Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Sandiaga Uno Ajak Anak Muda Daftarkan Ide untuk Lindungi Karya Intelektual

Media Indonesia
26/7/2025 21:02
Sandiaga Uno Ajak Anak Muda Daftarkan Ide untuk Lindungi Karya Intelektual
Ilustrasi(Dok Ist)

PERLINDUNGAN hak atas kekayaan kntelektual (Haki) bukan hanya soal hukum tetapi juga untuk menjaga daya saing, membangun ekosistem, membangun legasi dan membuka peluang investasi.

"Karena itu, buku yang ditulis Arimansyah ini mengingatkan kita bahwa merek yang belum digunakan pun punya nilai strategis jika dipelihara dan dilindungi," kata Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno dalam acara bedah buku berjudul Hukum Pelindungan Merek Terkenal Pada Barang/Jasa Yang Tidak Digunakan (Non-Use) Perspektif Kepastian Hukum dan Keadilan Dalam Kerangka Hukum Nasional karya pakar hukum merek Arimansyah, secara virtual, Jumat (25/7).

Karena itu, lanjut Sandiaga, pihaknya mengajak anak muda, kreator dan pelaku usaha untuk mendaftarkan ide, melindungi karya dan mengembangkan kekayaan intelektual menjadi modal masa depan.

Pakar hukum merek Arimansyah mengatakan pengaturan pelindungan merek non-use di Indonesia masih terdapat kesenjangan dan ketidaksesuaian antara ideal dan realitas.

"Undang-Undang Merek 20 Tahun 2016 dan aturan pelaksananya belum sepenuhnya mengakomodasi rumusan Pasal 16 ayat (3) ketentuan TRIPs dalam memberikan perlindungan hukum kepada merek terkenal untuk barang atau jasa tidak sejenis, ketika penggunaan merek lain yang menyerupai merek terkenal dimaksud dapat menimbulkan kesan keterkaitan dengan produsen dari merek terkenal dan merugikan kepentingan pemegang merek terkenal tersebut," kata Arimansyah.

Ia menambahkan urgensi dibutuhkannya pengaturan yang ideal tentang perlindungan merek terkenal pada barang atau jasa yang tidak digunakan dapat dipandang dari sisi substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.

Dari sisi substansi hukum, lanjut Arimansyah, dapat dilihat masih adanya pengaturan yang belum komperhensif terkait persyaratan tertentu dalam memberikan perlindungan pada merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis. 

"Sehingga berdampak secara langsung terhadap struktur hukum yaitu pihak-pihak yang menjalankan aturan hukum itu sendiri di antaranya pemeriksa merek dan hakim-hakim pemutus perkara merek yang banyak memberikan keputusan secara tidak konsisten berdasarkan subjektifitasnya masing-masing karena aturannya sendiri yang belum jelas," ucapnya.

"Dari segi budaya hukum, kecenderungan masyarakat Indonesia menginginkan sesuatu yang instan sehingga dapat kita lihat motif itikad buruk dalam penggunaan merek baik dalam bentuk passing off, trademark squatting ataupun dilusi merek masih sering kita temui di Indonesia," katanya.

Sebagai solusi, Arimansyah memberikan masukan terkait konsep pengaturan yang ideal terhadap perlindungan merek terkenal pada barang atau jasa yang tidak digunakan dengan memberikan kriteria khusus dan batasan tertentu yang diterapkan terhadap merek terkenal untuk dapat memperoleh perlindungan pada barang dan/atau jasa yang tidak digunakan (non-use).

Ketua Komisi Banding Merek Kementerian Hukum Prof OK Saidin mengatakan sejalan dengan pemikiran Arimansyah dalam bukunya, memang perlindungan merek terkenal pada jenis barang atau jasa yang tidak digunakan oleh merek terkenal perlu dibuat kriteria secara khusus, yaitu terbatas pada merek-merek yang berasal dari coined or invented words atau merek yang berasal dari kata yang diciptakannya sendiri oleh pemiliknya dan tidak mengandung arti apapun.

"Sehingga tidak menjadi penghalang bagi pihak lain yang beriktikad baik untuk menggunakan merek yang menyerupai dengan merek terkenal pada barang atau jasa yang tidak saling terkait dengan barang atau jasa yang digunakan oleh merek terkenal," ucap Saidin.

CEO Indonesia Airlines Iskandar Ismail menambahkan perlindungan merek sangat penting diperhatikan dalam menjalankan kegiatan usaha, dan memang aturan hukum perlindungan merek yang ada saat ini masih sangat lemah.

"Prinsip first to file dalam hukum merek yang diterapkan di Indonesia kerap dimanfaatkan banyak orang untuk mendaftarkan merek milik pihak lain dan kemudian menjualnya kepada pemilik sebenarnya," pungkas Iskandar. (H-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya