Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Efek Penurunan BI Rate ke 5,75 Persen, Kredit Meningkat, Properti dan UMKM Diuntungkan

Insi Nantika Jelita
15/1/2025 16:34
Efek Penurunan BI Rate ke 5,75 Persen, Kredit Meningkat, Properti dan UMKM Diuntungkan
Penurunan BI rate(Antara)

GUBERNUR Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan bahwa penurunan suku bunga acuan akan mendorong bank lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa-Rabu, 14-15 Januari 2025, diputuskan memangkas BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%.

"Dengan penurunan BI Rate, tentu saja akan mendorong penyaluran kredit," ujarnya dalam konferensi pers RDG Januari di Kantor BI, Jakarta, Rabu (15/1).

Perry menyebut bahwa dengan penurunan BI Rate, perbankan akan lebih memilih menyalurkan kredit daripada menempatkan dananya di instrumen pemerintah seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Peran kredit atau pembiayaan diperkirakan tetap kuat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan kredit pada 2024 mencapai 10,39% secara tahunan (year-on-year/yoy), berada dalam kisaran perkiraan BI 10–12%.

"Suku bunga kalau turun, tentu saja bank lama-lama akan memilih menyalurkan kredit daripada di SBN maupun SRBI," ungkap Perry.

Kebijakan makroprudensial longgar juga akan terus ditempuh BI untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.

"Penurunan suku bunga ditujukan agar operasi moneter bersifat ekspansif dan menambah likuiditas," kata Gubernur BI.

Dalam catatan BI, pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh terjaganya minat penyaluran kredit perbankan, berlanjutnya realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, tersedianya dukungan pendanaan dari pertumbuhan DPK, serta dampak Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) kepada bank-bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan di berbagai sektor.

Hingga minggu kedua Januari 2025, Bank Indonesia telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp295 triliun, meningkat sebesar Rp36 triliun dari Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024.

"Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja usaha korporasi yang terjaga di tengah konsumsi rumah tangga yang terbatas," jelasnya.

Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 8,35% year-on-year (yoy), 13,62% (yoy), dan 10,61% (yoy). Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 9,87% (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh 3,37% (yoy).

"Ke depan, pertumbuhan kredit diperkirakan meningkat dalam kisaran sasaran 11–13% pada 2025 sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap baik dan dukungan kebijakan makroprudensial Bank Indonesia," pungkas Perry.

Dihubungi terpisah, pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo berpandangan bahwa penurunan suku bunga mendorong pertumbuhan ekonomi domestik dengan menurunkan biaya pinjaman, meningkatkan konsumsi, investasi, dan kredit perbankan.

"Sektor properti, otomotif, dan UMKM menjadi penerima manfaat langsung," imbuhnya.

Penurunan BI Rate ke 5,75%, lanjutnya, merupakan langkah strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Langkah ini dianggap memberikan stimulus moneter dengan menurunkan biaya pinjaman sehingga meningkatkan daya beli masyarakat dan investasi.

Namun, di satu sisi, kebijakan ini juga mengandung risiko, terutama dalam konteks nilai tukar rupiah yang sedang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Penurunan suku bunga dapat mengurangi daya tarik aset berbasis rupiah, sehingga potensi arus keluar modal asing (capital outflow) bisa meningkat," jelasnya.

Dengan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS, risiko tekanan inflasi impor akan meningkat. Apalagi, kata Arianto, prospek penguatan dolar AS pasca pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS bakal berlanjut, didorong oleh ekspektasi kebijakan fiskal ekspansif di AS.

"Hal ini dapat memperbesar tekanan terhadap rupiah. Bank Indonesia perlu terus menjaga keseimbangan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai tukar melalui intervensi pasar dan penguatan cadangan devisa," tutupnya. (Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya