Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Proposal Joe Biden di G-7 Jadi Mimpi Buruk Negara Surga Pajak

Mediaindonesia.com
06/6/2021 21:21
Proposal Joe Biden di G-7 Jadi Mimpi Buruk Negara Surga Pajak
ilustrasi pajak(ilustrasi )

DISETUJUINYA proposal Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pertemuan negara-negara Kelompok G-7 yang berlangsung di London-Inggris Sabtu, (5/6), untuk menetapkan tarif pajak minimum sebesar 15% bagi perusahaan raksasa digital, membuktikan bahwa negara kaya menyadari betul terjadinya praktek ketidakadilan sistem pemungutan pajak Internasional yang selama ini di terapkan. 

Praktisi perpajakan Ronsianus B Daur mengatakan, ditengah pandemi merajalela, harga minyak turun yang berakibat pada melemahnya ekonomi dunia, membuat kelompok negara kaya bersepaham untuk mereformasi perpajakan di perusahaan digital. 

Pertemuan bersejarah yang diselenggarakan di sebuah rumah megah dekat Istana Buckingham di pusat kota London, adalah pertama kalinya para menteri keuangan negara G7 bertemu tatap muka sejak pandemi melanda. Pertemuan yang dipimpin Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak itu menjadi sejarah baru dalam reformasi perpajakan setelah kebangkitan era digital melanda dunia.

"Ada beberapa poin yang bisa di dibagikan sependek dan sepanjang pengetahuan yang saya miliki: Pertama, negara-negara surga pajak (tax heaven countries), tidak lagi hanya berdasarkan modal kertas untuk menopang pembiayaan pembangunannya. Mereka harus mencari alternatif baru untuk membiayai pembangunannya, tidak sekedar menjadi penampung perusahaan fiktif," kata Ronsianus dalam keterangannya.

Selain itu, hasil pertemuan G-7 membuat perusahaan raksasa digital tidak bisa lagi menghindar pajak pada negara-negara yang menikmati fasilitas layanan digital yang mereka berikan. 

"Ada atau tidak ada kantor fisik akan dikenakan pajak dari laba yang mereka peroleh dimana mereka memberikan jasa layanan digital," ujarnya.

Proposal Joe BIden juga membuat Negara-negara yang telah membuat aturan sendiri atas pajak digital segera melakukan amandemen atau revisi perlakuan perpajakannya sesuai kesepakatan tersebut. Buat negara berkembang, segera mendata keberadaan perusahaan raksasa digital seperti: Google, Facebook, Amazon, Apple, Microsoft dan lainnya., agar mimpi mendapatkan berkah dari kesepakatan Inggris ini terealisasi.

Ronsianus menegaskan, sejumlah kemungkinan tersebut merupakan gambaran apabila kelanjutan pembicaraan Kelompok G7 ini mendapat dukungan negara-negara yang tergabung dalam kelompok G20, termasuk Indonesia, yang nanti akan digelar di Venesia, Italia Juli mendatang. 

Baca juga : Kala Inggris Bersiap Diri Jadi Pemimpin Energi Hijau Dunia

Medneur Ronsianus, Indonesia sebagai bagian dari kelompok G20 harus proaktif untuk mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu pangsa pasar terbesar dari perusahaan raksasa digital. 

"Indonesia harus berani mengatakan bahwa kami adalah sasaran produk raksasa digital, bayarlah pajak sesuai kesepakatan global. Maka pemerintah kita harus mendukung kesepakatan ini. Tentu akhirnya akan menambah pundi-pundi APBN kita demi membiayai pembangunan ditengah kondisi keuangan yang tidak memadai ini. Karena perusahaan raksasa digital telah banyak mengeruk keuntungan dari Indonesia," ujarnya.

Ronsianus mennyarankan pemerintah dan DPR untuk menyiapkan regulasi baru atas pajak penghasilan agar bisa menangkap peluang menambah penerimaan untuk membiayai pembangunan.

Selain itu, pembahasan Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan perlu ditunda, menunggu keputusan final atas pajak raksasa digital.

"Kalaupun di bahas segera memasukan poin-poin penting kesepakatan di Inggris khususnya tentang tarif pajak atas laba perusahaan digital," ucap Ronsianus.

Pemerintah Indonesia juga perlu segera melakukan lobi politik terhadap kesepakatan Inggris ini, kepada negara anggota G20, untuk nantinya dibahas di Pertemuan G20 Juli mendatang. 

"Lakukan lobi politik kepada negara G7 untuk mendapatkan gambaran secara mendalam tentang poin-poin yang dihasilkan. Lakukan kajian akademis dengan universitas-universitas untuk mendapatkan masukan, sehingga penerapannya nanti tidak menimbulkan gejolak pasar," pungkasnya. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya