Daftar Masalah di RUU PPSK yang CSIS Sebut Negatif untuk Perekonomian

M. Ilham Ramadhan Avisena
27/10/2022 17:14
 Daftar Masalah di RUU PPSK yang CSIS Sebut Negatif untuk Perekonomian
RUU PPSK Perbolehkan Politikus Jabat Anggota Dewan Gubernur BI(DOK MI)

CENTER for Strategic and International Studies (CSIS) mendapati sejumlah permasalahan di dalam Rancangan Undang Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang dinilai dapat berimbas negatif pada perekonomian dan sektor keuangan nasional.

Hal yang paling disoroti ialah terkait dengan penghapusan pasal pelarangan politisi menjabat sebagai Dewan Gubernur Bank Indonesia. Ini dinilai dapat menggerus independensi bank sentral dan dikhawatirkan akan mengganggu tatanan ekonomi Indonesia yang selama ini relatif baik.

Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri menyatakan, diperkenankannya politisi menduduki jabatan Dewan Gubernur BI akan mendorong instabilitas pada sektor moneter dan perekonomian. Ini karena kebijakan yang dikeluarkan berpotensi hanya didasari pada kepentingan politik.

"CSIS itu pernah melakukan studi terkait hal ini. Kami bisa pastikan, kalau itu terjadi, ketika ada pemilu, itu 1-2 tahun sebelumnya akan ekspansi (kebijakan) besar-besaran kalau itu dikuasai oleh politisi," jelasnya dalam media briefing, Kamis (27/10).

Ekspansi kebijakan itu yakni BI bakal menurunkan tingkat suku bunga acuan ke titik terendah dengan dalih mendukung perekonomian. Padahal itu dilakukan untuk mengamankan kepentingan lain menjelang kontestasi pesta politik lima tahunan.

Penghapusan pasal mengenai larangan politisi menjadi Dewan Gubernur BI juga dinilai sebagai niat DPR untuk menguasai dan mengontrol bank sentral. Sebab, tanpa itu pun, sedari proses seleksi hingga pemilihan Dewan Gubernur juga dilakukan dengan dominasi keterlibatan parlemen.

"Jadi ini terlihat DPR ingin mengontrol BI secara penuh dan ini jelas mengganggu independensi dari otoritas moneter," ujar Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan.

"Hal ini bisa membahayakan, karena bisa jadi kepala lembaga atau otoritas ini dikuasai oleh politisi atau yang memiliki kepentingan jangka pendek. Ini akan mengganggu independensi dalam membuat kebijakan stabilitas sistem keuangan," tambahnya.

Baca juga: CSIS: Subsidi BBM Alihkan untuk Pendidikan dan Energi Terbarukan

Selain mengenai independensi BI, CSIS juga mendapati sejumlah permasalahan di dalam RUU PPSK inisiatif DPR itu. Misal, adanya dominasi kewenangan yang diberikan kepada Menteri Keuangan di dalam forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Dari RUU itu, Menkeu diberikan kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan di dalam forum KSSK ketika tidak tercapai keputusan bersama. Belum lagi, sekretaris KSSK merupakan penjabat eselon I di Kementerian Keuangan. Hal tersebut menurut Deni bakal mempengaruhi pengambilan kebijakan KSSK lantaran besarnya dominasi pemerintah dalam forum itu.

Hal lain yang juga dikritisi dari RUU itu ialah adanya pasal yang mewajibkan bank umum untuk segera merespons dan megikuti kebijakan suku bunga bank sentral paling lama 7 hari. Ini dinilai tidak perlu dan justru akan mengganggu kinerja perbankan dalam negeri.

"Itu bisa berbahaya, karena penetapan suku bunga bank itu ada dasarnya, kondisi obyektifnya berbeda-beda. Bank kecil itu likuiditasnya minim. Kalau itu dibiarkan justru akan menimbulkan ketidakpercayaan masyrakat. Jadi biarkan mekanisme pengaturan pasar suku bunga itu bekerja. Kalau itu belum sempurna, dilihat apa penyebabnya dan diperbaiki, bukan dipaksa," pungkas Deni. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya