Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
UPAYA mendorong economic engine atau penggerak ekonomi di tiap kota di Indonesia juga diharapkan menuntaskan angka kekurangan rumah (backlog) nasional. Adapun, saat ini angka backlog nasional mencapai 12,7 juta unit, diprediksi bertambah sekitar 700 ribu unit tiap tahun berdasarkan jumlah penambahan keluarga baru.
“Tetapi itu tidak cukup tanpa didukung perbaikan regulasi dan pembenahan sistem pembiayaan perumahan khususnya untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan di bawah MBR yang selama ini kesulitan mengakses kredit pemilikan rumah (KPR) seperti kelompok informal (non fix income),” jelas Praktisi Perkotaan dan Properti Soelaeman Soemawinata dalam diskusi interaktif dengan topik “Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045” yang diadakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Jakarta, Kamis (21/3).
Board of Directors Member FIABCI Dunia mengatakan, pembenahan regulasi ditujukan agar pembiayaan perumahan lebih luas hingga kelompok MBR bahkan di bawahnya bisa menjangkau.
Baca juga : 74 Tahun BTN Berhasil Mendukung 4 Juta Lebih Masyarakat MBR Punya Rumah
Eman menambahkan, emerintah bisa membentuk dana abadi perkotaan (urban fund). Selain akan memperbesar anggaran dan memperluas daya beli masyarakat, urban fund juga menjadi garansi pembiayaan perumahan.
“Urban fund ini bersumber dari dana-dana yang tidak memerlukan pengembalian secara komersial baik dari dana pemerintah maupun swasta termasuk dana corporate social responsibility (CSR),” paparnya.
Selain itu, lanjut dia, urban fund dapat dimanfaatkan sebagai subsidi selisih bunga untuk perumahan terjangkau (affordable housing) sekaligus asuransi KPR untuk perumahan terjangkau bagi masyarakat sektor informal. Urban fund ini juga bisa digunakan untuk penyediaan rumah sewa, renovasi rumah masyarakat perkotaan, pedesaan, dan pesisir, serta penataan kampung kumuh perkotaan.
Baca juga : Skema Sewa Beli Bantu Milenial Punya Rumah di Tengah Kota
“Kehadiran urban fund, juga dapat mengurangi beban anggaran pemerintah untuk perumahan,” tegas Eman.
Dia menjelaskan, jika selama ini bank hanya menjadi penyalur anggaran KPR FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) maka nantinya bank bisa menjadi kreditur dengan menyalurkan dana mereka sendiri untuk pembiayaan perumahan MBR termasuk masyarakat sektor informal. Sehingga bank tidak lagi hanya sebatas penyalur KPR bersubsidi, tetapi juga sebagai kreditur (pemberi kredit).
“Dengan begitu, bank tidak bisa lagi menolak pengajuan KPR dari masyarakat non fix income, karena resikonya tidak ada atau sudah terjamin. Setiap KPR itu sudah ada garansinya yang berasal dari pengelolaan urban fund. Beban anggaran pemerintah pun berkurang,” jelas Ketua Kehormatan Realestat Indonesia (REI) itu.
Baca juga : Unit Usaha Syariah Maybank Giatkan Pembiayaan Properti
Terkait masalah kelembagaan penghimpun dan pengelola urban fund, Eman berpendapat bisa saja diberikan kepada lembaga keuangan yang sudah ada saat ini semisal BP Tapera ataupun dibentuk lembaga baru seperti Korea Housing and Urban Guarantee Corporation.
Regulasi lain yang perlu dibenahi untuk mendorong penyediaan rumah bagi MBR adalah soal implementasi hunian berimbang dari pengembang skala menengah dan besar. Eman mengungkapkan, aturan hunian berimbang 1:2:3 yang harus dibangun di satu hamparan selama ini tidak berjalan. Hal itu karena aturannya rumit dan tidak aplikatif.
Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi yang lebih sederhana dan aplikabel. Contohnya untuk pengembang yang membangun hunian menengah atau besar sebanyak 1.000 unit, maka dia wajib membangun misalnya 200 unit rumah MBR, rumah sewa atau renovasi rumah.
Tetapi kewajiban itu bukan dinilai atau diganti dengan uang, tetapi berupa rumah fisik. Pasalnya, kata Eman, swasta itu lebih senang dikenakan kewajiban yang barang fisiknya kelihatan.
“Tapi harus ada lembaga yang punya data dimana saja rumah MBR yang harus dibangun atau direnovasi. Dengan pola-pola ini maka target pembangunan 3 juta rumah per tahun yang dicanangkan pemerintah mendatang dapat dicapai,” tandas dia. (Z-10)
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, melontarkan apresiasi sekaligus tantangan kepada para pengembang rumah subsidi.
Pemerintah Indonesia menargetkan pembangunan 1 juta unit hunian vertikal setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat.
BP Tapera mencatatkan lonjakan luar biasa dalam penyaluran FLPP, dengan 53.874 unit rumah disalurkan pada Kuartal I 2025, meningkat 1.173%
Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pemerintah diminta membedakan skema subsidi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT).
Akses pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dinilai masih terhambat oleh sistem penilaian riwayat kredit
Rumah subsidi yang semakin kecil tidak hanya berdampak pada kenyamanan fisik, tetapi juga mengganggu kualitas hubungan antara anggota keluarga.
Rumah masih menjadi sesuatu yang sulit dimiliki oleh anak muda di Indonesia saat ini. Faktor ekonomi dan sosial menjadi kendala utama.
Beli rumah impian gak beda jauh sama milih pasangan hidup: harus nyaman, punya masa depan jelas, dan gak bikin pusing finansial. KPR BRI hadir sebagai solusi cerdas dengan kerja sama developer top
Kaki seribu memiliki peran penting sebagai pengurai alami di ekosistem.
Kenaikan harga properti dan inflasi tak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan. Belum lagi, banyak kelompok usia produktif yang terjebak dalam peran sebagai sandwich generation.
Rumah harga terjangkau belum tentu jelek. Pasalnya, meski harga terjangkau bisa dibuat dengan kualitas bagus, yakni salah satunya dengan pendekatan model kontruksi modular robotisasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved