Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
EKONOM sekaligus Associate Faculty dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto berpandangan keputusan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 5,5% akan disambut positif sektor perbankan dan sektor riil. Keputusan tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk membuka ruang ekspansi kredit yang lebih luas.
Namun, Ryan menekankan langkah moneter yang taktis dan cermat dari BI ini harus diperkuat dengan kebijakan fiskal yang efektif dan bersifat counter-cyclical atau propertumbuhan.
"Keputusan penurunan suku bunga bertujuan agar perbankan lebih agresif menyalurkan kredit. Namun, sisi permintaan kredit dari dunia usaha juga perlu didorong melalui dukungan kebijakan fiskal yang efektif," ujar Ryan kepada Media Indonesia, Rabu (21/5).
Dia menambahkan kebijakan fiskal yang efektif dengan memiliki daya serap tinggi, baik di tingkat pusat (K/L) maupun daerah. Dalam hal ini, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) harus difungsikan secara optimal.
"Hal ini sebagai stimulan ekonomi dan penyangga (shock absorber) terhadap pelemahan ekonomi," ucapnya.
Ryan menegaskan, dasar pertimbangan BI yang menurunkan BI rate dianggap relevan dengan kondisi terkini. Pertama, selaras dengan ekspektasi inflasi tahun 2025 dan 2026 yang diperkirakan tetap rendah dan berada dalam kisaran sasaran 2,5±1%. Kedua, untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Ketiga, sebagai respons terhadap tekanan eksternal yang masih membayangi, termasuk dampak kebijakan tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump.
Secara umum langkah moneter BI pun dinilai tepat sasaran. Kebijakan juga diperkuat dengan pendekatan makroprudensial yang akomodatif untuk mendukung aktivitas sektor riil. Dengan demikian, pelaku usaha sebagai sisi permintaan (demand side) diharapkan lebih terdorong untuk mengakses fasilitas kredit, terlebih di tengah kelonggaran moneter dan fleksibilitas likuiditas perbankan. (Ins/E-1)
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
Menurutnya, perbankan juga perlu menyesuaikan struktur biaya dana, termasuk dana pihak ketiga dan bunga kredit, agar penyaluran kredit semakin efektif.
DALAM Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa-Rabu, 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,5%.
Bulan ini, Mei 2025, jadi waktu yang tepat bagi Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate). Pasalnya, nilai tukar rupiah mulai stabil.
Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) pada Rabu (7/5) waktu setempat, memutuskan mempertahankan suku bunga acuan (fed fund rate/FFR) tetap di level 4,25-4,50%.
Mengutip Hasil Survei Perbankan BI, pada jenis kredit konsumsi di triwulan II 2024, penyaluran KPR/KPA diprediksi masih menjadi prioritas utama.
Bank Jago juga membukukan laba bersih setelah pajak (net profit after tax) sebesar Rp60 miliar per akhir Maret 2025 atau tumbuh 178% dari akhir Maret 2024 sebesar Rp22 miliar.
Keberpihakan BRI dalam mendukung UMKM tercermin dari porsi penyaluran kredit yang didominasi oleh segmen UMKM, mencapai 81,97% dari total kredit atau senilai Rp1.110,37 triliun.
OJK memproyeksikan kredit perbankan tumbuh sebesar 9%-11% di 2025, didorong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang diprediksi berada di kisaran 6%-8%.
Secara umum risiko kredit perbankan masih tetap terjaga yang ditunjukkan melalui rasio non-performing loan (NPL) di kisaran 2% pada 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved