Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Anggota Komisi VIII DPR Temukan Fakta Kendala Pencairan Bansos akibat Maladministrasi

Akmal Fauzi
06/7/2025 19:04
Anggota Komisi VIII DPR Temukan Fakta Kendala Pencairan Bansos akibat Maladministrasi
Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina(Dok. DPR RI)

ANGGOTA Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, mengungkapkan masih banyak penerima bantuan sosial (bansos) yang mengalami kesulitan dalam mencairkan dana karena persoalan maladministrasi.

“Kejadian ini telah ada sejak 2018, bahkan pada 2023 ada 16 ribu penerima yang bermasalah. Bukan karena judol, melainkan ketidaksesuaian antara DTSEN atau KK KTP dengan KYC (Know Your Customer) di perbankan,” kata Selly, Minggu (6/7).

Temuan ini didapat Selly saat bertemu langsung dengan warga penerima bansos di Cirebon dan Indramayu, saat melakukan kunjungan kerja di Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII.

Salah satu kasus yang disorot adalah milik seorang penerima bernama Darsinih. Dalam KTP dan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), namanya tertulis “Darsinih”. Namun, dalam sistem KYC perbankan, tercatat sebagai “Darsini” tanpa huruf “H”. Meski nomor induk kependudukan (NIK), alamat, dan data orang tuanya sama, perbedaan nama ini membuat ia tidak bisa mencairkan bantuan.

"Tentunya berakibat pada terakumulasinya bantuan sosial. Ketidaksesuaian data ini sering terjadi ketika perpaduan data dilaksanakan antara lembaga, baik antara DTSEN dan adminduk, maupun dengan KYC perbankan,” ujar Selly.

Ia menambahkan, meski para pekerja sosial telah berupaya mengadvokasi persoalan ini, penyaluran bantuan tetap tidak bisa dilakukan jika masalah data belum terselesaikan.

Oleh karena itu, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Cirebon itu meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyelidiki dan merinci masalah tersebut sehingga dapat diketahui pihak yang diuntungkan atau dirugikan karena malaadministrasi.

“Berapa tahun uang itu mengendap di perbankan, adakah pembiaran, apakah ada indikasi pembiaran laporan dari petugas lapangan, dan seterusnya,” kata dia.

Selly juga menyoroti munculnya stigma negatif terhadap penerima bansos yang belakangan dikaitkan dengan praktik judi online.

Sebelumnya, PPATK dan Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan bahwa lebih dari 10 juta penerima bansos dengan total nilai Rp2 triliun diduga terafiliasi dengan judi online atau menggunakan rekening bansos untuk bermain judol.

Sebagai komitmen Ketua DPR RI Puan Maharani yang menegaskan membantu masyarakat kecil, Selly yang merupakan anggota Fraksi PDI Perjuangan meminta Kemensos dan PPATK segera membuka data lebih jauh. Dengan demikian, menurut dia, langkah itu tidak akan memberikan stigma negatif kepada penerima yang notabene adalah masyarakat prasejahtera.

Selly menilai pernyataan yang dilontarkan Kemensos dan PPATK tanpa data yang lebih lanjut menimbulkan framing negatif kepada penerima bansos. Sejalan dengan itu, ia menyarankan PPATK untuk menganalisis atau mengaudit endapan uang bansos di perbankan.

"Kecenderungan ini yang kemudian bisa kita analisis. Apakah SPM (surat perintah membayar) antara perbankan berbeda atau memang ada agenda setting lain yang mengarah pada tindakan pidana,” kata dia. (Ant/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya