Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
WALAUPUN Pemilu 2024 baru digelar tiga tahun lagi, wacana pengusungan calon presiden sudah mulai memanas. Beberapa lembaga survei telah merilis elektabilitas tokoh nasional yang mempunyai potensi memimpin Indonesia pasca 2024. Sejumlah nama menteri, petinggi partai politik, dan kepala daerah mewarnai hasil suvei tersebut.
Maraknya pemberitaan terkait bursa calon presiden di media massa mau tidak mau memaksa publik untuk menimbang siapa yang layak menggantikan Presiden Joko Widodo. Sementara di sisi lain, masyarakat masih terus dihantui dengan wabah covid-19.
Di tengah lonjakan kasus positif buntut dari mudik Lebaran beberapa waktu lalu, persoalan yang kemudian muncul ialah kepatutan para tokoh maupun partai politik mempersiapkan diri untuk 2024. Kepala daerah yang berambisi nyapres, misalnya. Alih-alih berjibaku menangani pandemi covid-19 di daerah masing-masing, mereka justru terkesan menyibukkan diri untuk mendongkrak elektabilitas.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor menilai kepatutan kepala daerah menjadi barang yang kurang diperhatikan saat ini. Menurutnya, kepala daerah yang memainkan pandemi sebagai isu politik menunjukkan suatu kegusaran tersendiri. "Kalau itu tidak digunakan, mereka akan merasa left behind. Ini kan menjadi sangat amoral menurut saya. Jadi memang kepatutan politik menjadi sangat mahal," katanya kepada Media Indonesia, Rabu (9/6).
Dalam hal ini, Firman menyayangkan adanya kekuatan yang berada di balik tiap tokoh untuk menggerakkan elektabilitas. Saat kepala daerah dihadapkan pada momen krusial untuk melayani masyarakat, lanjutnya, 'penggerak' tersebut justru mulai hingar bingar mengambil langkah yang dianggap lebih terdepan dibanding lawan politiknya.
Terlalu dini
Pengapitalisasian pandemi sebagai strategi politik sendiri sebenarnya masih tergolong wajar jika kepala daerah tidak kebablasan mengelolanya. Firman berpendapat hal ini bisa dilakukan kepala daerah dengan menghindari bentuk promosi yang gamblang. Terlebih, kepala daerah memang memiliki tanggung jawab menangani pandemi. "Kalau terkesan jadi satu promosi dari bentuk wacana yang kemudian dikembangkan, saya kira itu yang tidak patut. Ini kan yang dimanfaatkan tim susksenya, yang sudah mulai bergerak juga untuk menaikan citra," jelasnya.
Menurut Firman, kebijaksanaan kepala daerah yang berambisi untuk nyapres bisa diejawantahkan dengan pernyataan tegas. Misalnya, pernyataan bahwa kinerja mereka menangani pandemi tidak perlu dikaitkan dengan pencapresan itu sendiri. Hal tersebut justru dinilai akan lebih atraktif dan menarik simpati lebih dari masyarakat. "Masalahnya kembali ke pribadi masing-masing, mampu enggak mereka mengendalikan dan timnya tidak menjadikan momen ini untuk kepentingan pribadi? Tapi kan masalahnya orang butuh lampu sorot," ujar Firman.
Lagi pula, ia juga menyebut upaya untuk mendongkrak elektabilitas saat ini masih terlalu dini. Firman menyarankan agar kepala daerah untuk mencari momen yang lebih berharga. Kalau pun ingin mengambil momentum, masih ada cara lain yang lebih elegan untuk dilakukan. "Sebenarnya sekarang menulis aja, bikin buku, tulisan-tulisan yang sifatnya berisi pandangan tentang Indonesia ke depan. Itu kan relatif mencerahkan, kita lebih tahu sisi dia, apa yang menjadi mimpi dia. Setidaknya punya legacy, daripada aksi-aksi kosong," pungkasnya.
Tunjukkan prestasi dulu
Sementara itu, anggota Dewan Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan elektabilitas kepala daerah akan meningkat dengan sendirinya apabila mereka mampu menunjukkan kinerja dan prestasi dalam mengendalikan pandemi di daerahnya masing-masing. "Kalau ia bekerja sungguh-sungguh, sudah pasti popularitas dan elektabilitas akan menyertai," ujarnya.
Ia menilai wajar jika kepala daerah menggunakan jabatannya sebagai kawah candradimuka sebelum melanggeng ke tingkat nasional. Namun, Titi mengingatkan kinerja kepala daerah terkait penanganan covid-19 tidak disalahgunakan untuk kepentingan politis dan popularitas personal. Ia percaya pandemi menjadi hal yang strategis untuk menentukan naik turunnya elektabilitas kepala daerah.
”Apabila kinerjanya benar-benar mampu dirasakan dan terukur dengan baik di mata publik,e ia akan lebih mudah untuk mendapatkan dukungan bagi pencalonannya di pilpres. Apalagi atensi semua pihak saat ini terfokus pada penanganan pandemi,” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Utut Adianto. Ia mengimbau seluruh pihak yang ingin maju dalam kontestasi Pilpres 2024 untuk berfokus menyelesaikan tugasnya saat ini. "Saran saya semua konsentrasi kepada pekerjaan masing-masing. Kalau pekerjaan masing-masing baik, otomatis seperti itu," katanya belum lama ini.
Bagi Utut, kinerja baik yang dilakukan kepala daerah maupun menteri yang berambisi nyapres akan menuntun mereka menjadi kandidat berikutnya. "Pekerjaan kamu apa, konsentrasi. Gubernur ya konsentrasi gubernur. (Misalnya) pekerjaan saya menko, konsentrasi sebagai menko," tandasnya. (P-3)
GPMP menargetkan puluhan juta suara untuk pasangan calon nomor urut 1 Anies Baawedan-Muhaimin Iskandar (Amin) pada Pemilu 2024.
Para politisi sudah seharusnya punya tanggung jawab untuk membereskan pandemi covid-19 dulu. Apalagi hingga hari ini terjadi kenaikan eksponensial.
DI tengah penanganan pandemi covid-19 yang belum juga usai, pemberitaan di media massa sudah ramai dengan isu terkait dengan utak-atik calon presiden (capres) yang bakal maju di Pemilu 2024.
Sayangnya, ada sejumlah pihak yang sudah tidak sabar dan bernafsu untuk meraih jabatan dan kekuasaan dengan intrik-intrik politik yang begitu mudah dibaca masyarakat.
Nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming masuk dalam 6 besar calon presiden dengan elektabilitas tertinggi di angka 2,7%.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini terpilih untuk memimpin tiga mesin relawan Aamin, yaitu Baleamin, Pro Amin dan Maktab.
Keputusan MK yang membuat Gibran bisa maju sebagai cawapres telah menodai semangat dan cita-cita reformasi 1998
Kabupaten Cianjur merupakan daerah kedua di Jawa Barat setelah Bekasi yang sudah membentuk Kami Gibran.
Tidak ada komitmen dari para calon presiden untuk membatalkan Undang Undang Cipta Kerja.
Bawaslu memperluas pemeriksaan terhadap 14 anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Garut karena dugaan tidak netral dalam pemilu 2024.
Acara itu juga merupakan ajang silaturahmi, kajian dan konsolidasi, yang bakal dihadiri sekitar 200 ulama dan tokoh masyarakat Jawa Barat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved