Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Agar Food Estate Sukses, Koordinasi Pemerintah Perlu Ditingkatkan

Mediaindonesia.com
16/7/2022 09:30
Agar Food Estate Sukses, Koordinasi Pemerintah Perlu Ditingkatkan
Petani menanam padi di lokasi Food Estate di Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.(Antara/Bayu Pratama S.)

TEKNOLOGI pertanian dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia saat ini terbilang cukup memadai untuk mendukung program Food Estate. Namun koordinasi di level pemerintahan masih perlu ditingkatkan.

"Masalah pengembangan Food Estate kita yaitu perlu memaksimalkan koordinasi lintas lembaga pemerintah dan memerlukan kesatuan komando yang kuat," kata Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) IPB University Ernan Rustiadi. Food Estate, termasuk upaya perluasan lahan pertanian, merupakan salah satu program strategis pemerintah dalam pembangunan pertanian nasional 2021. 

Program itu melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Program ini menargetkan pemenuhan ketahanan pangan dalam negeri melalui ekstensifikasi lahan di luar Pulau Jawa. 

Ernan mengatakan kemampuan Indonesia dari sisi teknologi dan SDM di bidang pertanian sudah cukup mendukung untuk bisa mewujudkan program pemerintah tersebut. "Sebenarnya SDM dan teknologi kita sudah baik. Apalagi kita tidak termasuk negara miskin. Namun kalau koordinasi tidak ada, ya (Food Estate) akan terkendala ya," tambahnya. 

Menurutnya, ekstensifikasi sektor pertanian tidak bisa dilepas begitu saja mengikuti mekanisme pasar layaknya perkebunan sawit. Ini terutama untuk penyediaan infrastruktur dasar, seperti sarana pengairan lahan dan infrastruktur pendukung transportasi. "Harus ada campur tangan pemerintah," katanya.

Baca juga: Penjualan Retail AS Naik di Juni meskipun Inflasi Tinggi 

Ernan menjelaskan dalam paparan dalam diskusi bertema Kemandirian Pangan dan Tantangan Penyediaan Lahan Pangan pada beberapa waktu lalu bahwa terdapat tiga jenis lahan marginal untuk bisa dikembangkan menjadi lahan pertanian, yaitu lahan rawa dan gambut, tanah sulfat masam, serta tanah masam. "Teknologi saat ini sebenarnya sudah mampu mengatasi keterbatasan yang ada di lahan-lahan sulfat masam itu. Salah satu yang menonjol terjadi pada keberhasilan perkebunan sawit. Lahan-lahan sulfat masam sebenarnya bisa juga ditanami padi, tetapi harus dengan sangat hati-hati," ujar Ernan.

Guru Besar IPB University Edi Santosa menambahkan SDM kita sudah banyak mengembangkan varietas pangan seperti padi dan sorgum yang bisa menunjang keberhasilan program Food Estate. "Kami sudah mengembangkan beberapa varietas padi baru untuk di Food Estate," kata Edi saat dihubungi secara terpisah. 

Berdasarkan data yang dibagikan Ernan, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 320 juta pada 2045. Dengan asumsi konsumsi 110 kilogram (kg) beras per kapita, pada tahun tersebut akan membutuhkan beras sebanyak 35,2 juta ton atau 64 juta ton gabah kering panen (GKP). "Jika produktivitas 6 ton GKP/hektare, perlu lahan luas panen 11 juta hektare. Dengan Indeks Pertanaman 150, ini membutuhkan lahan baku 7,1 juta hektare," paparnya. 

Saat ini, lahan baku sawah mencapai 7,4 juta hektare. Itu hasil audit Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada 2019. Di lahan sawah seluas itu berebut belasan komoditas pangan, termasuk padi. (RO/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya