Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ANGGOTA Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kamrussamad menyiratkan bahwa rencana penaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tahun depan tetap berjalan. Pasalnya, sejauh ini tak ada gelagat dari pemerintah untuk membahas mengenai penundaan meski para wakil rakyat akan memasuki masa reses.
"Belum ada pembicaraan formal dan kita sudah mulai reses minggu depan," kata dia kepada pewarta saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (3/12).
Kamrussamad menuturkan, pemerintah bisa menggunakan kewenangan mengubah tarif, seperti yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (3) Undang Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang menyebutkan pemerintah dapat mengubah tarif PPN minimal 5% dan maksimal 15%.
Jika opsi itu yang diambil, semestinya pegambil kebijakan telah melakukan konsultasi dengan Komisi XI dengan menjabarkan argumen maupun asumsi yang telah diperhitungkan. Komisi Keuangan, kata Kamrussamad, juga akan mempertanyakan jika pemerintah memilih untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) mengenai tarif PPN.
"Apa keadaan genting yang memaksa sehingga perlu Perppu? Tidak ada sejauh ini pembicaraan ke sana dengan kami," kata dia.
Dari catatannya, penaikan PPN juga tak serta merta menggembosi daya beli masyarakat seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Sebab, hampir 50% pengeluaran masyarakat digunakan untuk membeli makanan yang notabene dibebaskan dari PPN.
Karenanya, menurut Kamrussamad, penaikan tarif PPN menjadi 12% tak akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat. Penundaan juga dinilai irelevan lantaran hitungan penerimaan pajak pada APBN 2025 telah menggunakan hitungan tarif PPN 12%.
Dikhawatirkan jika tarif PPN tak naik, penerimaan pajak akan mengalami kekurangan (short fall) dan APBN tak bisa mendukung program-program pemerintah. "Kita tahu ada program quick win (milik pemerintah). Kemarin juga pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan untuk buruh, guru, dan itu semua kan sumbernya dari APBN. Mau tidak mau harus memperkuat pendapatan negara," pungkasnya. (J-3)
Penaikan ini tidak sepadan dengan dampaknya, mulai dari semakin lemahnya daya beli masyarakat, potensi inflasi, hingga meningkatnya kesenjangan ekonomi.
RENCANA pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 dikhawatirkan akan memicu pengurangan tenaga kerja
DPR RI berharap pembahasan mengenai Rancangan Undang Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dapat segera dilakukan bersama pemerintah.
MENTERI Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani telah memutuskan ru Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12% per 1 Januari 2025.
PENAIKAN PPN menjadi 12% dinilai dilakukan pada momentum yang kurang tepat. Itu karena dalam beberapa waktu terakhir terjadi penurunan konsumsi, alias daya beli masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved