Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin memaparkan terdapat kelebihan dan kekurangan dari produk kedelai impor maupun kedelai produksi dalam negeri dilihat dari segi bisnis.
Aip dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (18/1), mengatakan kedelai impor memiliki kelebihan dari segi kualitas yang sudah terstandarisasi baik dari bentuk, ukuran, warna, tingkat kekeringan, protein yang semuanya seragam.
Hal itu karena produksi kedelai impor dari Amerika Serikat, Brasil, Argentina, ataupun Kanada sudah menggunakan teknologi dan mekanisasi dengan sistem pertanian presisi agar menghasilkan produk yang seragam.
Sedangkan petani di Indonesia masih menerapkan sistem pertanian tradisional sehingga kualitas kedelai yang dihasilkan tidak terstandar atau berbeda-beda. Kendati demikian, produk kedelai dalam negeri memiliki gizi khususnya kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan produk impor, karena ditanam dengan cara yang tradisional. "Tapi kalau kedelai lokal itu pada umumnya tidak ada standarisasi. Namun karena dia alamiah, ini proteinnya, gizinya lebih tinggi, lebih bagus daripada kedelai impor," kata Aip.
Dari segi harga, kedelai impor lebih tinggi dibandingkan kedelai lokal. Harga kedelai impor yang dibeli oleh perajin tempe dan tahu berkisar Rp10 ribu/ kg. Harga tersebut mengikuti perkembangan harga kedelai internasional secara global.
Sedangkan harga kedelai lokal berkisar di Rp6.000 hingga Rp6.500/ kg. Hal itu karena kedelai lokal yang dijual oleh petani tidak dalam bentuk kedelai utuh, melainkan juga masih terdapat daun dan batang pohon. Sehingga volume kedelai dalam satu karung bisa menyusut karena proses pembersihan terlebih dahulu yang dilakukan oleh perajin tahu dan tempe.
Meskipun kualitas kedelai lokal yang belum terstandar, produk protein nabati dalam negeri tersebut masih tetap digunakan terlebih pada perajin tahu dan tempe khusus dengan orientasi ekspor.
"Sudah ada beberapa daerah misalnya Koperasi Produsen Tahu dan Tempe di Bandung, di Jawa Tengah, di Yogyakarta, di Jawa Timur, di Malang, Surabaya, dan lain-lain, yang hanya menginginkan kedelai lokal. Karena dia membuat tempe dengan kualitas yang premium, kualitas yang bagus dan orientasinya mereka untuk membuat tempe ini menjadi tempe yang akan diekspor," kata Aip. (Ant/OL-12)
KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey meminta pemerintah agar tidak mempersulit impor bahan baku dan bahan penolong produksi.
CALON wakil presiden nomor urut 3, Mahfud Md menyoroti masih tingginya impor pangan yang dilakukan oleh pemerintah pada Debat Cawapres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Firman mengaku telah membaca dari berbagai literatur dan penelitian produk GMO yang dianggap dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan, lingkungan dan lain-lain.
Salah satu komoditas yang akan terkerek buntut peningkatan nilai Dolar AS adalah kedelai, yang banyak menjadi bahan baku pangan di Indonesia.
KETUA Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno membenarkan biaya produksi sektor usaha yang menggunakan dolar AS akan meningkat kalau dikonversikan
Perajin tempe sekaligus produsen keripik tempe Joko Asrori mengaku selama puluhan tahun menjalani bisnis, ia sama sekali tidak pernah menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved