Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kompetensi Manajerial Perawat: Kunci Keberhasilan Transformasi Sistem Kesehatan Menuju Indonesia Emas 2045

Ester Mutiara Indah Silitonga, Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Universitas Indonesia
27/12/2024 14:10
Kompetensi Manajerial Perawat: Kunci Keberhasilan Transformasi Sistem Kesehatan Menuju Indonesia Emas 2045
Ester Mutiara Indah Silitonga, Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Universitas Indonesia(Dok Pribadi)

DALAM rangka mencapai visi Indonesia Emas 2045, Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk mentransformasi sistem kesehatan nasional melalui enam pilar utama yakni layanan primer, layanan rujukan, sistem pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan. 

Rumah Sakit Unit Pelaksana Teknis (UPT) Vertikal menjadi pusat perhatian dalam transformasi layanan rujukan, berfokus pada empat aspek utama: pengalaman pasien, kualitas layanan, penguatan klinis, dan tata kelola rumah sakit. Sesuai Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 dan Permenkes No. 26 Tahun 2022, UPT menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, meliputi rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Transformasi UPT Vertikal diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan rujukan kesehatan masyarakat secara nasional. Namun, tantangan signifikan tetap ada, salah satunya adalah ketimpangan akses layanan. Dari 41 Rumah Sakit UPT Vertikal yang ada, 25 berlokasi di Pulau Jawa, sementara wilayah lainnya hanya memiliki sedikit UPT, seperti Sumatera (5), Bali-Nusa Tenggara (2), Sulawesi (5), serta Maluku dan Papua (1). Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, terutama di daerah terpencil.

Empat Fokus Penguatan Rumah Sakit UPT Vertikal

Berdasarkan Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI dengan Kementerian Kesehatan pada November 2024, empat langkah strategis diperlukan untuk mengoptimalkan peran rumah sakit vertikal, yaitu:

  1. Penguatan ekosistem layanan rujukan, termasuk tata kelola rumah sakit dan produktivitas spesialis.
  2. Pemenuhan SDM kesehatan dan alat kesehatan pendukung yang sesuai standar.
  3. Peningkatan monitoring dan evaluasi layanan untuk menjamin kualitas standar pelayanan.
  4. Penguatan jejaring antarrumah sakit, baik madya maupun utama, serta perhatian pada kesejahteraan tenaga kesehatan.

Keberhasilan implementasi langkah-langkah ini memerlukan kompetensi manajerial yang unggul, terutama di kalangan tenaga kesehatan, termasuk perawat. Perawat tidak hanya harus terampil dalam layanan klinis, tetapi juga memiliki kemampuan manajerial untuk terlibat dalam pengambilan keputusan strategis.

Kompetensi Manajerial Perawat sebagai Pilar Transformasi

Kompetensi manajerial mencakup perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan perilaku untuk menjalankan tugas organisasi secara efektif (Puni & Hilton, 2023). Dalam transformasi Rumah Sakit Vertikal, kompetensi ini menjadi fondasi bagi perawat manajer untuk memimpin tim dalam mencapai visi rumah sakit. 

Penelitian menunjukkan bahwa kompetensi manajerial dan kepemimpinan adaptif pada perawat memiliki korelasi signifikan dengan peningkatan motivasi, loyalitas staf, dan kualitas pelayanan (Abdulmalik & Pangandaman, 2024).

World Health Organization (WHO) melalui Global Strategic Directions for Nursing and Midwifery 2021-2025 menekankan pentingnya penguatan kepemimpinan tenaga keperawatan. Peran ini tidak hanya membantu mengelola tenaga kerja dan menganalisis data, tetapi juga menjadi katalisator peningkatan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan. 

Di Indonesia, regulasi seperti Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Pasal 186 ayat (2) bahkan memberikan peluang bagi perawat untuk menjadi pimpinan rumah sakit, asalkan memiliki kompetensi manajerial yang memadai.

Tantangan dan Kebutuhan Kompetensi Manajerial Perawat

Untuk memenuhi peran strategis ini, perawat manajer harus memiliki kompetensi klinis unggul, kepemimpinan adaptif, serta kemampuan merespons tantangan dalam pelayanan kesehatan. Kepemimpinan adaptif memungkinkan perawat untuk merancang kebijakan yang efektif dan memimpin kolaborasi lintas profesi. Selain itu, kemampuan manajerial juga diperlukan untuk menangani dinamika pelayanan kesehatan yang kompleks.

Regulasi seperti PP No. 28 Tahun 2024 Pasal 705 Ayat (3) menekankan pentingnya pengembangan profesi keperawatan, yang menjadi tanggung jawab Kolegium Keperawatan. Kolegium ini, dipimpin oleh Prof. Dr. Nursalam untuk periode 2024-2028, memiliki lima bidang fungsi utama: evaluasi dan ujian, kurikulum, pengembangan kompetensi, mutu, dan akreditasi. Struktur ini bertujuan untuk memastikan bahwa perawat memiliki keterampilan klinis dan manajerial yang sesuai dengan kebutuhan nasional.

Langkah Strategis Pengembangan Kompetensi Perawat

Untuk mendukung transformasi sistem kesehatan, beberapa langkah strategis diperlukan:

  1. Penguatan kompetensi klinis dan manajerial

    Kolegium Keperawatan bertanggung jawab menyusun standar kompetensi dan kurikulum pelatihan yang mengintegrasikan keterampilan klinis dan manajerial. Hal ini memastikan bahwa perawat dapat mendukung pelayanan kesehatan yang efisien, berkualitas, dan merata di seluruh Indonesia.

  2. Pengembangan kepemimpinan

    Kolegium Keperawatan perlu menyelenggarakan program pelatihan yang mencakup keterampilan teknis, administrasi, dan pengambilan keputusan strategis. Dengan program pengembangan kepemimpinan ini, perawat tidak hanya unggul dalam keterampilan klinis, tetapi juga siap menjadi pemimpin di organisasi kesehatan. 

    Kolegium Keperawatan dapat menyusun program magang atau pendampingan di rumah sakit vertikal atau organisasi kesehatan lainnya untuk membekali perawat dengan pengalaman nyata dalam mengatasi tantangan kesehatan, menerapkan riset, dan menyusun kebijakan berbasis data. Pendekatan ini akan melahirkan pemimpin keperawatan yang tangguh, adaptif, dan siap menghadapi dinamika pelayanan kesehatan di masa depan.

  3. Integrasi kompetensi budaya (cultural competence)

    Pengembangan kapasitas perawat yang mencakup Cultural Competence menjadi kunci untuk menciptakan layanan kesehatan yang inklusif dan berfokus pada kebutuhan pasien. Rumah sakit vertikal dapat menjadi model pelayanan yang adil, merata, dan responsif terhadap keragaman budaya maupun geografis. 

    Dengan langkah ini, perawat akan mampu mengoptimalkan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia, menjadikan rumah sakit vertikal sebagai pilar utama dalam mewujudkan sistem kesehatan nasional yang berkualitas dan inklusif.

Katalisator

Transformasi Rumah Sakit UPT Vertikal memerlukan sinergi antara pengelolaan tata kelola, pemenuhan SDM, dan penguatan kompetensi tenaga kesehatan. Perawat, sebagai tenaga kesehatan strategis, memiliki peluang besar untuk menjadi katalisator perubahan, baik sebagai pelaksana layanan klinis maupun pemimpin di tingkat manajemen. 

Dengan dukungan regulasi dan pengembangan kompetensi yang terarah, perawat dapat berkontribusi optimal dalam menciptakan sistem kesehatan nasional yang merata, inklusif, dan berkualitas. Rumah Sakit UPT Vertikal, sebagai pusat rujukan nasional, menjadi pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya