Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Antara Ambisi Nyapres dan Pandemi

Tri Subarkah
12/6/2021 00:05
Antara Ambisi Nyapres dan Pandemi
Ilustrasi Capres(Dok. 123RF)

WALAUPUN Pemilu 2024 baru digelar tiga tahun lagi, wacana pengusungan calon presiden sudah mulai memanas. Beberapa lembaga survei telah merilis elektabilitas tokoh nasional yang mempunyai potensi memimpin Indonesia pasca 2024. Sejumlah nama menteri, petinggi partai politik, dan kepala daerah mewarnai hasil suvei tersebut.

Maraknya pemberitaan terkait bursa calon presiden di media massa mau tidak mau memaksa publik untuk menimbang siapa yang layak menggantikan Presiden Joko Widodo. Sementara di sisi lain, masyarakat masih terus dihantui dengan wabah covid-19.

Di tengah lonjakan kasus positif buntut dari mudik Lebaran beberapa waktu lalu, persoalan yang kemudian muncul ialah kepatutan para tokoh maupun partai politik mempersiapkan diri untuk 2024. Kepala daerah yang berambisi nyapres, misalnya. Alih-alih berjibaku menangani pandemi covid-19 di daerah masing-masing, mereka justru terkesan menyibukkan diri untuk mendongkrak elektabilitas.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor menilai kepatutan kepala daerah menjadi barang yang kurang diperhatikan saat ini. Menurutnya, kepala daerah yang memainkan pandemi sebagai isu politik menunjukkan suatu kegusaran tersendiri. "Kalau itu tidak digunakan, mereka akan merasa left behind. Ini kan menjadi sangat amoral menurut saya. Jadi memang kepatutan politik menjadi sangat mahal," katanya kepada Media Indonesia, Rabu (9/6).

Dalam hal ini, Firman menyayangkan adanya kekuatan yang berada di balik tiap tokoh untuk menggerakkan elektabilitas. Saat kepala daerah dihadapkan pada momen krusial untuk melayani masyarakat, lanjutnya, 'penggerak' tersebut justru mulai hingar bingar mengambil langkah yang dianggap lebih terdepan dibanding lawan politiknya.

 

Terlalu dini

Pengapitalisasian pandemi sebagai strategi politik sendiri sebenarnya masih tergolong wajar jika kepala daerah tidak kebablasan mengelolanya. Firman berpendapat hal ini bisa dilakukan kepala daerah dengan menghindari bentuk promosi yang gamblang. Terlebih, kepala daerah memang memiliki tanggung jawab menangani pandemi. "Kalau terkesan jadi satu promosi dari bentuk wacana yang kemudian dikembangkan, saya kira itu yang tidak patut. Ini kan yang dimanfaatkan tim susksenya, yang sudah mulai bergerak juga untuk menaikan citra," jelasnya.

Menurut Firman, kebijaksanaan kepala daerah yang berambisi untuk nyapres bisa diejawantahkan dengan pernyataan tegas. Misalnya, pernyataan bahwa kinerja mereka menangani pandemi tidak perlu dikaitkan dengan pencapresan itu sendiri. Hal tersebut justru dinilai akan lebih atraktif dan menarik simpati lebih dari masyarakat. "Masalahnya kembali ke pribadi masing-masing, mampu enggak mereka mengendalikan dan timnya tidak menjadikan momen ini untuk kepentingan pribadi? Tapi kan masalahnya orang butuh lampu sorot," ujar Firman.

Lagi pula, ia juga menyebut upaya untuk mendongkrak elektabilitas saat ini masih terlalu dini. Firman menyarankan agar kepala daerah untuk mencari momen yang lebih berharga. Kalau pun ingin mengambil momentum, masih ada cara lain yang lebih elegan untuk dilakukan. "Sebenarnya sekarang menulis aja, bikin buku, tulisan-tulisan yang sifatnya berisi pandangan tentang Indonesia ke depan. Itu kan relatif mencerahkan, kita lebih tahu sisi dia, apa yang menjadi mimpi dia. Setidaknya punya legacy, daripada aksi-aksi kosong," pungkasnya.

 

Tunjukkan prestasi dulu

Sementara itu, anggota Dewan Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan elektabilitas kepala daerah akan meningkat dengan sendirinya apabila mereka mampu menunjukkan kinerja dan prestasi dalam mengendalikan pandemi di daerahnya masing-masing. "Kalau ia bekerja sungguh-sungguh, sudah pasti popularitas dan elektabilitas akan menyertai," ujarnya.

Ia menilai wajar jika kepala daerah menggunakan jabatannya sebagai kawah candradimuka sebelum melanggeng ke tingkat nasional. Namun, Titi mengingatkan kinerja kepala daerah terkait penanganan covid-19 tidak disalahgunakan untuk kepentingan politis dan popularitas personal. Ia percaya pandemi menjadi hal yang strategis untuk menentukan naik turunnya elektabilitas kepala daerah. 

”Apabila kinerjanya benar-benar mampu dirasakan dan terukur dengan baik di mata publik,e ia akan lebih mudah untuk mendapatkan dukungan bagi pencalonannya di pilpres. Apalagi atensi semua pihak saat ini terfokus pada penanganan pandemi,” pungkasnya. 

Hal senada juga disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Utut Adianto. Ia mengimbau seluruh pihak yang ingin maju dalam kontestasi Pilpres 2024 untuk berfokus menyelesaikan tugasnya saat ini. "Saran saya semua konsentrasi kepada pekerjaan masing-masing. Kalau pekerjaan masing-masing baik, otomatis seperti itu," katanya belum lama ini.

Bagi Utut, kinerja baik yang dilakukan kepala daerah maupun menteri yang berambisi nyapres akan menuntun mereka menjadi kandidat berikutnya. "Pekerjaan kamu apa, konsentrasi. Gubernur ya konsentrasi gubernur. (Misalnya) pekerjaan saya menko, konsentrasi sebagai menko," tandasnya. (P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya