Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Soal Beras Oplosan, Perpadi: Itu karena Pasokan dan Harga tidak Ideal

Naufal Zuhdi
16/7/2025 16:42
Soal Beras Oplosan, Perpadi: Itu karena Pasokan dan Harga tidak Ideal
Ilustrasi(Antara)

Pernyataan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mengungkap temuan 212 merek beras diduga melakukan pengoplosan dan pelanggaran mutu, memantik perhatian publik. Merespons hal itu, pengurus Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi), Tommy Gunawan, mengaku prihatin dengan narasi yang berkembang, namun juga mendorong agar pemerintah bersikap lebih adil dan objektif dalam menilai persoalan.

“Kalau benar ada 212 merek yang melakukan oplosan, tentu itu temuan yang harus disikapi serius. Namun, kita juga harus jujur, bahwa yang namanya oplosan itu muncul bukan semata karena niat curang, melainkan juga karena tekanan harga pasar dan kondisi pasokan yang tak ideal. Saat harga beras mahal dan stok langka, pengusaha dihadapkan pada dilema, bertahan atau kolaps,” ujar Tommy pada Rabu (16/7).

Tommy menilai, pernyataan Menteri Pertanian yang langsung menyebut jumlah merek dan menyimpulkan terjadinya pelanggaran standar mutu perlu ditinjau kembali secara lebih komprehensif. Ia menilai bahwa penyebab dari keragaman mutu beras tidak bisa dilihat sebagai kesengajaan untuk mengoplos, tetapi harus ditelusuri dari sumber awalnya.

“Pak Menteri bilang ini ‘oplosan’, tapi seharusnya kita bedakan antara pelanggaran niat dan pelanggaran akibat sistem. Di penggilingan, kami menerima padi dari berbagai daerah dan jenis. Petani di Sumatera saja menanam lebih dari sepuluh jenis bibit. Di Jawa, beda lagi. Jadi kalau hasil beras tak seragam, itu bukan serta-merta bentuk manipulasi,” jelasnya.

Di sisi lain, Tommy sangat menyayangkan jika publik langsung menggeneralisasi temuan tersebut sebagai bentuk penipuan oleh pelaku penggilingan. Sebaliknya, ia justru mengungkapkan bahwa selama ini penggilingan padi banyak berada dalam posisi sulit, yaitu ditekan oleh harga, bergantung pada pasokan dari tengkulak, dan dibatasi oleh regulasi yang kerap berubah-ubah.

“Dalam kondisi kelangkaan, pabrik terpaksa menerima gabah dari mana saja. Kalau ada lima jenis gabah yang datang sekaligus ke pabrik, maka hasilnya pasti beragam. Bukan karena niat buruk, tapi karena sistem distribusi kita memang belum tertata,” ungkap Tommy.

Tommy mendorong Menteri Pertanian untuk melihat peran tengkulak dalam rantai pasok beras nasional. Menurutnya, para tengkulak inilah yang memegang kendali penting atas kualitas dan sumber pasokan gabah yang masuk ke penggilingan. Namun sayang, dirinya menilai bahwa posisi tengkulak selama ini nyaris tidak pernah masuk dalam evaluasi kebijakan pangan nasional.

“Kalau pemerintah serius ingin benahi mutu beras, jangan berhenti di pabrik. Tengkulak harus ikut disorot. Mereka yang mengatur jalur gabah dari petani ke penggilingan. Tanpa kontrol di titik itu, hasil akhirnya tetap tak bisa dijamin,” katanya.

Oleh karenanya, Tommy meminta pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, untuk tidak membangun narasi yang menyudutkan industri penggilingan padi secara sepihak. Ia berharap ada pendekatan yang lebih kolaboratif, dengan melibatkan semua pelaku—dari petani, tengkulak, penggilingan, hingga pengemasan, untuk merumuskan solusi bersama.

“Kami di industri penggilingan bukan musuh negara. Kami bagian dari solusi ketahanan pangan. Kalau ada pelanggaran, tentu harus ditindak. Tapi jangan sampai semuanya disamaratakan tanpa melihat kompleksitas realitas di lapangan,” pungkas Tommy. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya