Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Pelemahan Rupiah Rugikan Dunia Usaha

M. Ilham Ramadhan Avisena
21/6/2024 16:44
Pelemahan Rupiah Rugikan Dunia Usaha
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta(MI/Usman Iskandar)

KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai depresiasi rupiah yang terjadi melemahkan produktivitas dan daya saing industri. Pasalnya, itu dapat menambah beban operasi usaha serta menekan pertumbuhan penjualan pasar.

"Kombinasi dari dampak ini mengakibatkan kinerja usaha menurun, serta menghambat investasi dan perluasan usaha dalam jangka pendek," ujarnya saat dihubungi, Jumat (21/6).

Shinta mengatakan, sektor manufaktur padat karya yang berorientasi ekspor seperti tekstil dan garmen paling terdampak dalam situasi rupiah yang terdepresiasi. Pasalnya, industri di sektor itu telah lebih dulu tertekan karena penurunan market share pasar domestik dan penurunan daya saing ekspor besar.

Baca juga : Apindo: Permintaan Ekspor Industri Sepatu, Karet, Elektronik Anjlok

Sektor usaha yang memiliki ketergantungan pada kebutuhan impor bahan baku seperti otomotif, industri elektronik, farmasi/alat kesehatan, dan logistik juga mengalami tekanan imbas melemahnya rupiah.

"Bila depresiasi Rupiah dan inflasi kebutuhan pokok berlanjut, industri manufaktur nasional berorientasi domestik akan menghadapi penurunan produktivitas dan kesulitan mempertahankan tenaga kerja," kata Shinta.

Dia tak menampik, jika kondisi tersebut berlarut, maka harga produk di level konsumen akan meningkat, utamanya produk yang materialnya berasal dari impor. Dampak lainnya ialah terbukanya keran pemutusan hubungan kerja (PHK) pada industri terdampak pelemahan rupiah.

Baca juga : Geliatkan Industri, Indonesia Ekspor Baja Ke Amerika

Meski diakui tak akan berlangsung secara masif, Shinta menilai itu cukup menggambarkan kerentanan dunia usaha atas pelemahan rupiah saat ini. "Ini menegaskan pentingnya stabilitas nilai tukar untuk mencegah peningkatan beban usaha yang berlebihan dan mengurangi risiko PHK yang lebih besar," jelasnya.

Dia menyadari pemerintah memiliki ruang terbatas untuk mengatasi pelemahan rupiah. Namun dalam jangka pendek, pengambil kebijakan moneter dapat mengoptimalisasi intervensi pasar keuangan melalui instrumen yang ada seperti SVBI, SUVBI, SBBI, insentif penempatan DHE, kampanye penggunaan mata uang lokal, hingga peningkatan fasilitas currency swap dengan mitra dagang penting.

Karenanya, pemangku kepentingan didorong untuk meningkatkan dukungan melalui stimulus kebijakan guna mengerek kinerja ekspor dan investasi. Menurut Shinta, kebijakan intervensi pasar keuangan semata tidak akan cukup efektif menciptakan stabilitas nilai rupiah.

Baca juga : Menperin Minta Menkeu Konsisten antara Pernyataan dan Kebijakan Terkait Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Pemerintah harus fokus menciptakan stimulus peningkatan produktivitas real untuk penerimaan valas yang lebih besar melalui peningkatan kinerja ekspor dan investasi asing langsung.

Pengambil kebijakan seharusnya menggencarkan reformasi struktural untuk meningkatkan efisiensi beban usaha universal agar kenaikan biaya operasional bisa dikompensasi dengan efisiensi di sisi beban usaha lain.

Kemudian perbaikan implementasi lapangan kebijakan reformasi struktural eksisting, seperti penyederhanaan perizinan usaha, simplifikasi dan efisiensi birokrasi investasi. "Terakhir, peningkatan fasilitas ekspor melalui akses dan affordability pembiayaan ekspor, kemudahan impor bahan baku untuk industri ekspor, dan pembinaan standar ekspor," pungkas Shinta. (Mir/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya