MEWUJUDKAN mimpi memang bukan sesuatu yang patut dianggap sepele. Menjadikan sebuah mimpi menjadi kenyataan membutuhkan proses dan perjuangan yang panjang. Oleh karena itu, dibutuhkan niat dan kemauan yang besar untuk terus berupaya mencapai mimpi tersebut.
Tak jarang, niat yang besar tersebut tidak diikuti oleh konsistensi yang besar. Sehingga proses menggapai mimpi pun terhenti dan mimpi terkubur begitu saja. Inilah yang dingatkan oleh aktor dan pembawa acara Helmy Yahya.
Lelaki kelahiran Ogan Ilir, Sumatera Selatan 60 tahun silam ini mengatakan untuk tidak hanya bermimpi saja. Sebab itu, menurutnya penting untuk memperhatikan beberapa hal agar berhasil mengubah mimpi menjadi kenyataan.
Baca juga : Doa ketika Mimpi Buruk
"Satu, mimpi itu harus punya arah. Mimpi itu harus fokus dan didefinisikan dengan jelas. Dengan mimpi kita jelas, ibarat kita menyetir mobil, dari awal tujuan kita sudah jelas. Kedua, kalau sudah punya mimpi, mimpi itu harus diikuti dengan komitmen. Tanpa komitmen, kita tidak punya sesuatu yang mendorong atau memaksa kita untuk memulai," kata produser keturunan Melayu dan Palembang, Sumatera Selatan tersebut, dalam kanal YouTube Helmy Yahya Bicara, Kamis (23/2).
Lebih lanjut, Helmy menuturkan bahwa kedisiplinan juga penting. Kedisiplinan yang ia maksud ialah untuk berani konsisten memulai untuk menggapai mimpi-mimpi tersebut. Kedisiplinan dibutuhkan untuk menjaga fokus demi mencapai tujuan.
Baca juga : Sabrina Chairunnisa dan Deddy Corbuzier Jalani Puasa Bersama untuk Kali Pertama
"Mimpi mau jadi sarjana di umur sekian, tapi gak dimulai-mulai kuliahnya kan mana mungkin. Mimpi mau kaya tapi tidak pernah mau berusaha dan bekerja, gak mungkin. Mimpi punya tabungan sekian miliar di umur berapa tapi gak pernah nabung, gak pernah investasi, gak mungkin," lanjut pemeran Papa Tita dalam film Eiffel I'm in Love tahun 2003 ini.
Helmy juga menjelaskan bahwa mimpi juga harus punya deadline. Selain berbicara tentang proses menggapai mimpi, Helmy juga mengajak untuk melakukan introspeksi diri. Jangan mudah suka menyalahkan orang lain.
"Kita bertemu orang atau termasuk kita sendiri yang suka ngeluh, kok saya sial terus ya, kok saya apapun yang saya lakukan kayaknya salah di mata orang, kok teman-teman saya begitu sama saya," katanya.
Menurut Helmy, cara terbaik ialah melakukan introspeksi diri akan kejadian tersebut.
"Apabila itu terjadi berhari-hari, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun, introspeksi lah, jangan-jangan kita yang toxic. Sehingga kita ditinggal dan tidak dihargai orang. Kalau kita tidak menghargai orang, orang juga tidak akan menghargai kita," papar Helmy.
Toxic kerap digunakan untuk seseorang atau sebuah hubungan yang dianggap tidak sehat lagi. Dengan mengintrospeksi diri, akan lebih mudah untuk mengenali apa yang terjadi dan menyelesaikan persoalan yang membuat diri bertanya-tanya. (Z-8)