasi milenial sebagai khalifah untuk menjaga bangsa ini dari kerusakan dan pertumpahan darah akibat perpecahan. Generasi muda harus bisa memaknai Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menyatukan dan menciptakan kedamaian di masyarakat
“Pancasila sudah final bagi negara dan bangsa ini. Kita tidak boleh selalu berorientasi pada budaya luar, di mana budaya luar ini belum tentu semuanya cocok di Indonesia. Karena culture kita adalah kebinekaan di mana bangsa kita terdiri atas bermacam macam suku, ras, agama yang bisa mempersatukan semuanya,” ujar Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia, Laksdya TNI (Purn) Widodo SE MSc, di Jakarta, Kamis (11/4).
Namun demikian, mantan Sekjen Kementerian Pertahanan ini mengakui kalau dengan situasi negara yang sangat terbuka serta pesatnya teknologi sekarang, maka belakangan ini sudah mulai banyak paham-paham lain yang masuk secara uncontrol, baik melalui media sosial, lingkungan, atau melalui mana pun. Sehingga beberapa siswa merasa Pancasila ini seperti semacam indoktrinasi.
“Itu bisa terjadi karena ada masukan-masukan yang salah, mungkin di sekolahnya juga tidak terlalu dalam untuk memberikan pemahaman yang utuh mengenai Pancasila kepada siswanya. Apalagi di sekolah hanya mata pelajaran tertentu atau paket-paket akademis yang diberikan beberapa SKS saja sudah selesai. Ini yang membuat Pancasila tergerus di mata generasi milenial ini,” ujar Widodo.
Ia mengatakan keengganan para generasi milenial untuk melihat sejarah Pancasila sebagai ideologi bangsa disebabkan saat ni mereka sudah dapat sajian-sajian secara instan yang lebih mudah dan lebih menarik sesuai dengan pola pikirnya. Apalagi, era sekarang, segala sesuatu sudah dibikin lebih mudah. Dia mencontohkan mau apa saja sekarang mudah dengan satu smartphone itu.
“Smartphone itu bisa membuat kita menjadi maju tapi juga bisa merusak. Tetapi kenyataanya sekarang ini lebih banyak merusaknya. Bahkan kita terkadang sudah jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Contohnya, kita acara reuni di sebuah ruangan, bukannya berkomunikasi dan berinteraksi, tetapi malah sibuk dengan smartphone masing-masing. Itu terjadi di kalangan anak sekolah. Awalnya mereka janjian mau makan atau kumpul bareng, setelah ketemu mereka malah sibuk sendiri dengan smartphone. Itu yang terjadi,” ujarnya.
Dengan melihat hal itu, menurutnya, mau tidak mau para orangtua, sekolah, guru-guru, dan institusi terkait harus ikut bertanggung jawab tentang ini juga harus turun tangan dengan sering melakukan ceramah-ceramah, sering turun ke daerah-daerah. Karena masih ada kantong-kantong yang tidak tersentuh masalah ini. Dan tentunya ini sangat berpotensi untuk menjadikan mereka tidak paham tentang ideologi yang benar.
Baca juga: Penguasaan Teknologi Menentukan Daya Saing Bangsa
“Kondisi sekarang di era keterbukaan ini mau tidak mau sangat perlu. Mengapa? Karena kita lihat dari pernyataan anak-anak milenial ini mulai ada distorsi tentang pemahaman tersebut. Ini karena mereka kemasukan paham-paham radikal, paham-paham milenial yang relatif sesuai dengan alur pikir mereka. Itu yang mungkin perlu kita terus tekankan masalah Pancasila pada mereka,” ujar Widodo.
Melihat kondisi itu, lanjut dia, harus ada wadah untuk menyegarkan kembali tentang Pancasila di sekolah-sekolah. Hal itu harus diwujudkan pemerintah karena kalau tidak maka akan terjadi banyak distorsi tentang pengembangan sendiri ideologi Pancasila dengan wacana sendiri-sendiri.
“Ini harus dikawal, sehingga seluruh kewajiban di sekolah, baik sekolah negeri, swasta, maupun sekolah-sekolah asing, yang namanya selama menggunakan negara Indonesia wajib hukumnya dan tidak ada pilihan lain untuk mengucapkan Pancasila, mengibarkan bendera tiap Senin dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Itu yang tidak dimiliki oleh sekolah-sekolah swasta dan sekolah asing di Indonesia ini,” ucapnya.
Dia memberikan gambaran, anak Indonesia yang sekolah di luar negeri bahkan di sekolahnya diminta untuk menyanyi lagu kebangsaan dan menghormati bendera negara tersebut. Karena hal tersebut dilakukan untuk merawat integritas maupun kecintaan anak tersebut kepada negara yang lama-lama akan tumbuh ideologinya.
Untuk itu, Widodo meminta kepada dunia pendidikan terutama kepada para guru untuk dapat mendidik para generasi milenial ini secara sungguh-sungguh. Ini agar mereka mempunyai integritas atau punya kemauan untuk mengontrol lingkungan sekitar nantinya.
“Kalau zaman Sumpah Pemuda 1928 itu ada Jong Java, Sumatra, Celebes, dan lainnya untuk memerdekakan, ternyata mereka bisa bersatu. Itu sama halnya sebagai kekuatan yang luar biasa kalau nanti pemerintah bisa mewadahi itu. Karena anak muda ini butuh saluran. Kalau tidak disalurkan dia bisa akan cari sendiri-sendiri dan itu akan berbahaya buat bangsa ini kalau mereka tersusupi yang tidak benar,” pungkasnya. (RO/OL-1)
SEBAGAI aktivis muda Pelajar Islam Indonesia (PII), ibu saya berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar SMA di Amerika Serikat pada 1960-an.
Anggota Komisi X DPR RI Nilam Sari Lawira menyalurkan secara simbolis beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) di sejumlah sekolah di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
SAP memungkinkan investor untuk tidak hanya meraih imbal hasil, tapi juga ikut mendukung pendidikan anak-anak di daerah terpencil.
Sebanyak 45 jurnalis menerima BRI Fellowship Journalism 2025 untuk jenjang S2.
PENDIDIKAN yang berkualitas merupakan fondasi utama dalam membangun bangsa yang unggul. Dalam konteks itu, guru memegang peran sentral dalam dunia pendidikan.
DALAM beberapa tahun terakhir, konsep pembelajaran mendalam (PM) semakin mendapat perhatian dalam dunia pendidikan.
Dalam konteks geopolitik modern, konsep proxy war atau perang perwakilan memiliki peran penting dalam memahami dinamika kekuatan global
Semua komponen bangsa harus bahu membahu menciptakan rasa aman sebagaimana arahan Presiden RI.
Dengan politik jalan tengah itu, Bivitri mengatakan program-program yang ditawarkan partai politik sekadar gimik belaka, bukan program yang berkarakter ideologi kuat.
Fenomena pelibatan perempuan, remaja, dan anak dalam aksi terorisme menjadi tren baru yang mengkhawatirkan.
Transformasi digital tidak hanya menjadi alat pendukung produktivitas dan efisiensi, tapi juga bisa jadi sarana untuk memperkuat persatuan, keadilan hingga kesejahteraan.
Izin tambang untuk ormas menjadi perdebatan publik. Ormas keagamaan mulai disoroti terkait sikap apa yang akan mereka ambil. Yang menjadi sorotan adalah PBNU dan PP Muhammadiyah
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved