MENTERI Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akan melobi Tiongkok soal penyelesaian pinjaman pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Luhut mengaku akan melobi Tiongkok agar suku bunga atau interest rate pinjaman lebih rendah menjadi 2%.
"Saya nanti akan Beijing, ada pertemuan high level pada 8 April. Kita tinggal finalkan interest-nya. Mereka mau di 4%, tapi kita mau di 2%. Sekarang negosiasi tengah jalan," kata Luhut di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Jumat (31/3).
Baca juga: Ditanya Utang Kereta Cepat, Presiden: Kita harus Pro Transportasi Massal
Diketahui, total pembengkakan biaya proyek KCJB sebesar US$1,2 miliar atau setara Rp18 triliun (kurs Rp14.984). Indonesia harus menanggung utang sebesar US$550 juta atau sekitar Rp8,2 triliun. Utang ini berasal dari China Development Bank (CDB).
Luhut menegaskan pemerintah Indonesia tidak akan mudah tunduk perihal tawaran bunga pinjaman pembengkakan proyek KCJB dari Tiongkok. Ia mengharapkan ada solusi yang saling menguntungkan atau win-win solution bagi Indonesia dan Tiongkok. "Kami sudah punya opsi macam-macam. Kami juga tidak pernah tunduk pada siapapun. Kita tunduk pada masalah aturan saja," ucap Luhut.
Baca juga: Kereta Cepat Jakarta-Banding Dipastikan Beroperasi Agustus
"Saya kira kita semua ingin mencari win-win solution lah. Pada pertemuan high level di Beijing saya akan bawa isu ini," pungkasnya.
Dibangun konsorsium BUMN
Proyek KCJB dibangun konsorsium BUMN yang terdiri dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yang dipimpin PT Kereta Api Indonesia (KAI) bersama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
PSBI membentuk perusahaan patungan bersama konsorsium perusahaan Tiongkok, Beijing Yawan, dengan nama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Porsi kepemilikan PSBI di KCIC adalah 60%, sedangkan perusahaan Tiongkok Beijing Yawan 40%.
Struktur pembiayaan KCJB adalah 75% dibiayai dari pinjaman China Development Bank (CBD) dan 25% dibiayai dari ekuitas konsorsium. Dari pinjaman 75% CDB itu, 60% harus dibayarkan perusahaan BUMN Indonesia dan 40% oleh Beijing Yawan. (Z-4)