Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mendulang Nilai Tambah dan Menuju Ekonomi Hijau dengan Hilirisasi Tembaga

Media Indonesia
30/12/2024 11:27
Mendulang Nilai Tambah dan Menuju Ekonomi Hijau dengan Hilirisasi Tembaga
Tumpukan katoda tembaga dipajang di sela Peresmian Produksi Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Smelter PTFI, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Senin (23/9/2024). Pabrik smelter dengan nilai investasi sebesar Rp56 triliun tersebut akan m(ANTARA/Rizal Hanafi)

INDONESIA memiliki potensi besar di sektor tembaga melalui hilirisasi. Hilirisasi menghasilkan dua manfaat signifikan yakni manfaat ekonomi serta mendukung langkah Indonesia berperan aktif dalam menerapkan teknologi rendah karbon di era transisi energi global. Indonesia berada di jalur yang tepat untuk memperkuat posisi sebagai pusat industri tembaga dunia.

Menurut laporan terbaru dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia telah berkembang pesat. Indonesia memiliki cadangan tembaga sebanyak 24.000 ton atau 3% dari total cadangan dunia sehingga berada di peringkat ke-10 global dan menjadi produsen tembaga terbesar di Asia Tenggara. Tren global menuju energi bersih dan teknologi hijau, seperti kendaraan listrik, panel surya, dan turbin angin, memberikan momentum strategis bagi Indonesia untuk memperkuat industri ini.

“Hilirisasi tembaga memberikan nilai tambah luar biasa. Pengolahan dari bijih menjadi konsentrat dapat meningkatkan nilai dua kali lipat, sedangkan produk akhir seperti kabel listrik mampu mencapai peningkatan hingga 71 kali lipat,” jelas Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, dalam kajian berjudul “Laporan Akhir Kajian Kebijakan untuk Optimalisasi Pelaksanaan Industrialisasi dalam Hilirisasi Industri Strategis Tembaga.”

“Proses ini tidak hanya meningkatkan nilai ekspor, tetapi juga membuka ratusan ribu lapangan kerja dan memberikan kontribusi besar pada GDP nasional,” tambahnya.

Potensi Ekonomi dan Keberlanjutan

Kebutuhan global terhadap tembaga terus meningkat dengan proyeksi pertumbuhan 14% per tahun hingga 2035. Industri kendaraan listrik menjadi pendorong utama permintaan ini. Selain itu, pengembangan energi terbarukan dan digitalisasi infrastruktur memperkuat peran tembaga sebagai logam strategis.

Berdasarkan data dari Kementerian Investasi, hilirisasi tembaga telah menciptakan 253.583 lapangan kerja dengan nilai ekspor mencapai 282 juta USD. Proyeksi hingga 2045 menunjukkan potensi dampak ekonomi yang luar biasa, dengan investasi senilai 16 miliar USD yang dapat memperkuat daya saing nasional dan menjadikan Indonesia sebagai produsen utama kabel listrik dan komponen kendaraan listrik.

Namun, dalam industri tembaga Indonesia harus bersaing dengan negara-negara produsen utama tembaga seperti Chile, Peru, dan Australia yang memiliki keunggulan dari sisi skala produksi dan teknologi. Posisi Indonesia dalam rantai nilai global masih cenderung dominan di sektor hulu, sementara sektor hilir yang memiliki nilai tambah tinggi masih tertinggal.

"Tantangan lain adalah kebutuhan investasi besar untuk mengembangkan industri hilir. Pembangunan smelter baru dan infrastruktur pengolahan yang memadai membutuhkan investasi yang signifikan. Meskipun investasi asing cukup tinggi, dengan Penanaman Modal Asing (PMA) menyumbang 66,8% pada 2023, investasi domestik masih terbatas," jelas Esther.

Selain itu, terdapat risiko oversupply di pasar global. Jika kapasitas produksi tembaga tidak seimbang dengan permintaan, kelebihan pasokan dapat menekan harga produk olahan tembaga, yang berpotensi mengurangi profitabilitas industri. Dalam hal ini, strategi diversifikasi produk dan pengembangan pasar domestik menjadi sangat penting.

Langkah strategis hilirisasi tembaga tidak hanya berorientasi pada manfaat ekonomi, tetapi juga keberlanjutan. Dengan kebijakan proaktif, insentif fiskal, dan reformasi perizinan berbasis risiko, Indonesia mampu menarik investasi strategis dan memperkuat posisinya dalam rantai pasok teknologi hijau dunia.

Esther menyebut Indonesia memiliki momentum yang tak tergantikan untuk menjadi pemain utama dalam industri tembaga global. Dengan dukungan kebijakan yang progresif dan inovasi teknologi, ia menilai Indonesia dapat mengubah potensi ini menjadi realitas yang membawa manfaat besar bagi bangsa dan dunia.

"Dengan visi besar dan langkah nyata, Indonesia sedang membangun masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Hilirisasi tembaga bukan hanya strategi ekonomi, tetapi juga kontribusi penting dalam menghadapi tantangan global dan memperkuat martabat bangsa di panggung internasional," ujar Esther.

Laporan INDEF menunjukkan bahwa keberhasilan hilirisasi tembaga di Indonesia tidak lepas dari terbentuknya ekosistem industri yang terintegrasi. Implementasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menjadi fondasi penting dalam membangun rantai pasok yang kuat antara sektor hulu dan hilir. Smelter tembaga, seperti yang dioperasikan PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, memainkan peran vital dalam mendukung hilirisasi. 

Esther menilai, dengan kapasitas pengolahan 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun, smelter ini menghasilkan 600.000 ton katoda tembaga, menjadikannya salah satu fasilitas terbesar di dunia.

Tidak hanya itu, fasilitas pemurnian logam mulia di bawah PT Amman Mineral Internasional Tbk di Kabupaten Sumbawa Barat juga memperkuat posisi Indonesia dalam rantai nilai global. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, memuji langkah ini sebagai upaya nyata dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan negara. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya