Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Mengejar Pertumbuhan Ekonomi Tinggi dan Inklusif

M Ilham Ramadhan Avisena
20/10/2024 05:40
Mengejar Pertumbuhan Ekonomi Tinggi dan Inklusif
Pelaku usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melakukan siaran langsung penjualan daring atau live streaming di bilik khusus di Kantor Pos Indonesia, Malang, Jawa Timur, Selasa (15/10).(ANTARA/ARI BOWO SUCIPTO)

PEMERINTAHAN baru di bawah Presiden Prabowo Subianto telah menargetkan pencapaian pertumbuhan ekonomi di angka 8%. Itu setidaknya mesti terjadi dalam satu tahun dari lima tahun masa pemerintahan baru ke depan.

Adapun secara rerata, pemerintahan baru menginginkan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun ke depan berkisar di angka 6% hingga 7%. Pencapaian target itu dinilai penting. Meski dalam 10 tahun terakhir ekonomi nasional menunjukkan ketahanannya, angka pertumbuhan di kisaran 5% dinilai masih bisa lebih dioptimalkan.

“Saya selalu katakan pertumbuhan ekonomi kita stagnan di 5%. Itu sudah bagus, tapi belum cukup. Makanya, kami ketika kampanye targetkan 6%-7%. (Angka) 8% itu bukan rata-rata, salah satu di dalam tahun itu 8%, rata-ratanya 6%-7%,” ujar ekonom senior sekaligus anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo.

Salah satu upaya yang bakal dilakukan oleh pemerintahan baru untuk mencapai target tersebut ialah melalui optimalisasi teknologi digital. Indonesia disebut memiliki peluang yang cukup menjanjikan dari pemanfaatan digitalisasi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, memperkirakan nilai transaksi ekonomi digital Indonesia akan meningkat hingga US$220 miliar sampai US$360 miliar pada 2030, berdasarkan data East Ventures Digital Competitiveness Index 2023.

Selain itu, data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 2022 menunjukkan bahwa 40% dari total transaksi ekonomi digital di ASEAN berasal dari Indonesia, atau sekitar US$77 miliar.

Tim ekonomi presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Laode Masihu, mengatakan pemanfaatan ekonomi digital merupakan peluang bagi pemerintahan baru untuk bisa mencapai angka pertumbuhan ekonomi tinggi.

Itu menurutnya juga sejalan dengan bonus demografi yang dimiliki Indonesia, yakni kaum muda yang erat dengan pemanfaatan teknologi digital. “Generasi emas ini adalah generasi Z, jadi yang harus dioptimalkan ialah literasi IT, harus dilakukan training. Kemudian literasi digital dan kompetensi digital karena sekarang ini bergeser skill-nya,” kata Laode.

Kehadiran digitalisasi juga memberikan opsi baru bagi Indonesia untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi. Sebab, imbuh Laode, sejauh ini belum ada kebaruan pada struktur dan gerak perekonomian dalam negeri.

 

Industrialisasi

Selain memanfaatkan sektor digital, pemerintah baru juga disebut akan mengandalkan industrialisasi. Hal itu dikonfirmasi oleh Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Amalia Adininggar Widyasanti.

"Untuk 20 tahun ke depan kita harus tumbuh tinggi, rerata 6% dalam 20 tahun ke depan. Artinya, untuk bisa mendorong produktivitas, peningkatan total factor productivity, peningkatan pertumbuhan ekonomi potensial, maka salah satu yang berpeluang besar untuk meningkatkan itu ialah industrialisasi," ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (16/10), bertajuk Urgensi Industrialisasi untuk Mencapai Pertumbuhan 8%.

Industrialisasi, kata Amalia, menjadi penting lantaran itu merupakan jangkar dan tulang punggung bagi perekonomian Indonesia dalam jangka menengah panjang. Melalui penghidupan industri, produktivitas ekonomi dalam negeri dapat bergeliat.

Di samping itu, industrialisasi juga memiliki dampak terusan yang besar bagi sektor-sektor ekonomi lain. Di saat yang sama, menghidupi geliat industri juga akan mendorong penciptaan lapangan kerja secara luas.

Lapangan kerja yang tercipta dari industrialisasi disebut lebih berkualitas lantaran masuk kategori penyerapan tenaga kerja formal. "Karena memang kita tidak mau informal ini terus berada di dalam perekonomian kita. Kita mau, 59% dari tenaga kerja kita bekerja sebagai pekerja informal," tutur Amalia.

"Itu menyebabkan produktivitas perekonomian rendah. Kita harus bisa mengalihkan dari mana sektor yang informal ini untuk bekerja ke sektor formal sehingga lebih produktif dan berkualitas," tambahnya.

Setidaknya, agar ekonomi Indonesia bisa tumbuh tinggi, maka pertumbuhan di sektor industri pengolahan harus bisa mendekati 30% dari produk domestik bruto (PDB). Itu diakui tak mudah lantaran kontribusi industri manufaktur terus turun dalam dua dekade terakhir menjadi di kisaran 18% terhadap PDB. (J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya