Perang Dagang Dimulai, Ekonom Sebut Indonesia Juga Terdampak

M Ilham Ramadhan Avisena
05/3/2025 18:11
Perang Dagang Dimulai, Ekonom Sebut Indonesia Juga Terdampak
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengecam tarif impor yang diberlakukan Donald Trump terhadap Kanada, menyebutnya sebagai tindakan yang sangat bodoh.(Media Sosial X )

PEMBERLAKUAN tarif dagang tinggi oleh Amerika Serikat kepada Tiongkok, Meksiko, dan Kanada yang mulai berlaku pada 4 Maret 2025 menandai babak baru perang dagang.

Negeri Paman Sam menetapkan tarif atas barang-barang Tiongkok dinaikkan dari 10% menjadi 20%. AS juga memberlakukan tarif 25% untuk semua impor dari Meksiko dan Kanada, sementara produk energi dari Kanada dikenakan tarif 10%.

AS juga diketahui akan menerapkan tarif 25% terhadap impor dari Uni Eropa, namun tanggal efektifnya belum dikonfirmasi.  

Negara lain telah merespons dengan tarif balasan yang juga berlaku pada 4 Maret 2025. Kanada membalas dengan tarif 25% terhadap barang impor dari AS senilai US$30 miliar, sebagai bagian dari rencana yang lebih luas untuk mengenakan tarif pada total barang senilai US$155 miliar.

Lalu Tiongkok akan menerapkan tambahan tarif 15% terhadap produk pertanian AS, serta bea tambahan 10% pada produk pertanian dan susu lainnya yang mulai berlaku pada 10 Maret 2025.

Sementara Meksiko akan mengumumkan rincian tarif balasan terhadap barang-barang AS, termasuk besaran tarif dan produk yang menjadi sasaran pada 9 Maret 2025.

Perang dagang itu juga berdampak pada negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, dampak itu akan amat terasa di pasar keuangan.

"Seiring investor beralih ke aset safe haven seperti USD, volatilitas meningkat tajam. Rupiah melemah 1,5% (ytd), sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 7,7% (ytd), dengan arus keluar investor asing mencapai Rp21,4 triliun," ujarnya melalui keterangannya, Rabu (5/3).

Namun di saat yang sama, Indonesia berpotensi mendapat manfaat dari pergeseran perdagangan antar negara. Pada 2024, ekspor Indonesia ke AS didominasi oleh produk elektronik, pakaian, dan alas kaki, dengan total nilai US$42,5 miliar.

"Ini membuka peluang untuk meningkatkan ekspor produk-produk tersebut lebih lanjut," tutur Asmoro.

Kendati begitu, dukungan dari pemerintah juga tetap diperlukan, utamanya untuk meredam dampak tarif AS. Indonesia dinilai perlu menerapkan kebijakan diversifikasi pasar dengan memperluas perdagangan ke negara lain.

Pemerintah, kata Asmoro, juga dapat memberikan insentif pajak dan subsidi, serta menjaga stabilitas nilai tukar melalui kebijakan moneter yang adaptif. "Peningkatan hilirisasi industri juga penting untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan meningkatkan daya saing produk Indonesia," terangnya.

Selain itu, dalam pertemuan bilateral dengan AS, pemerintah dapat menegosiasikan pengecualian tarif untuk produk ekspor utama Indonesia dan memperbarui program Generalized System of Preferences (GSP) agar tetap mendapatkan akses preferensial ke pasar AS.

"Dengan pendekatan terintegrasi yang mencakup kebijakan perdagangan, stabilitas ekonomi, dan diplomasi strategis, Indonesia dapat memanfaatkan peluang dari perang dagang ini dan mempertahankan pertumbuhan ekonominya," kata Asmoro. (Mir/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya