Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
INTERVENSI yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi krisis minyak goreng pada tahun lalu dinilai sebagai kebijakan yang keliru. Kebijakan pemerintah menerapkan harga eceran tertinggi (HET) maupun pembatasan ekspor crude palm oil (CPO) melalui peraturan domestic market obligation (DMO) justru menjadi biang keladi kelangkaan minyak goreng.
"Intervensi pemerintah seharusnya dilandasi unsur-unsur dasar perumusan kebijakan, termasuk mengukur dampak dari kebijakan tersebut. Peraturan HET untuk minyak goreng kemasan dan kewajiban DMO untuk eksportir CPO justru menambah hambatan dan mendistrorsi pasar. Kebijakan yang berubah-ubah ini juga menimbulkan ketidakpastian yang menyebabkan kelangkaan di pasar," ujar ekonom Faisal Basri saat memberi keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang perkara dugaan kartel minyak goreng di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) seperti dikutip Sabtu (18/2).
Menurut Faisal, ketika pemerintah menerapkan HET minyak goreng kemasan, ini menimbulkan disparitas karena harga yang ditetapkan jauh di bawah harga pasar. Artinya, produsen dipaksa untuk menjual rugi. Produsen yang hanya memproduksi minyak goreng mungkin akan tetap berproduksi selama masih bisa menutupi variable cost. Namun, jika berlangsung lama, perusahaan tersebut akan tutup karena tidak bisa lagi menutupi biaya produksi.
Sementara perusahaan-perusahaan sawit yang lebih terintegrasi dan punya alternatif, mereka akan mengalihkan produksinya ke oleochemical atau biodiesel karena ada jaminan harga atau subsisi dari pemerintah.
"Kebijakan HET juga juga menyebabkan harga minyak goreng kemasan menjadi murah jika dibandingkan dengan harga minyak curah. Hal ini memicu shifting di masyarakat dari minyak curah ke minyak kemasan, seperti halnya terjadi ketika pemerintah menurunkan harga pertamax. Sementara, produski relatif tetap, sehingga terjadi ketimpangan antara permintaan dan pasokan (shortage). Jadi, kebijakan HET itu hanya efektif apabila pemerintah memiliki stok cadangan untuk menjamin barang tersedia di pasar. Dalam kasus minyak goreng, pemerintah tidak punya stok," tandas Faisal.
Baca juga: Kebijakan Automatic Adjustment Diapresiasi
Ia melanjutkan, dari kacamata kebijakan publik, kebijakan pemerintah seharusnya bisa membuat pasar lebih fleksibel. Kebijakan pemerintah juga sebaiknya tidak berbentuk larangan atau bagi-bagi kuota.
"Intervensi pemerintah tidak boleh mengubah model bisnis. Nyatanya, lewat kebijakan DMO, pemerintah mewajibkan produsen sawit untuk memproduksi minyak goreng apabila ingin mengekspor. Padahal, belum belum tentu dia punya pabrik minyak goreng," katanya.
Selain kebijakan HET, Faisal melihat kelangkaan minyak goreng kemasan juga disebabkan oleh masalah distribusi. Sebab, begitu peraturan HET dibatalkan, dalam waktu singkat barang tersedia lagi di pasar.
"Saya tidak ingin menuduh pihak mana pun karena saya tidak punya data. Bisa saja barang memang ditahan oleh distributor, subdistributor, atau agen. Namun, dengan waktu yang begitu singkat barang tersedia di pasar, sangat kecil kemungkinan itu dilakukan oleh produsen," tuturnya.
Faisal juga mengingatkan KPPU agar berhati-hati dalam menyimpulkan adanya kartel yang dilakukan oleh produsen minyak goreng kemasan. Keseragaman kenaikan harga tidak serta merta menjadi bukti bahwa telah terjadi kesepakatan di antara produsen. Hal itu merupakan reaksi normal para pelaku usaha menyikapi kenaikan harga CPO sebagai bahan baku utama minyak goreng.
"Kalau dilihat, dalam perkara ini terlapornya banyak sekali. Menurut saya, sulit untuk membuat kesepakatan yang melibatakan banyak pihak," tandasnya.
Sebagaimana diberitakan, dalam perkara ini, KPPU menduga sebanyak 27 perusahaan minyak goreng kemasan atau terlapor melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).
Para terlapor dituduh membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober-Desember 2021 dan periode Maret–Mei 2022, dan membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari–Mei 2022. (RO/OL-16)
MENJAWAB soal pertanyaan tentang kelangkaan beras Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan itu ranahnya di Bulog. "Coba dicek, ditanya ke Bulog. Kami fokus dulu ke produks".
SEJUMLAH agen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang ada di wilayah Jakarta dan Depok mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan dari distributor pasca libur Lebaran 2024
Presiden Joko Widodo menekankan kelangkaan air bisa memicu perang dan menjadi sumber bencana.
PENYEBAB utama langkanya dokter spesialis di Indonesia karena biaya besar dan pendidikannya yang cukup lama. Diperparah sejak dulu pemerintah membiarkan mereka berjuang sendiri
Indonesia masih kekurangan 30 ribu dokter spesialis, saat ini jumlah dokter spesialis mencapai 51.949 dokter spesialis.
Daerah Istimewa Yogyakarta mendapat alokasi 95.400 tabung dengan rincian Kota Yogyakarta 16.720 tabung, Kabupaten Sleman 33.480 tabung, Bantul 19.000 tabung, Kulon Progo 16.000 tabung
Chef Devina Hermawan menyoroti pentingnya memilih minyak goreng berkualitas yang ditunjukkan dengan kejernihan warna, tidak memiliki rasa dan tidak beraroma.
Devina Hermawan saat ini telah dikenal luas sebagai chef profesional dan content creator yang telah dipercaya mewakili berbagai merek ternama sebelumnya.
Disperindag Jabar masih menunggu salinan aturan terkait kenaikan HET MinyaKita.
HARGA beras di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terpantau melambung. Terdapat berbagai faktor penyebab naiknya harga.
Kenaikan tersebut banyak dikeluhkan pembeli dan pedagang karena harga minyak curah di pasaran sudah mencapai Rp17 ribu per kilogram dan minyakkita Rp16.500 per liter.
PRESIDEN Joko Widodo memasuki 2022 dengan kepercayaan tinggi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved