Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Menkeu: Realisasi APBN Semester I 2022 Surplus Rp73,6 Triliun

Despian Nurhidayat
01/7/2022 14:17
Menkeu: Realisasi APBN Semester I 2022 Surplus Rp73,6 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani(MI/ Moh Irfan)

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa realisasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) pada semester I 2022 mengalami surplus 0,39% atau setara dengan Rp73,6 triliun dari PDB (Produk Domestik Bruto).

Dengan adanya surplus tersebut, realisasi pembiayaan anggaran hingga semester I 2022 mencapai Rp153,5 triliun atau turun 63,5% dari semester I 2021 dan tercatat 18,3% dari target Rp840,2 triliun.

Secara rinci, pembiayaan anggaran terdiri dari pembiayaan utang senilai Rp191,9 triliun, pembiayaan investasi minus Rp40,4 triliun, pemberian pinjaman Rp1,6 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp500 miliar.

"Pembiayaan anggaran kami coba untuk dijaga lebih rendah karena cost of fund lebih tinggi dan pasar menjadi lebih volatil sehingga kami menerbitkan utang jauh lebih rendah," ungkapnya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Anggaran DPR RI, Jumat (1/7).

Dia pun menyebutkan masih terdapat pula sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) senilai Rp227,1 triliun di semester I-2022, serta keseimbangan primer tercatat Rp259,7 triliun.

Sri Muluani pun menambahkan bahwa target defisit APBN tahun ini diturunkan dari 4,85% menjadi 4,5% dari PDB. Demikian pula, dengan target nilai defisit keseluruhan tahun 2022 yang diturunkan dari Rp868 triliun menjadi Rp840,2 triliun.

"Penurunan target tersebut berarti defisit APBN lebih rendah merespons kondisi yang sedang sangat volatil di sektor keuangan," kata Sri Mulyani.

Selain itu, realisasi pendapatan negara pada semester I 2022 juga telah mencapai Rp1.317,2 triliun atau 58,1% dari target Peraturan Presiden (Perpres) No 98 Tahun 2022, yang ditetapkan sebesar Rp2.266,2 triliun.

Ia menjelaskan pencapaian pendapatan negara yang signifikan pada paruh pertama tahun ini disebabkan realisasi penerimaan pajak yang mencapai Rp868,3 triliun atau 58,5% dari target Rp1.485 triliun dan realisasi tersebut berhasil tumbuh 55,7% dari tahun lalu.

Penerimaan kepabeanan dan cukai juga tumbuh 37,2% menjadi Rp167,6 triliun atau sudah terkumpul 56,1% dari target Rp299 triliun.

Selain dari pajak dan bea cukai, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga mengalami kenaikan tinggi, yakni 35,8% menjadi Rp281 triliun atau 58,3% dari target Rp481,6 triliun.

Sri Mulyani menyebutkan penerimaan hibah juga melonjak 218,1% menjadi Rp300 miliar atau mencapai 51,4% dari target Rp600 miliar.

"Jadi, cerita pemulihan ekonomi dan lonjakan harga komoditas sangat mendominasi pendapatan negara kita. Meskipun sudah kita revisi targetnya, sudah kita naikkan, tapi tetap ada kenaikan yang sangat kuat," tegas Sri Mulyani.

Baca juga: Menpan RB Tjahjo Kumolo Meninggal Dunia

Terkait dengan belanja negara, hingga semester I 2022 realisasinya telah mencapai Rp1.243,6 triliun atau tumbuh 6,3% dibandingkan dengan semester I 2021.

"Ini kenaikan yang sangat besar terutama didominasi oleh belanja non Kementerian/Lembaga (K/L) yang kenaikannya ini adalah untuk subsidi, terutama energi," ucapnya.

Realisasi belanja negara tersebut merupakan 40% dari target Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022 yang sebesar Rp3.106,4 triliun.

Oleh karena itu, ia menuturkan windfall profit yang diterima negara karena kenaikan harga komoditas global digunakan untuk melindungi masyarakat, termasuk melalui belanja non K/L untuk subsidi yang dinaikkan dengan sangat dramatis.

Secara rinci, belanja negara semester I 2022 terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp876,5 triliun atau tumbuh 10,1% (yoy) dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) senilai Rp367,1 triliun atau terkontraksi 1,8% (yoy).

Belanja pemerintah pusat tersebut meliputi belanja K/L sebesar Rp392,8 triliun atau turun 12,6% (yoy) dan belanja non K/L Rp483,7 triliun atau melesat 39,5% (yoy).

Sri Mulyani menegaskan bahwa pihaknya akan meninjau kembali belanja K/L yang terkontraksi lantaran adanya kebijakan automatic adjustment kepada seluruh K/L.

"Namun kalau kami lihat bahwa risiko automatic adjustment akan mendistribusi belanja K/L terlalu besar, kami mungkin akan sedikit merelaksasikan dengan penerimaan negara yang cukup baik," ujar Sri Mulyani.

Sementara itu, ia menjelaskan untuk TKDD terdiri dari transfer ke daerah senilai Rp333,1 triliun atau terkontraksi 3,9% (yoy) dan dana desa yang telah terbayarkan Rp34 triliun atau tumbuh 24,8%. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya