Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tiongkok Terjebak Perangkap Hutangnya Sendiri

Mediaindonesia.com
18/10/2022 13:31
Tiongkok Terjebak Perangkap Hutangnya Sendiri
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa(do.pantau.com)

PEMERINTAH Tiongkok dikabarkan jatuh ke dalam perangkap hutangnya sendiri, setelah pinjaman lunak dengan bunga sangat tinggi kepada negara-negara berpenghasilan rendah, semakin menumpuk dan negara penghutang kesulitan membayar hutangnya kepada Tiongkok.

Bahkan, bank-bank di negeri tirai bambu saat ini telah mengurangi pinjaman di bawah inisiatif Belt and Road (BRI), kepada negara-negara peminjam, karena kesulitan menagih atau menarik kembali uangnya beserta bunga.

Di bawah BRI, Tiongkok menggelontorkan lebih dari USD 1 triliun sebagai pinjaman ke hampir 150 negara berkembang dan kurang berkembang dengan tingkat bunga tinggi, sehingga Beijing menjadi negara kreditur resmi terbesar di dunia untuk pertama kalinya.

Negara-negara seperti Pakistan dan Sri Lanka adalah contoh negara yang situasi dan kondisi negerinya, sangat mengkhawatirkan keberlangsungan jalannya hubungan hutang-piutang bagi Tiongkok. 

Di tengah ketidakstabilan politik yang berkelanjutan, ekonomi Sri Lanka otomastis runtuh. Kondisi Sri Lanka serupa dengan situasi Pakistan, dimana negara ini juga berada di ambang kehancuran ekonomi.  

Dalam laporan European Times, kondisi Sri Lanka dan Pakistan yang gagal membayar kembali pinjaman mereka, menjadi ancaman nyata bagi Tiongkok.

Di tahun 2014 saja hanya sekitar 10 persen dari negara-negara peminjam di bawah BRI menghadapi krisis likuiditas, dan pada pertengahan 2022, sekitar 70 persen dari mereka mangkir membayar hutang ke Tiongkok. 

Mirisnya, sekitar 40 persen dari negara-negara tersebut masuk dalam kategori negara-negara miskin karena berhutang dengan Tiongkok. 

Dalam laporan tersebut, juga disebutkan jika pandemi Covid-19, di ikuti oleh konflik Rusia-Ukraina, telah berdampak buruk pada negara-negara berkembang yang berhutang kepada Tiongkok, karena mereka juga harus berjuang untuk memenuhi kewajiban bayar hutang kepada Beijing dan kemungkinan akan menghadapi lebih banyak masalah.

Melihat hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta pemerintah Indonesia untuk mewaspadai jebakan hutang Tiongkok meski saat ini ekonomi Beijing terjebak sendiri akibat gencar memberi hutang kepada negara dunia.

Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan dari informasi yang mereka terima, rancangan Tiongkok untuk menjamin proyek-proyek yang diinvestasikannya pada negara-negara berkembang ini, gagal dan proyek-proyek tersebut telah ditangguhkan atau tidak memiliki nilai komersial.

“Pelabuhan Gwadar di Pakistan belum selesai dibangun dari utang Tiongkok dan selama dua tahun terakhir, pemerintah Pakistan juga belum bisa membayar iuran untuk proyek pembangkit listrik karena bunga hutang Tiongkok yang terlampau besar,” kata AB Solissa di Jakarta, Senin (18/10/2022).

Begitu juga dengan Bandara internasional di Zambia, lanjut AB Solissa, Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka dan Kota Pelabuhan Kolombo yang dibangun dari hutang Tiongkok namun tidak layak dan tidak memiliki nilai komersial. “Naasnya, negara-negara yang berhutang  mencoba mengajukan beberapa permintaan untuk restrukturisasi utang yang sayangnya, langsung ditolak Tiongkok,” tutur AB Solissa.

Di sisi lain, meningkatnya perasaan anti Tiongkok yang mulai dirasakan rakyat dari negara-negara yang berhutang kepada Beijing, seperti warga negara Pakistan, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Tiongkok atas strategi perampasan tanah dan penyediaan lapangan kerja bagi rakyatnya sendiri dengan mengorbankan penduduk lokal, sepeti yang mereka lakukan di negara-negara lainnya.

Tiongkok saat ini mengancam Pakistan untuk menutup pembangkit listrik mereka kecuali pembayaran dilakukan di muka, dan menuduh pembayaran belum dilakukan untuk listrik yang sudah digunakan oleh rakyat Pakistan.

Selain itu, banyak negara Afrika telah menyuarakan keprihatinan mereka atas pinjaman BRI yang tidak berkelanjutan.  Zambia telah membatalkan pinjaman luar negerinya yang sebagian besar merupakan pinjaman Tiongkok untuk berhenti memperparah tekanan utangnya.  Artinya 14 proyek di bawah BRI ditarik.

Menurut sebuah studi Observer Research Foundation, kredit Tiongkok mencapai lebih dari seperempat dari total kredit eksternal negara-negara Afrika dengan tekanan utang yang tinggi. Total kredit Tiongkok ke negara-negara di benua Afrika diperkirakan melebihi USD 140 miliar.  Di antara negara-negara penerima utama kredit Tiongkok adalah Angola, Ethiopia, Kenya, Republik Kongo, Zambia dan Kamerun.

“Kebijakan jebakan utang Tiongkok BRI sering dikritik dimana Tiongkok menggunakan cara ini untuk menginstalasi objek vital dan pos-pos militernya di negara yang memiliki hutang dengan Tiongkok,” jelas AB Solissa.

Sementara itu, menurut laporan Wall Street Journal, setelah hampir satu dekade menekan bank-bank Tiongkok untuk bermurah hati memberikan keringangan kredit, Beijing yang saat ini fokus dengan program Belt and Road 2.0 tiba-tiba menjadi terbuka untuk menerima beberapa kerugian kredit dan menegosiasikan kembali utang kepada negara-negara tertentu.

“Kami mensinyalir Tiongkok tengah mendorong komunitas internasional untuk menyetujui Belt and Road, salah satu jalan untuk ambisi Xi Jinping menguasai dunia,” pungkas AB Solissa. (OL-13)

Baca Juga: Indonesia Termasuk Negara Berpotensi Resesi, Ini Penyebab dan ...



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya