Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Fakta Film Pengepungan di Bukit Duri, Membangun Sekolah di Laswi Heritage Bandung hingga Pecinan Underground

Fathurrozak
16/8/2025 13:25
Fakta Film Pengepungan di Bukit Duri, Membangun Sekolah di Laswi Heritage Bandung hingga Pecinan Underground
Adegan di film Pengepungan di Bukit Duri.(Dok. Prime Video)

SETELAH film Pengepungan di Bukit Duri ramai saat tayang di bioskop beberapa waktu lalu dan berhasil meraih 1,8 juta lebih penonton, kini film tersebut bisa ditonton di Prime Video.

Film garapan penulis dan sutradara Joko Anwar tersebut berlatar Indonesia tahun 2027, dan memperlihatkan suasana yang kacau, ketika latar kota Jakarta mengalami sebuah kemunduran.

Set sekolah SMA Duri, yang menjadi salah satu latar di film Pengepungan di Bukit Duri, dibangun di atas bangunan bersejarah, Laswi Heritage di Bandung. Dalam cerita, sekolah SMA Bukit Duri ini awalnya adalah penjara sehingga tim artistik harus mendesain dua kali, pertama sebagai bekas penjara, kedua sebagai sekolah. Desainer produksi membangun sekitar 22 titik set sekolah mulai dari ruang kelas, ruang kepala sekolah, lorong, hingga ruang security.

“Set sekolah di Pengepungan di Bukit Duri adalah sebuah sekolah yang dalam cerita tadinya berupa penjara, yang direnovasi dan dialihfungsikan sedemikian rupa sehingga bisa digunakan sebagai sekolah,” kata penulis dan sutradara film Pengepungan di Bukit Duri Joko Anwar dilansir Media Indonesia dari siaran pers, Sabtu, (16/8).

“Total hari set-nya sendiri sekitar 2 minggu lebih, dengan 60–70 set builder. Jadi masing-masing ruangan kami coba bangun ceritanya,” tambah desainer produksi film Pengepungan di Bukit Duri Dennis Sutanto.

Sementara itu, pada set lain, menunjukkan sebuah latar pecinan underground yang mengindikasikan sebuah kemunduran meski secara latar waktu terjadi di Indonesia masa depan. Banyak sampah berserakan, coretan di berbagai tempat umum, hingga dunia luar yang lebih berantakan.

“Lebih rusuh, lebih banyak orang yang berani mengekspresikan diri tapi tidak dengan cara yang benar. Jadi banyak terjadi perusakan di mana-mana,” sambung Dennis Sutanto.

Sementara itu sinematografer film Pengepungan di Bukit Duri, Jaisal Tanjung mengungkapkan contrast menjadi pilihan utama untuk menentukan palet warna film. Warna-warna yang dipilih disesuaikan dengan para karakter di film dan sesuai dengan visi sutradara.

“Lebih ber-story telling dibanding membuat style-style yang berlebihan. Senatural dan seorganik mungkin, itu yang ingin kami capai. Rasanya, ketika orang menonton film ini,  harapannya penonton fokus dengan karakter dan ceritanya,” kata sinematografer Pengepungan di Bukit Duri Jaisal Tanjung.

Joko Anwar menambahkan, setiap karakter tidak digambarkan sebagai manusia yang jahat. Namun, mereka hanya terjebak pada sebuah ketidakberuntungan. Meski secara film memiliki nuansa yang ‘kelam’ dalam mengemas Indonesia di masa mendatang, namun ia ingin mengajak penonton untuk berefleksi terhadap situasi Indonesia saat ini.

“Dunia di film ini tidak jauh dari Indonesia sekarang. Namun kami mengamplifikasi pesan tentang bagaimana seandainya trauma tidak diobati dan mengakibatkan bangsa kita berjalan ke arah yang lebih buruk dari sekarang. Kami ingin membuat sebuah film yang bercerita bagaimana suatu bangsa bisa hancur karena tidak ada respek satu sama lain,” tutup Joko Anwar. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya