Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha fintech peer to peer lending (P2P) atau pinjaman online (pinjol) PT Investree Radika Jaya (Investree). Hal ini sesuai dengan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024, mencabut izin usaha PT Investree Radika Jaya yang beralamat di AIA Central Lantai 21, Jalan Jend. Sudirman Kav. 48A, RT05/RW04, Karet Semanggi, Jakarta Selatan, Indonesia 12930.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M Ismail Riyadi menjelaskan pencabutan izin usaha Investree dilakukan karena perusahaan itu melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
"Serta, kinerja yang memburuk yang mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat," jelasnya dalam keterangan resmi, Selasa (22/10).
Investree diketahui terlibat masalah gagal bayar sehingga belum bisa mengembalikan dana para lender atau pemberi pinjaman. Sebelum dilakukan pencabutan izin usaha, OJK telah mengambil tindakan tegas. Pada 13 Januari 2024, OJK memberikan sanksi administratif ke Investree karena melanggar ketentuan penyaluran pinjaman. Besarnya tingkat risiko kredit macet secara agregat atau rasio tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) Investree mencapai 16,44% pada 1 Februari lalu. Angka ini menunjukkan tingkat kelalaian penyelesaian kewajiban di atas ambang batas TWP90 yang ditetapkan tidak lebih dari 5%.
OJK pun telah meminta pengurus dan pemegang saham Investree untuk melakukan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum, mendapatkan strategi investor yang kredibel, dan upaya perbaikan kinerja. Namun, hingga batas waktu yang telah ditentukan, pengurus dan pemegang saham tidak mampu memenuhi ketentuan dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Sehingga Investree dikenakan sanksi pencabutan izin usaha sesuai ketentuan yang berlaku," imbuh Ismail.
Selanjutnya, dengan dicabutnya izin usaha tersebut, Investree diwajibkan untuk menghentikan seluruh kegiatan usahanya sebagai LPBBTI, kecuali kewajiban perpajakan. Lalu, melarang pemegang saham, pengurus, pegawai, dan/atau pihak terelasi Investree untuk mengalihkan, menjaminkan, menggunakan, mengaburkan pencatatan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi atau menurunkan nilai aset/kekayaan perusahaan.
"Investree juga diminta menyelesaikan hak karyawan sesuai ketentuan di bidang ketenagakerjaan dan menyelesaikan hak dan kewajiban kepada pemberi pinjaman, peminjam dan pihak lain," tegas Ismail.
Tindakan tegas OJK lainnya terhadap pihak yang dinilai melanggar ketentuan perundang-undangan yang terkait permasalahan dan kegagalan Investree, antara lain melakukan Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) kepada Eks CEO Investree, Adrian Asharyanto Gunadi dengan hasil tidak lulus dan dikenakan sanksi maksimal berupa larangan menjadi pihak utama dan/atau menjadi pemegang saham di lembaga jasa keuangan. Hasil PKPU tersebut, kata Ismail, tidak menghapuskan tanggung jawab dan dugaan tindak pidana yang bersangkutan atas tindakan pengurusan Investree.
Kemudian, melakukan proses penegakan hukum terkait dengan dugaan tindakan pidana sektor kasa keuangan bersama dengan aparat penegak hukum (APH) untuk selanjutnya diproses hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. OJK juga melakukan pemblokiran rekening perbankan Adrian Asharyanto Gunadi dan pihak-pihak lainnya sesuai perundang-undangan, serta melakukan penelusuran aset (asset tracing) Adrian Asharyanto Gunadi dan pihak-pihak lainnya pada lembaga jasa keuangan untuk selanjutnya dilakukan pemblokiran.
"Mengupayakan untuk mengembalikan Adrian Asharyanto Gunadi ke dalam negeri sesuai ketentuanperundang-undangan bekerja sama dengan aparat penegak hukum," pungkas Ismail. (Z-11)
Kajian Core Indonesia menunjukkan, pemanfaatan fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) didominasi untuk keperluan usaha.
OJK mencatat adanya peningkatan dalam penyaluran pinjaman melalui layanan fintech peer-to-peer lending (P2P lending) atau pinjaman online (pinjol), serta skema pembiayaan buy now pay later
WAKIL Bupati Dharmasraya, Leli Arni, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait maraknya praktik rentenir berkedok koperasi simpan pinjam di wilayahnya.
OJK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Eko Yunianto menyebut pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending (pinjaman online) pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp1,148 triliun tumbuh 20,97%
RupiahCepat telah melakukan investigasi dan evaluasi menyeluruh sebagai bagian dari upaya perbaikan ke depan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan penetapan batas maksimum bunga di platform pinjaman online (pinjol) untuk melindungi masyarakat.
OJK telah mengendus potensi penyimpangan atau fraud dalam transaksi surat kredit ekspor (letter of credit/LC) PT Bank Woori Saudara sejak 2023.
Industri aset digital Indonesia berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai aset diversifikasi investasi.
OJK juga mencatat nilai kapitalisasi pasar juga menunjukkan tren positif dengan kenaikan 6,11% secara month to date menjadi Rp12.420 triliun, atau meningkat 0,69% secara year to date.
OJK telah meminta perbankan untuk melakukan pemblokiran terhadap 17 ribu rekening yang terindikasi aktivitas judi online (judol).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved