Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto yang menjanjikan kejutan atau gebrakan, utamanya dalam mencapai pertumbuhan ekonomi di angka 8% diapresiasi. Namun upaya itu akan jauh lebih baik jika Kepala Negara mampu memperkuat soliditas para pembantunya lebih dulu.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, penguatan soliditas para menteri diperlukan agar kebijakan yang bakal diterapkan dapat berjalan dengan efektif.
"Sebelum membahas gebrakannya atau langkah yang bukan business as usual, tentu yang perlu dibenahi berdasarkan bagaimana perkembangan saat sekarang, dalam 100 hari pemerintahan ini, berarti memperkuat dulu dari sisi soliditas tim. Terutama salah satunya tim ekonomi," kata dia saat dihubungi, Jumat (17/1).
Selain memperkuat soliditas para pembantunya, Kepala Negara juga diminta untuk cermat dan mengkalkulasi dampak kebijakan yang akan dikeluarkan, baik itu positif maupun negatif. Jangan sampai, apa yang disebut sebagai kejutan justru memberikan efek samping buruk.
Contoh paling nyata, kata Faisal, ialah implementasi sistem inti perpajakan (core tax system) yang saat ini justru berpotensi menimbulkan persoalan. Kesiapan implementasi dan hal-hal teknis yang mendetail perlu untuk diperhatikan agar ekspektasi dari kebijakan dapat terealisasi.
"Sistem juga harus dibangun secara bagus sebelum diimplementasikan. Karena ada risiko kesalahan dalam implementasi kalau sistem masih belum benar. Sama halnya dengan LNSW, investasi, detailnya itu sering kali banyak kelemahan, sehingga Indonesia masih termasuk negara yang lambat dalam memproses izin investasi," jelas Faisal.
"Jadi hal-hal seperti itu yang perlu diperhatikan sebelum memberikan kejutan besar atau gebrakan yang dikatakan akan dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," tambahnya.
Lebih lanjut, Faisal enggan berandai-andai akan seperti apa kejutan yang bakal dikeluarkan oleh pemerintah dalam waktu dekat ini. Yang ia sepakati ialah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di level tinggi, pemerintah memang tak bisa bekerja dengan cara-cara biasa (business as usual).
"Saya tidak mau berandai-andai, kita lihat saja kejutannya nanti apa. Karena kita berkeyakinan memang tidak bisa business as usual, apalagi targetnya tinggi. Jadi itu yang mesti kita tunggu apa gebrakannya," pungkasnya. (Mir/M-3)
Data ekonomi yang disampaikan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan realita di lapangan.
KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai target pertumbuhan ekonomi 5,4% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% pada RAPBN 2026 akan sangat berat dicapai jika tak diiringi dorongan besar.
Terbukti memberikan resiliensi perekonomian nasional, stimulus akan dilanjutkan pemerintah di semester II 2025.
APINDO dorong penguatan UMKM melalui program AUM, DSC, dan kerja sama pentahelix untuk meningkatkan daya saing usaha lokal di tengah tantangan global.
OBSESI untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi 8% agar Indonesia keluar dari middle income trap (MIT) masih terasa berat.
Salah satu faktor utama pelambatan ekonomi dunia ialah kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.
Pemerintah perlu melakukan transformasi ekonomi dari berbasis komoditas menjadi lebih berbasis manufaktur untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.
Untuk mendorong investasi masuk ke Indonesia, pemerintah telah menawarkan berbagai macam program, satunya adalah Super Tax Deduction hingga 300% untuk research and development (R&D).
Dominasi koalisi di parlemen dinilai berpotensi mengurangi efektivitas pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.
Berdasarkan data dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Indonesia mengalami gejala de-industrialisasi dini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved