Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai NasDem Fauzi Amro menilai peminjam dan pinjaman online (pinjol) ilegal tidak wajib membayarkan utang mereka.
"Kami mengharamkan membayar atau tidak wajib mengembalikan uang yang mereka pinjam kepada pinjol ilegal. Karena mereka tidak berizin, beroperasi secara ilegal, suku bunganya juga tidak masuk akal, bisa mencapai 40% per bulan bahkan ada sampai 500%. Belum lagi mereka melanggar prinsip data privasi,” kata Fauzi seperti keterangan yang diterima Media Indonesia di Jakarta, Jumat (14/7).
Fauzi menjelaskan beberapa alasan yang mendasari imbauan tersebut. Pertama, pinjaman online ilegal tidak berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan oleh karena itu melanggar peraturan yang mengatur sektor keuangan. Masyarakat tidak boleh dipaksa untuk membayar utang yang berasal dari entitas yang tidak sah secara hukum.
Kedua, suku bunga yang dikenakan oleh pinjaman online ilegal seringkali tidak rasional atau terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh OJK. Masyarakat tidak boleh dibiarkan terjebak dalam lingkaran utang yang tidak adil dan merugikan.
Ketiga, pelaku pinjaman online ilegal seringkali telah melanggar privasi data pribadi masyarakat dengan cara yang tidak etis. Masyarakat berhak untuk dilindungi dari penyalahgunaan dan pelanggaran privasi mereka.
Fauzi mengungkapkan berdasarkan info dari OJK, nama pinjol yang ilegal yang beredar di publik sudah mencapai 3.500 lebih.
Alumnus Pascasarjana UI ini juga mendesak pihak berwenang, termasuk OJK, kepolisian, dan instansi terkait lainnya, untuk meningkatkan penindakan hukum dan menutup serta melarang operasi pinjaman online ilegal.
"Selain itu, kami juga mengajak masyarakat untuk melaporkan praktik pinjaman online ilegal yang mencurigakan kepada pihak berwenang agar tindakan yang tepat dapat segera diambil."
Bagi masyarakat yang meminjam di pinjol yang legal atau sudah mendapat izin dari OJK, Fauzi menyarankan dipersilakan mengembalikan sesuai ketentuan OJK.
Fauzi menuturkan, keberadaan fintech atau pinjaman online bertujuan untuk mempermudah akses permodalan bagi UMKM, masyarakat, dan digitalisasi akses permodalan serta membantu meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air.
Selain itu, adanya fintech secara tidak langsung menjadi akselerator pada keuangan di tanah air, sehingga jalannya transaksi keuangan di dalam negeri juga akan lebih meningkat dan lebih baik.
“Tapi kenyataannya mereka seperti lintah darat yang menjebak masyarakat, di tengah literasi keuangan masyarakat yang masih lemah, mereka dibujuk rayu dengan kemudahan pinjaman cair dalam hitungan jam. Keberadaan pinjol baik yang legal apalagi ilegal ini sangat meresahkan masyarakat. Ada pasangan suami istiri bercerai bahkan ada sampai bunuh diri gara-gara pinjol. Suku bunganya ada sampai 144% per tahun. Ini sudah seperti lintah darat dan makelar. Belum lagi pelanggaran data privasi yang dilakukan pengelola pinjol,” imbuhnya. (X-7)
Kajian Core Indonesia menunjukkan, pemanfaatan fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) didominasi untuk keperluan usaha.
OJK mencatat adanya peningkatan dalam penyaluran pinjaman melalui layanan fintech peer-to-peer lending (P2P lending) atau pinjaman online (pinjol), serta skema pembiayaan buy now pay later
WAKIL Bupati Dharmasraya, Leli Arni, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait maraknya praktik rentenir berkedok koperasi simpan pinjam di wilayahnya.
OJK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Eko Yunianto menyebut pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending (pinjaman online) pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp1,148 triliun tumbuh 20,97%
RupiahCepat telah melakukan investigasi dan evaluasi menyeluruh sebagai bagian dari upaya perbaikan ke depan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan penetapan batas maksimum bunga di platform pinjaman online (pinjol) untuk melindungi masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved