Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mempertahankan Batu Bara Dinilai Tingkatkan Risiko Kerugian Ekonomi di ASEAN

Ihfa Firdausya
26/6/2024 15:25
Mempertahankan Batu Bara Dinilai Tingkatkan Risiko Kerugian Ekonomi di ASEAN
Kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat.(Dok. Antara)

NEGARA anggota ASEAN dinilai perlu untuk mulai merencanakan berpindah dari energi fosil, khususnya batu bara. ASEAN disebut memiliki potensi energi baru terbarukan sekitar 17 terawatt (TW). Hal itu dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan energi jika dikembangkan secara konsisten.

Namun, laporan terbaru ASEAN Centre for Energy (ACE) on the Role of Coal yang dirilis pada Mei 2024 malah merekomendasikan untuk tetap mempertahankan batu bara sebagai salah satu sumber energi yang penting dengan penggunaan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).

Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang mempertahankan PLTU batu bara akan membuat negara anggota ASEAN dalam siklus jebakan karbon (carbon lock-in) dalam jangka panjang dan menyulitkan transisi energi ke energi bersih.

Baca juga : Emiten Minyak Bumi bakal Panen Raya Sampai 2024

Berdasarkan kajian-kajian terbaru, teknologi CCS/CCUS tidak dipandang sebagai teknologi yang andal dan berbiaya murah untuk menekan emisi karbon dari PLTU. Pengalaman sejumlah proyek di berbagai negara menunjukan penggunaan CCS/CCUS di PLTU tidak efektif menangkap karbon, berbiaya tinggi dan berisiko tinggi secara finansial.

“Merekomendasikan teknologi ini, semata-mata untuk mempertahankan operasi PLTU dan melanggengkan ketergantungan sejumlah negara ASEAN untuk mengimpor batu bara merupakan saran yang tidak bijak kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam keterangannya, Rabu (26/6).

Implikasinya, lanjut dia, adalah terhambatnya akselerasi energi terbarukan yang lebih murah, terjangkau, dan rendah risiko untuk menurunkan emisi karbon dalam rangka mencegah kenaikan temperatur di atas 1,5°C.

Baca juga : IEA: Lonjakan Permintaan Batu Bara Hanya Bertahan Hingga 2025

Tidak hanya itu, Fabby mengatakan keinginan untuk mempertahankan PLTU batubara justru bertentangan dengan pandangan lebih dari 60% warga di negara-negara ASEAN yang menolak pembangunan PLTU baru dan menginginkan untuk pengakhiran secara bertahap (phase out) PLTU. Hal itu berdasarkan sesuai survei ISEAS pada 2022.

“Temuan dari First Global Stocktake mendorong komunitas global untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dan meningkatkan tiga kali lipat energi terbarukan pada tahun 2030. Memperlengkapi PLTU batubara dengan CCS/CCUS hingga saat ini belum terbukti signifikan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca,” jelas Fabby

Jika ASEAN tetap bergantung batu bara, katanya, hal itu jelas akan menimbulkan keraguan terhadap komitmen kepemimpinan ASEAN dalam mitigasi perubahan iklim.

Baca juga : Brunei Darussalam dan Laos Bergabung dalam Konektivitas Pembayaran ASEAN

Koordinator Proyek Diplomasi Iklim Arief Rosadi menyatakan, pengembangan energi terbarukan di kawasan ASEAN lebih bermanfaat bagi perekonomian. Mengacu studi IESR, Asia Tenggara merupakan eksportir modul panel surya dengan kapasitas 64 GW pada tahun 2023. Vietnam, Malaysia, dan Thailand memproduksi sekitar 11% pasokan global.

Peningkatan permintaan PLTS di Asia Tenggara untuk mendukung transisi energi bersih dapat memberikan kesempatan berkembangnya manufaktur rantai pasok sel dan modul surya di Indonesia untuk memasok permintaan di kawasan ini.

“Tren permintaan terhadap modul PLTS di kawasan Asia Tenggara semakin meningkat. Momentum tersebut dapat dimanfaatkan oleh negara ASEAN untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai pusat rantai pasok PLTS (solar hub) regional dengan mempertimbangkan keunggulan ekonomi masing-masing negara,” kata Arief.

Menurutnya, pemanfaatan potensi dan proses kolaboratif tersebut pada akhirnya akan mendorong pengembangan industri transisi energi di kawasan. Selain itu dapat berkontribusi terhadap penguatan fondasi ekonomi ASEAN untuk mewujudkan pusat pertumbuhan (epicentrum of growth) dunia.

(Z-9)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya