Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
PANDEMI Covid-19 berdampak besar kepada brand, baik yang kecil hingga besar. Namun, brand tetap harus mempertahankan eksistensi bahkan saat mereka tidak bisa menjangkau pelanggan secara langsung melalui kegiatan offline.
"Masyarakat Indonesia itu pada dasarnya suka sesuatu yang tangible, real, yang keliatan langsung dan bisa dipegang. Pada saat pandemi, brand akhirnya mulai beralih ke digital marketing dengan tujuan menjaga awareness. Gimana caranya walaupun pandemi konsumen enggak bisa keluar rumah, brand tetap bisa terlihat terus,” ungkap Carlos F. Sopamena, CEO Noid+, digital agency yang berbasis di Jakarta, dalam keterangan yang diterima, Jumat (22/4).
Dikatakan Carlos, setiap brand dari berbagai industri mengalami dampak negatif yang cukup besar akibat pandemi Covid-19. Namun, brand-brand yang telah beralih ke strategi digital marketing dapat bertahan dan tetap terlihat di tengah masyarakat.
Badan Pusat Statistik mencatat peningkatan pencarian kata kunci terkait konsumsi masyarakat pada mesin pencarian Google di masa awal pandemi mengindikasikan peningkatan pemanfaatan platform digital untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Karena itu, pemanfaatan digital marketing semasa pandemi secara tidak langsung membantu brand untuk dapat bertahan.
Carlos mengatakan bahwa pandemi Covid-19 justru menjadi titik balik karena telah membuat banyak brand beralih dari strategi pemasaran konvensional ke digital marketing. Namun, untuk dapat menjalankan strategi yang sukses, Carlos mengakui hal ini tergantung tujuan brand tersebut karena ada banyak hal yang dapat diraih dengan menggunakan digital marketing.
Menurutnya, saat ini masih banyak brand yang belum teredukasi dan menganggap digital marketing adalah jalan pintas untuk mendapatkan konversi penjualan. "Digital marketing itu kalau kita boleh jujur, enggak semua produk bisa dibantu secara langsung penjualannya dengan digital marketing. Journey-nya panjang," akunya.
Sedangkan Teguh Kristianto, Managing Director Noid+, mengungkapkan peningkatan terbesar ada di penggunaan media sosial. Menurutnya, peningkatan inilah yang seharusnya dilihat sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan brand awareness.
"Pada saat pandemi, digital marketing naik karena penggunaan media sosial jelas meningkat. Layanan Over-the-Top, seperti Netflix, VIU, dan YouTube itu viewers-nya makin banyak. Juga banyak content creator yang baru muncul dan tiba-tiba subscribers-nya naik, viewers-nya tinggi. Jadi, kalau brand yang sudah aware dengan digital marketing, justru pada saat pandemi bisa sustain dan bahkan penjualan online malah meningkat. Contoh, ada beberapa brand fashion dia selama ini jualannya online. Sebelum pandemi dan saat pandemi, itu bisa berkali-kali lipat naiknya lebih tinggi saat pandemi,” terangnya.
Disebutkan, dalam menjalankan strategi digital marketing, hal pertama yang harus dipastikan adalah bujet. Berpatokan kepada bujet, brand maupun agency dapat memilih strategi yang paling efektif untuk menjalankan campaign.
Dikatakan Teguh bujet sebesar apa pun dapat digunakan dalam digital marketing. Namun, untuk dapat menjalankan strategi yang efektif, brand harus fleksibel dan siap menjalankan strategi digital marketing yang terintegrasi.
"Besar kecilnya bujet tidak masalah. Tergantung kesiapan brand untuk shifting ke digital marketing ini. Kita juga enggak bisa cuma berpatokan ke satu strategi aja (online atau offline, red.) karena keduanya efektif. Tapi, tetap harus terintegrasi," katanya.
Bagi Carlos, baik online maupun offline marketing memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Karena itu, integrated digital marketing dapat menutupi kekurangan keduanya sekaligus memberikan brand keuntungan ganda.
"Brand harus bisa mulai mengubah pola pikir, enggak bisa cuma menjalankan online aja dan mengharapkan sesuatu yang lebih. Enggak gampang menciptakan conversion di digital supaya orang mau langsung beli. Pertama, secara visibility di digital harus di-maintain. Kedua, produknya dekat enggak sama mereka. Integrasi dan kolaborasi ini kuncinya,” terangnya. (RO/OL-15)
Jumlah pengguna e-commerce di Indonesia diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan, dengan peningkatan 11,2% secara tahunan.
Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai Rp1.860 triliun pada 2024, yang setara dengan 8,4 persen dari PDB nasional. Sektor ini diproyeksikan tumbuh dengan angka 5%-6% per tahun.
Plt. Direktur Pengembangan Ekosistem Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital, Sonny Sudaryanah, membuka seminar dengan keynote remarks.
Kekuatan bisnis yang telah terbentuk selama bertahun-tahun perlu dioptimalkan melalui inovasi dan digitalisasi agar tetap relevan, berdaya saing, dan siap bersaing di pasar global.
Kedaulatan ekonomi digital Indonesia semakin penting di tengah laju digitalisasi dan ketidakpastian global.
Kreator digital di Indonesia memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk budaya online dan menggerakkan ekonomi kreatif.
INDONESIA Marketing Association (IMA) menegaskan komitmennya dalam mendorong transformasi marketing berbasis Artificial Intelligence (AI) di Indonesia.
Fokusnya bukan hanya menjual produk, tetapi membangun pengalaman tidur sehat melalui bahan bebas logam berat, desain ergonomis, dan inovasi berkelanjutan.
Kondisi dunia yang sangat dinamis sekarang ini salah satunya akibat gejolak militer serta persaingan dagang, membutuhkan strategi yang jitu dalam pemasaran lokal dan global.
Memahami perilaku konsumen sangat penting guna mengidentifikasi segmen pasar potensial secara lebih presisi.
KIT Global menunjukkan video marketing yang didukung AI dan kolaborasi dengan influencer mampu memberikan hasil kampanye yang luar biasa, terutama di momen-momen penting.
Sebuah produk akan diingat dan menjadi identitas suatu kelompok, setidaknya bila memenuhi tiga unsur.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved