KEPALA Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengungkapkan bahwa jumlah produk lokal yang tayang di e-katalog sudah melebihi produk impor.
Dari total 206 ribu komoditas, sebanyak 104 ribu atau 50,7% berasal dari dalam negeri. Namun dari segi transaksi, pengadaan barang dan jasa kementerian/lembaga dan pemerintah daerah masih didominasi pembelian produk asing.
"Produk lokal sudah mendominasi e-katalog, tapi secara transkasi, pembelian produk impor masih lebih tinggi," jelas Atep di Istana Negara, Selasa (14/6).
Baca juga: Asosiasi UMKM Ungkap Penyebab Belanja Pemda Masih Rendah
Secara total, jumlah pengeluaran yang digelontorkan pemerintah pusat dan daerah, serta BUMN, untuk pengadaan barang dan jasa dari dalam negeri, baru sebesar Rp180,2 triliun.
Angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo, yakni Rp400 triliun, sepanjang tahun ini. Ada beberapa faktor yang membuat jumlah pembelian produk lokal oleh kementerian/lembaga dan daerah masih rendah.
Faktor pertama, jelas Atep, harga yang belum bersaing. "BPKP mencatat ada 842 barang impor yang dibeli di e-katalog, meski ada substitusinya di Tanah Air. Itu terjadi karena harga produk lokal lebih tinggi dari produk impor," ungkapnya.
Baca juga: Jokowi Kesal APBN-APBD Buat Beli Barang Impor
Kemudian, faktor lainnya adalah kesulitan dalam mengidentifikasi barang dan jasa dari dalam negeri, karena belum adanya rujukan.
Untuk mengatasi hal tersebut, BPKP merancang desain pengawasan kolaboratif, yang bekerja sama dengan aparat pengawasan intern pemerintah dan BUMN.
"Langkah ini untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitas belanja produk dalam negeri," kata Atep.(OL-11)