Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Luhut Pastikan Pemerintah Revisi Angka Kemiskinan Nasional

Insi Nantika Jelita
12/6/2025 22:31
Luhut Pastikan Pemerintah Revisi Angka Kemiskinan Nasional
Ilustrasi(Antara)

Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pemerintah akan merevisi data angka kemiskinan nasional. Langkah ini dilakukan sebagai penyesuaian terhadap standar garis kemiskinan terbaru yang dirilis Bank Dunia dalam dokumen June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP).

“Secara menyeluruh hal ini sedang dikaji. Badan Pusat Statistik (BPS) juga sudah berdiskusi dengan kami terkait hal ini,” ujar Luhut di Jakarta, Kamis (12/6).

Dia menegaskan revisi ini bukan menandakan kondisi ekonomi memburuk, melainkan bagian dari proses penyesuaian data agar lebih akurat dan relevan dengan standar global. 

“Saya kira laporannya juga sudah kami siapkan untuk disampaikan kepada presiden. Tidak ada yang aneh, ini memang harus dilakukan,” tegasnya.

Proses revisi ini sedang dikerjakan oleh Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Prof. Arief Anshory Yusuf, dan akan dibahas dalam rapat bersama. Luhut menambahkan, jika Presiden Prabowo Subianto menyetujui, maka angka kemiskinan yang baru akan diumumkan ke publik dan akan lebih mencerminkan kondisi riil masyarakat. 

“Jadi, kita tidak perlu kaget-kaget. Kita harap jika presiden setuju, angka-angka ini bisa segera keluar (diumumkan). Dengan begitu bisa mencerminkan angka sebenarnya," jelasnya.

Bank Dunia telah resmi memperbarui standar garis kemiskinan global, mengganti acuan Purchasing Power Parity (PPP) 2017 menjadi PPP 2021. Pergantian terjadi merata di tiga garis kemiskinan. Kemiskinan ekstrem naik dari US$2,15 menjadi US$3,00 (sekitar Rp48.784) per kapita per hari. Lalu, negara berpendapatan menengah bawah (Lower Middle-Income Countries/LMIC) dari US$3,65 menjadi US$4,20 per kapita per hari.
 
Kemudian, negara berpendapatan menengah atas (Upper Middle-Income Countries/UMIC) dari US$6,85 menjadi US$8,30 per kapita per hari.

“Penerapan PPP 2021 menyebabkan perlunya revisi terhadap garis kemiskinan global,” demikian pernyataan Bank Dunia dalam laporan resminya pada Rabu, 11 Juni 2025.

Dengan standar baru untuk negara berpendapatan menengah atas (US$8,30 per kapita per hari), persentase penduduk miskin di Indonesia diperkirakan mencapai 68,25% dari total populasi tahun 2024. Dengan kata lain, jika populasi Indonesia pada 2024 mencapai 285,1 juta jiwa, maka jumlah penduduk yang dikategorikan miskin berdasarkan standar baru ini mencapai sekitar 194,58 juta orang. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya