Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
DIREKTUR Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai target pemerintah mengejar defisit kembali di bawah 3% pada 2023 sukar dicapai. Bahkan, dia memperkirakan defisit anggaran dua tahun mendatang masih berada di atas ambang batas, atau melebihi 3%.
“Kami melihat punya potensi target defisit tersebut bisa melebar di atas 3%” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk Menakar Untung Rugi RUU HPP, Rabu (6/10).
Tauhid menyatakan, keraguan gagalnya defisit kembali di bawah 3% juga dialami pemerintah. Hal itu menurutnya terkonfirmasi dari upaya pengambil kebijakan mengutak-atik tarif pajak guna menambah penerimaan negara melalui Rancangan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).
Pasalnya, kondisi perekonomian saat ini tergolong masih lemah. Penerimaan negara dinilai masih membutuhkan tarikan lebih agar bisa mencapai target penormalan defisit. Belum lagi ketidakpastian pandemi covid-19 yang diprediksi masih membayangi dan mempengaruhi laju pemulihan ekonomi.
Karenanya, menurut Tauhid, jalan paling cepat yang dapat ditempuh oleh pengambil kebijakan ialah mengubah atau menambah tarif-tarif pajak.
“Karena memang situasi pemulihan di penerimaan negara itu tidak mudah dilakukan dalam kondisi pemulihan ekonomi. Jadi masih sangat tergantung bagaimana sektor-sektor di penerimaan negara, khususnya perpajakan seperti manfuaktur kemudian sektor perdagangan itu cepat pulih baru bisa tumbuh,” jelasnya.
Penyusutan defisit juga dinilai akan terhambat dari bengkaknya belanja negara seperti yang telah terjadi sejak 2020. Pemerintah, mau tak mau harus meningkatkan belanja guna menghambat pelemahan ekonomi.
Baca juga : Pasokan Minyak Dunia Turun, Minyak Mentah Indonesia pada September Naik Jadi US$72,20/barel
Guna mencapai target defisit di bawah 3% pada 2023, imbuh Tauhid, ialah dengan mengurangi belanja negara secara drastis. Namun hal itu menurutnya juga penuh dilema untuk dilakukan oleh pemerintah. Karenanya, menurut dia RUU HPP menjadi cepat dan mudah yang bisa dieksekusi oleh pengambil kebijakan.
“Ini ternyata didahulukan dan dimulai tahun 2022, karena target defisit pada thaun 2023 itu kurang lebih kita membutuhkan Rp600 triliun sampai Rp700 triliun. Tanpa ada kenaikan sumber peneriman negara khususnya pajak, itu sangat sulit target defisit tersebut dicapai,” tutur Tauhid.
Diketahui pemerintah dan Komisi XI DPR telah menyepakati RUU HPP untuk dibawa ke dalam Rapat Paripurna. Dalam RUU HPP itu pemerintah berupaya memperbaiki sistem perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara.
Beberapa poin yang ada di dalam RUU HPP itu ialah kembali bergulirnya program pengampunan pajak (Tax Amnesty), penambahan layer wajib pajak terkait besaran tarif PPh pribadi, naiknya tarif PPN menjadi 11%, dikecualikannya sembako, pendidikan, kesehatan, dan sosial dari obyek pajak, pembatalan penurunan tarif PPh badan, dan pajak karbon.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu menyampaikan, RUU HPP merupakan bagian tak terpisahkan dari reformasi bidang perpajakan yang sedang diupayakan pemerintah. Terlebih di masa pandemi ini pemerintah perlu melakukan langkah-langkah luar biasa yang mengakibatkan pelebaran defisit anggaran. Melalui RUU HPP diharapkan defisit dapat ditambal.
“Pemerintah berkomitmen untuk kembali mewujudkan APBN yang sehat dengan defisit di bawah 3% pada tahun 2023. Untuk mewujudkan hal tersebut, disamping kita akan terus melakukan perbaikan dari sisi belanja dengan spending better, Pemerintah juga harus mengoptimalkan penerimaan negara, sehingga tujuan dan target pembangunan tidak dikorbankan,” tuturnya.
“Pemerintah meyakini bahwa RUU ini akan dapat mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, dengan disepakatinya beberapa hal antara lain pengenaan pajak atas natura, pengaturan mengenai tindak lanjut atas putusan Mutual Agreement Procedure (MAP), pengaturan kembali besaran sanksi administratif dalam proses keberatan dan banding, serta penyempurnaan beberapa ketentuan di bidang penegakan hukum perpajakan,” pungkas Sri Mulyani. (OL-7)
Keputusan menaikkan pajak sering dipicu oleh beragam faktor, salah satunya efisiensi anggaran dari pemerintah pusat yang berdampak pada berkurangnya transfer ke daerah.
Menkeu menyebut pentingnya reformasi di bidang pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Center of Economic And Law Studies (Celios) baru-baru ini menerbitkan kajian berjudul Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang.
Bupati mengakui masih banyak kekurangan dalam memimpin daerah dan berjanji akan terus belajar serta mendengarkan aspirasi warga.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memastikan tidak ada rencana dari pemerintah untuk mengutip pajak dari amplop nikah.
Di tengah arus regulasi perpajakan yang semakin dinamis, perusahaan besar kini berada dalam tekanan yang jauh lebih sistemik.
Data ekonomi yang disampaikan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan realita di lapangan.
KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai target pertumbuhan ekonomi 5,4% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% pada RAPBN 2026 akan sangat berat dicapai jika tak diiringi dorongan besar.
Terbukti memberikan resiliensi perekonomian nasional, stimulus akan dilanjutkan pemerintah di semester II 2025.
APINDO dorong penguatan UMKM melalui program AUM, DSC, dan kerja sama pentahelix untuk meningkatkan daya saing usaha lokal di tengah tantangan global.
OBSESI untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi 8% agar Indonesia keluar dari middle income trap (MIT) masih terasa berat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved