TANAMAN ubi porang atau iles-iles asli Indonesia saat ini dinilai memiliki nilai ekonomi tinggi dan potensi yang luar biasa. Bahkan perusahaan pelopor industri porang, PT Ambitious Trading Company atau dikenal sebagai PT Ambico, akan bekerja sama dengan petani dari Jepang untuk meningkatkan kualitas produksi tanaman porang dalam negeri.
Seperti yang diketahui, tanaman porang saat ini telah menjadi komoditas yang digemari masyarakat dalam menerapkan gaya hidup sehat. Seiring dengan perkembangan teknologi, porang yang sudah diolah menjadi tepung glukomanan menghasilkan produk turunan berupa beras dan mi shirataki baik basah mapun kering.
Presiden Direktur PT Ambico, Johan Soedjatmiko Ishii menyampaikan, selama ini budidaya ubi porang yang dilakukan oleh petani lokal belum banyak diteliti. Sehingga, petani belum mengetahui bagaimana menghasilkan atau memproduksi tanaman porang yang punya kualitas tinggi bahkan bisa diekspor ke seluruh dunia.
“Selama ini masih belum (diteliti) di sini, bagaimana pupuknya, paling bagus apa, lalu mataharinya butuh berapa persen. Apakah sebaiknya tanam di rindang atau di terik atau kadar ketinggiannya harus berapa itu belum pernah diteliti. Jadi kita nanti mau bekerja sama dengan petani yang mau mendengar pendapatnya Ambico dan mau diajak diskusi mau susah untuk develop satu produk ubi yang khusus dengan brand-nya Ambico,” ungkap Johan dalam wawancara virtual dengan Tim Media Indonesia, Selasa (9/8).
Tujuan kerja sama ini, kata Johan, untuk membuat tepung glukomanan yang bisa dijadikan supply bagi seluruh dunia. Apalagi, selain bahan baku porang didapat dari dalam negeri, tanah Indonesia juga lebih subur dari negara lain.
“Saya baru mau pelajari ada satu ubi baru namanya black konjak. Namanya di Indonesia porang hitam. Nah ini Ini baru kita kembangkan di satu lahan sendiri, kita coba develop sendiri. Apakah benar itu bagus atau enggak kan masih perlu waktu sewaktu-waktu dan perlu percobaan dan kerja sama dengan petani,” jelas dia.
Sejak 1990-an
PT Ambico memasarkan produk mereka pertama kali ke pasar mancanegara pada 1990-an. Selain ke Jepang, produk Ambico sudah mulai masuk ke Amerika Serikat, Korea, Italia, dan negara-negara lainnya di Eropa.
Sedangkan untuk pasar domestik, produk Ambico baru mulai diperkenalkan pada 2015. Namun, produk konyaku atau shirataki buatan Ambico ini baru dikenal di kalangan masyarakat luas sekitar dua tahun belakangan. Saat mulai terkenal, rupanya persentasi penjualan antara pasar domestik dan mancanegara justru lebih banyak pasar domestik.
“Saya tidak pernah menyangka porang akan hits seperti ini. Apalagi masyarakat Indonesia terkenal tidak bisa lepas dari nasi dan tidak mengenal diet,” jelas dia.
Johan mengakui bahwa saat memperkenalkan produk Ambico ke konsumen domestik, dirinya juga tidak percaya diri. Sebab, harga jual yang ditawarkan relatif tinggi. Sehingga, pihaknya hanya menawarkan pada restoran-restoran Jepang yang sudah pasti menggunakan produk Shirataki atau Konyaku dalam kemasan besar, 20 kilogram.
Siapa sangka bahwa ternyata banyak juga konsumen tertarik dan mengemas ulang kemasan 20 kg itu dalam satuan berat lebih kecil. “Nah sebelumnya memang produk ini dikemas ulang oleh konsumen, jadi kalau kita cari awalnya produk ini belum punya merek ‘Ishi-i’ dan masih dalam kemasan seadanya. Akhirnya kami punya beban moral untuk mengemas produk ini jadi kemasan lebih bagus lagi. Akhirnya barulah kemasan kami beredar di pasaran lewat distributor,” terang Johan.
Selain itu, lanjut Johan, tepung glukomanan yang diproduksi PT Ambico sedang terus dikembangkan menjadi produk lainnya. Apalagi, tepung glukomanan kini mulai dapat perhatian seluruh dunia sebagai bahan pengental.
Saat ini, tiga tepung pengental seperti Xantan Gum, Guar Gum, dan Karagenan, sedang langka di dunia dan harganya naik hingga tiga kali lipat. Sedangkan, yang harganya turun hanya bahan baku glukomanan.
“Kemarin sudah diminta sampel bahan makanan dari tepung porang ini. Tepung ini bisa menggantikan banyak banget komponen. Semoga mungkin tahun depan bisa berjalan kita ke depan kan semoga tahun ini bisa mendirikan pabrik,” jelas dia.
Produk dalam negeri
Johan menuturkan, PT Ambico merupakan perusahaan yang dirintis sejak 1971 oleh sang pendiri Masaharu Ishii. Masharu Ishii datang ke Indonesia sebagai tentara Jepang. Namun, setelah masa pendudukan Jepang berakhir di Indonesia, sang pendiri Masaharu Ishii memutuskan tinggal dan berjuang bersama rakyat Indonesia selama perang kemerdekaan dengan pangkat terakhir (Mayor (Purn) TNI AD.
Setelah memutuskan untuk tinggal di Indonesia dan mendapatkan kewarganegaraan dari Presiden Soekarno, Ishii berusaha mencari komoditas Indonesia yang bermanfaat dan bisa diperkenalkan ke dunia, terutama menjembatani hubungan Indonesia-Jepang.
Melalui PT Ambico itulah, lelaki bernama Ishii memperkenalkan konjak kepada masyarakat Indonesia dengan mengolahnya menjadi Konnyaku dan Shirataki. Penelitian dan pengembangan pun menjadi salah satu area fokus di perusahaannya, karena dianggap sebagai kunci untuk memenangi pasar.
“Sejalan dengan pertumbuhan perusahaan, Ambico terus berinovasi dan bereksperimen dengan produk akhir baru yang beragam untuk menjangkau di luar area industri makanan. Intinya, perusahaan yang sudah berdiri selama 50 tahun itu berhasil menciptakan iklim menanam dan membudidayakan porang di Tanah Air. Kemudian mengekspor bahan mentah sebagai komoditas internasional,” kata Johan.
Pria lulusan Teknik Industri dari Waseda University Tokyo, Jepang, ini mengatakan, saat ini Ambico memproduksi produk beras dan mi shirataki basah dan kering. Ambico juga bekerja sama dengan perusahaan lain untuk menciptakan peluang market dan produk turunan baru. Ambico juga mengembangkan bahan-bahan ini menjadi varian lain juga. Seperti Ashitaba, yang digunakan sebagai obat dan campuran makanan.
“Ada sebuah produk yang bekerja sama dengan kita membuat mi shirataki berwarna hijau. Nah hijaunya ini diekstraksi dari ashibata (seledri jepang) buatan kita,” jelas dia. (OL-10)