Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Dirjen Bea Cukai Diminta Berlakukan Moratorium Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

Despian Nurhidayat
16/6/2025 17:51
Dirjen Bea Cukai Diminta Berlakukan Moratorium Kenaikan Cukai Hasil Tembakau
Ilustrasi(Antara)

Pemerintah didesak untuk memberlakukan moratorium kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan. Usulan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas industri hasil tembakau (IHT) sekaligus melindungi jutaan pelaku usaha kecil, petani, dan buruh yang menggantungkan hidup pada sektor ini.

Momentum ini dinilai tepat seiring dengan penunjukan Letjen Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang baru. Ia diharapkan mampu menyeimbangkan mandat fiskal dengan prinsip keadilan sosial, termasuk mempertimbangkan kontribusi ekonomi sektor IHT terhadap penerimaan negara.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, menyatakan dukungan penuh terhadap usulan moratorium tersebut. Ia menilai kebijakan ini sangat dibutuhkan untuk memberi ruang napas bagi seluruh ekosistem pertembakauan, mulai dari petani hingga pelaku industri kecil.

“Sangat bagus usulan moratorium itu untuk Dirjen Bea Cukai baru,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Senin (16/6). 

Agus menyoroti bahwa dalam lima tahun terakhir, kenaikan tarif CHT tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat yang justru menurun. Akibatnya, permintaan tembakau dari industri menurun drastis.

Lebih jauh, ia menyoroti bahwa kenaikan tarif CHT yang agresif juga telah menyuburkan pasar rokok ilegal. Ia berharap Dirjen Bea Cukai yang baru dapat mengambil langkah tegas untuk menertibkan peredaran rokok ilegal yang semakin masif.

“Apalagi sekarang ini pemerintah belum mampu menjaga rokok ilegal. Kalau kita mau jujur, di pasaran peredaran rokok legal dan ilegal hampir 50:50,” ucapnya.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada, AB Widyanta, turut menyoroti dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan kenaikan cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya menekan industri, tetapi juga menciptakan ruang bagi maraknya rokok ilegal yang justru merugikan negara.

"Kontraksi, di mana sebetulnya itu juga munculnya rokok-rokok ilegal, itu sangat terasa. Yang ujungnya justru kontraproduktif dengan target pemerintah untuk pendapatan cukai,” katanya.

Widyanta menilai pentingnya pemerintah menyusun peta jalan kebijakan CHT yang lebih terukur dan adil. “Bagus kalau misalnya itu ditentukan target tiga tahun ke depan,” jawabnya.

Ia juga menekankan perlunya pendekatan multisektoral dalam perumusan kebijakan CHT, termasuk melibatkan petani dan buruh tembakau dalam proses pengambilan keputusan. “Libatkan mereka untuk mengkalkulasi, menakar dimensi-dimensi berbagai sektor secara berimbang, sehingga tetap ada proteksi terhadap para petani tembakau dan buruh-buruh di pabrik industri tembakau,” jelas Widyanta.

Lebih dari sekadar angka fiskal, Widyanta menegaskan bahwa kebijakan cukai harus mempertimbangkan aspek kesejahteraan sosial. Ia mendorong Dirjen Bea Cukai yang baru untuk melihat persoalan CHT secara menyeluruh dan holistik.

“Ada banyak warga negara kita yang hidup dari IHT, maka mestilah kita memproteksi apa yang menjadi penghidupan warga negara itu. Kalau Pak Djaka bisa sampai kepada perhitungannya menyeluruh holistik seperti itu, saya kira kita akan menjadi bangsa yang berdaulat dengan menata-kelola potensi-potensi sumber yang kita punya,” pungkasnya. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya