Kripto Dikenai Pajak, Kemenkeu: Beri Kepastian Hukum

M. Ilham Ramadhan Avisena
13/4/2022 16:51
Kripto Dikenai Pajak, Kemenkeu: Beri Kepastian Hukum
Logo Bitcoin terlihat di area perhelatan Konferensi Bitcoin 2022 di Miami, Florida.(AFP)

PEMERINTAH menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. 

Peraturan tersebut bertujuan memberikan kepastian hukum terhadap perlakuan PPN dan PPh atas transaksi kripto yang berkembang di masyarakat.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menyebut bahwa aset kripto merupakan komoditas yang memenuhi kriteria sebagai objek PPN.

Sebab, Bank Indonesia tidak mengakui aset kripto sebagai alat tukar yang sah. Lalu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) turut menegaskan aset kripto merupakan komoditas.

Baca juga: PPATK Ungkap Ragam Modus Pencucian Uang Affiliator Investasi Bodong

"Aset kripto di Indonesia ini tidak dianggap sebagai alat tukar maupun surat berharga, melainkan sebuah komoditas. Karena komoditas, maka merupakan barang kena pajak tidak berwujud dan harus dikenai PPN juga agar adil," jelas Neilmaldrin.

Pemerintah dikatakannya berupaya menerapkan aturan pajak yang mudah dan sederhana pada aset kripto. Cara pengenaan pajak pada perdagangan aset kripto ialah melakukan penunjukan pihak ketiga sebagai pemungut PPN perdagangan aset kripto.

Dalam hal ini, penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) baik dalam negeri maupun luar negeri. Atas perdagangan aset kripto, dipungut PPN Final dengan tarif 0,11% dari nilai transaksi dalam hal penyelenggara perdagangan adalah Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) dan 0,22% dalam hal bukan oleh PFAK. 

Sedangkan untuk jasa mining (verifikasi transaksi aset), dengan tarif 1,1% dari nilai konversi aset kripto. Dari perdagangan yang dilakukan, juga memberikan tambahan kemampuan ekonomis bagi penjual.

Baca juga: Binance Dapat Restu dari Otoritas Regulasi Aset Virtual Dubai

Sehingga, merupakan objek pajak dan dipungut PPh pasal 22 final 0,1% dari nilai aset kripto (jika merupakan PFAK); atau 0,2% dari nilai aset kripto (jika bukan PFAK).

Hal ini berlaku juga atas penghasilan yang diterima oleh penambang aset kripto (miner). Itu merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang dikenai PPh pasal 22, dengan tarif sebesar 0,1% dari penghasilan yang diterima atau diperoleh, tidak termasuk PPN.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengapresiasi upaya pemerintah menciptakan keadilan melalui rezim pemajakan. Regulasi baru diterbitkan juga dinilai sebagai bentuk pengakuan pemerintah pada aset kripto.

"Ini merupakan tonggak awal BAPPEBTI dan OJK akan saling mendukung dan mengawasi," tutur Ibrahim.(OL-11)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya