Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Hapus Kredit Macet UMKM, Ini yang Harus Dilakukan Bank BUMN

Naufal Zuhdi
01/12/2024 02:38
Hapus Kredit Macet UMKM, Ini yang Harus Dilakukan Bank BUMN
Ilustrasi pelaku UMKM(ANTARA/Ari Bowo Sucipto)

PERATURAN Pemerintah (PP) No 47/2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu kebijakan pemerintah yang disambut positif oleh masyarakat, khususnya kalangan UMKM. PP tersebut sudah berlaku sejak 5 November 2024.

"Sesuai Pasal 19 PP tersebut, diberikan waktu pelaksanaan selama enam bulan terhitung sejak diberlakukannya PP ini, sehingga bank BUMN harus segera mengimplementasikan PP yang dimaksud agar sejalan dengan kebijakan dari pemerintahan Presiden Prabowo dalam rangka pemberdayaan UMKM di Indonesia," kata praktisi hukum yang juga bankir, Hendra Febri dalam keterangannya, Jumat (29/11).

Ia menyampaikan, beberapa hal yang harus menjadi perhatian bagi bank BUMN dalam melaksanakan penghapusan kredit macet sesuai PP Nomor 47 Tahun 2024. Pertama, piutang macet yang dapat dilakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan adalah piutang macet pada bank dan/atau lembaga keuangan non-bank (LKNB) BUMN. Kedua, terdapat dua rangkaian proses yang dapat dilaksanakan yaitu penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet.

"Ketiga, dalam mekanisme penghapusbukuan, atas piutang macet tersebut telah dilakukan upaya restrukturisasi dan penagihan secara optimal. Sehingga bank dan/atau LKNB BUMN terlebih dahulu harus dapat membuktikan telah melakukan proses restrukturisasi kredit serta penagihan pada debitur UMKM yang dimaksud," ungkapnya.

Keempat, sambung dia, dalam mekanisme penghapustagihan, berlaku beberapa kriteria yaitu nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500 juta per debitur, telah dihapusbukukan minimal 5 (lima) tahun, bukan merupakan kredit yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit, dan tidak terdapat agunan kredit atau terdapat agunan kredit namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau agunan sudah habis terjual namun kewajiban debitur masih belum terbayarkan seluruhnya.

"Kelima, bank dan/atau LKNB BUMN harus melakukan dokumentasi dan pencatatan dengan baik mengenai proses penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan tersebut," bebernya.

Keenam, lanjutnya, dokumentasi dan pencatatan tersebut harus disimpan minimal selama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal dilakukannya penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan. Ketujuh, bank dan/atau LKNB melakukan pemutakhiran data debitur UMKM tersebut yang dikategorikan sebagai kredit lunas sesuai kebijakan pemerintah pada SLIK OJK.

"Kedelapan, bank dan/atau LKNB BUMN harus menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut kepada Menteri BUMN. Terakhir, kerugian atas penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan tersebut bukan merupakan kerugian keuangan negara sepanjang dapat dibuktikan tindakan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku, serta GCG dan anggaran dasar perusahaan," ujarnya.

Ia menyampaikan, kebijakan itu tentunya akan disambut baik oleh masyarakat, khususnya UMKM. Di sisi lain, ia juga mengingatkan agar bank dan/atau LKNB BUMN tetap berhati-hati dalam melaksanakan PP tersebut karena hal itu menyangkut keuangan negara yang harus dilakukan melalui tata kelola dengan baik, itikad baik, sejalan dengan peraturan perundang-undangan dan good corporate governance. (E-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya